Novel: Black Night Village Jilid 1 ( Chapter 1 - 10 )

BLACK NIGHT VILLAGE Jilid 1 "Kutukan Boneka Disastrous"
( Chapter 1: Persiapan LDK )
Karya: Amrin S
Genre: Novel Horror, Adventure, Criminal.
Tokoh Utama: Kurama, Azkia, Ali, Istifadah.
SINOPSIS:

-------Semua berharap mimpinya akan jadi kenyataan, namun bagaimana jika mimpi itu adalah mimpi buruk? Perlahan mimpi burukmu akan menjadi kenyataan dan membuat hidupmu menderita. Saat kau harus menerima kenyataan pahit bahwa kurang dari seminggu kau akan meninggal.
Hidupmu berada dalam bayang-bayang kematian yang selalu menghantuimu hanya karena sebuah boneka dan seorang sosok perempuan misterius yang ingin menuntut balas dendam. Dia meminta tolong kepadamu, tapi kau tidak tau apa-apa.
Lalu bagaimana perasaan seseorang yang harus hidup sendiri dirumah karena orang tuanya telah meninggal. Pasti sedih, tidak ada yang menyambutnya ketika pulang sekolah. Bagaimana jika kau berada dalam keadaan seperti itu? Pasti sangat menderitakan bukan dalam keadaan kesepian seperti itu?

Prolog

Perasaanku sangat ketakutan kini, aku berlari menuju sebuah rumah yang nampak telah sepi. Aku masuk kedalam rumah itu, betapa tercengangnya aku melihat suasana didalam rumah itu. Ada 5 orang laki-laki yang telah dibunuh seseorang perempuan. Aku menatap perempuan yang memegang pisau ditangan kanannya serta boneka ditangan kirinya. Pisau itu mengucurkan darah, sepertinya perempuan itu yang telah membunuh 5 laki-laki itu. Aku yang berdiri dipintu mulai terasa gemetar, kini dia menghadap kearahku. Bayangkanlah! Dia tersenyum kearahmu menyeringai seram, matanya mengeluarkan darah, pipinya pun mengalir darah dari matanya, lalu mulutnya mengocorkan darah.
Aku menunjuk kearahnya dengan gemetar “Siapa kau?”
Perempuan itu hanya tertawa kecil, “Aku?”
“Ya siapa kau?” Tanyaku lagi.
Suaranya mulai terdengar menyeramkan “Suatu saat nanti kita pasti akan bertemu! Hahahahahahaha…”
Boneka ditangan kirinya pun mengeluarkan darah dari matanya.
“Apakah kita harus membunuhnya?” Tanya perempuan itu.
Aku kaget, boneka itu dapat berbicara. “Kita harus membunuhnya!” Terdengar kembali suara tertawa mengerikan dari boneka itu. “Hahahaha!”
Temanku Azkia menghampiriku.
“Apa yang kak Kurama lakukan disini?” Dia melangkah demi selangkah menghampiriku. Dia menengok kearah dalam rumah, terlihat dari ekspresi mukanya Azkia, dia nampak ketakutan.
“Ada dua mangsa yang harus kita bunuh malam ini juga!” Ujar perempuan itu sambil mengarahkan pisau kepada kami.
“Ya kita bunuh mereka! Aku akan membunuh laki-laki itu dan kau membunuh perempuan itu.” Boneka itu kini mengambil pisau diatas meja, dia mulai beterbangan didalam rumah itu.
“hihihihi… Mati kau!” Suara mengerikan dari boneka itu membuatku berdiri terdiam, tubuhku terasa mati rasa, dia mulai menghunuskan pisau kepadaku.
“Tidak!” Aku berteriak sekeras mungkin, dia mengayunkan pisau kearah kepalaku.

Sraaat Sreeet Sraaat…
Azkia menghalangi ayunan pisau tajam itu dengan punggungnya, pisau itu melukai punggungnya, dia tergolek lemas dalam pelukanku.
“Kenapa kau melakukan ini?” Tanyaku, kini aku sudah mengeluarkan airmata.
“Kakak harus tetap hidup ya, aku senang kok bisa kenal sama kakak, aku sudah menganggap kak Kurama sebagai kakak kandung Azkia sendiri.” Dia tersenyum manis, mulutnya pun perlahan mengeluarkan darah, matanya mulai sayu, perlahan-lahan matanya tertutup. Dia jatuh kelantai bercucuran darah.
“Kau itu siapa hah! Sampai tega membunuh orang tak berdosa.” Ku menatap mayat Azkia yang telah terkapar penuh darah, lalu kumelihat kearah 4 orang laki-laki yang mayatnya berserakan dan darahnya mengalir banyak, lalu 1 mayat laki-laki lainnya yang diperban terlihat tergantung didalam rumah itu.
“Nanti kita akan bertemu. Semua ini akan jadi kenyataan, kecuali jika kau mau membantuku.”
Perlahan perempuan dan boneka itupun menghilang dari hadapanku.

“Hahhh… Hahhh… Hahhh.” Napasku mulai ngos-ngosan seperti orang yang terkena asma saja.
“Jadi Cuma mimpi ya, mimpi yang sangat menyeramkan.” Aku melihat jam berdetik didinding kamarku. Aku memperhatikan jarum jam yang berputar menunjukan jam 5 sore.
“Ram mandi dulu kata Ibu sudah sore jangan tidur terus.” Teriak kakak ku dari luar kamar. Ya kakakku itu cukup bawel tapi sangat perhatian, namanya Kak Istifadah, aku memanggilnya Kak Isti.
“Ya kak!” Aku berteriak, ya terdengar dari suaraku kakak tau aku sedang jengkel.
“Kata Ibu, buat persiapan LDK dipuncak besok, yang harus dibawa apa saja?” Tanya kakakku yang kemudian masuk kekamarku.
“Ya nanti besok juga dikasih tau kak.”
“Oh ya sudah, mandi dulu sana!”
Aku menuju kamar mandi untuk mandilah, masa untuk makan.
Malam harinya…
Aku duduk termenung dipinggir tempat tidurku, masih memikirkan mimpi yang tadi.
“Maksud mimpi tadi apa ya? Kata perempuan dimimpi itu kejadian itu akan jadi kenyataan. Berarti Azkia akan…”

Triiit Triiit Triiit.
Bunyi ada sms masuk ke handphoneku. Aku mengambil handphoneku diatas meja belajar, Azkia yang mengirim pesan itu. Aku sms-an dengan Azkia malam ini.
Azkia: Kak besok ada acara gak kak habis pulang sekolah?
Kurama: Gak ada kok dek, Emang kenapa?
Azkia: Besok jam istirahat disekolah temui aku dikantin ya!
Kurama: Ya besok ya kakak tunggu.

Sekitar Jam 11 aku mulai mengantuk, semoga malam ini aku tidak mimpi aneh. Aku memejamkan mataku, suasana kamar sangat gelap karena aku sudah mematikan lampu. Disaat mataku sudah tertutup. Aku merasakan mulai ada hal aneh.

Jepak.. Jepuk… Jepak… Jepuk
 Aku mulai merinding, suara jejak kaki itu mulai terdengar semakin keras.
“Siapa itu!” Teriakku, aku semakin gemetar dalam kegelapan.
“Aku siapa? Bukankah tadi sore kau memimpikan aku?” Tanya perempuan itu.
“Mimpi? Berarti kau ingin membunuhku!” Aku mulai panik.
Muah… Aku merasakan dipipi kiriku ada yang menciumku.
“Aku kesini hanya untuk melihat keadaanmu, aku pergi dulu ya! Mimpi itu akan jadi kenyataan, suatu hari nanti pasti, kecuali kalau kau mau menolongku, selamat tinggal… selamat tinggal… selamat tinggal…” Perlahan suara itu mulai mengecil kemudian menghilang.
“Ternyata benar yah kata pepatah, mimpi adalah sesuatu yang akan jadi kenyataan.” Pikirku ketakutan, aku membaringkan tidurku kearah tembok dikanan tubuhku.
“ Sudahlah jangan kupikirkan mending tidur aja.” Aku memejamkan mata, kemudian tertidur
“Dimana aku ini? Jangan-jangan mimpi buruk lagi.” Aku melihat sebuah ruangan
Yang sangat besar, dindingnya berwarna biru. Aku masuk keruangan itu.
“Oh ya ini kan dikelas ya, tunggu! itu kan aku, Azkia dan Vino. Ini seperti kejadian tadi pagi saat istirahat.” Aku memperhatikan mereka.
“Ram aku kekamar mandi dulu ya.”
“Ya jangan lama-lama.” Setelah 5 menit berlalu Vino tak kunjung balik kekelas. Tak lama kemudian Vino kembali kekelas, wajahnya nampak berbeda. Mukanya kelihatan pucat.
“Kau kenapa Vin?” Tanyaku penuh dengan pertanyaan, saking penuhnya sampai luber.
“Aku tak kenapa-napa kok.” Jawab Vino dengan suara pelan. Dia tampak sekali berbeda. Tak lama kemudian bel masukpun terdengar.
“Kak aku kembali kekelas dulu ya!” Azkia sambil membenarkan tali sepatunya.
“Ya hati-hati ya.”

Aku memperhatikan, aku tau ini seperti kejadian tadi pagi. Teman-teman sekelasku pun masuk kekelas, tak lama kemudian Pak Lukman pun masuk menyampaikan pelajaran bahasa arab.
Aku memperhatikan diriku dan Vino dimimpi tersebut, bahkan aku sadar aku lagi bermimpi. Nampaknya ada yang berbeda dari Vino, diriku saat itu terlihat sedang memperhatikan diriku yang sedang memperhatikan pelajaran Pak Lukman. Saat itu aku menyadari bahwa saat itu aku tak terlalu khawatir pada Vino.
“Tadi kan Vino kekamar mandi ya.” Aku pun melangkahkan kaki menuju kekamar mandi. Aku sampai disana.
“Kau?” Mataku terbelalak. Melihat Vino digantung dikamar mandi.
“Kita bertemu lagi kan?” Kata perempuan itu.
“Lalu siapa yang dikelas itu?” Tanyaku yang nampak bingung diraut wajahku.
“Itu bonekaku.” Perempuan itu menjawab dengan santainya.
“Kenapa kau membunuh temanku!” Wajahku mulai memerah, bukan karena malu, tapi karena kesal kepada perempuan itu
“Ya bisa dibilang aku hanya iseng.” Jawab perempuan itu dengan suara pelan seperti tidak berdosa.
“Iseng? Kau telah membunuh Vino, teman dekatku, dan nanti kau akan membunuh Azkia kan!” Kekesalanku nampak memuncak.
“Ya pasti, kecuali jika kau mau membantuku.” Perempuan itu hanya tersenyum lembut.
“Membantu apa?” Tanyaku yang mulai penasaran pada sosok perempuan misterius itu. Dia memang terlihat masih muda, umurnya mungkin sekitar 16 tahun.
“Nanti kau juga tau, tenang aja suatu saat nanti aku akan memberitaunya, aku pergi dulu, aku akan menemuimu… menemuimu… menemuimu….” Suara itu menghilang, perempuan itu lenyap entah kemana.
Kakakku masuk kekamarku, dia ingin membangunkanku agar aku tidak telat sekolah.
“Ram, bangun! Sudah jam 6 pagi nanti kamu telat!” Kakakku membangunkan aku dengan menggoyangkan tubuhku cukup keras.
“Haaah!” Aku kaget terbangun, karena mimpi buruk itu tadi.
“Eeehhh… Kenapa Ram? Mimpi buruk ya?” Tanya kakakku sambil menepuk pundakku.
“Ya nih kak, aku mau mandi dulu ya siap-siap.” Aku bangun dan berjalan menuju pintu.
“Jangan lupa sholat shubuh Ram.” Teriak kakakku.
“Ya kakak.”
Aku selesai bersiap-siap, aku akan segera keluar kamar untuk berangkat sekolah.

Treet…. Treeet… Sms masuk dihandphoneku.
“Sms? Ada apa ya, tumben ada yang sms pagi=pagi gini.” Aku berjalan mengambil handphoneku diatas meja. Aku sudah mempunyai firasat yang buruk untuk ini, aku memegang handphoneku, kulihat Ali yang mengirim sms. Aku menjadi tidak terlalu khawatir karena Ali itu memang orangnya lucu. Aku membaca pesan itu.
Ram cepetan kesekolah, Vino ditemukan tewas tergantung di kamar mandi!!

Deg!!
“Apa?” Mimpi itu jadi kenyataan. Aku kaget dan langsung buru-buru kesekolah.
“Kak! Ibu! Ayah! Aku berangkat kesekolah dulu ya.” Aku mencium tangan mereka.
“Ya hati-hati Ram, Ini uang jajannya.” Ibu ku memberikan uang.
“Terima kasih ya Bu!”
Aku berangkat kesekolah jalan kaki dengan langkah kaki yang terburu-buru, karena jarak dari rumahku kesekolah cukup dekat.
Tak Tok…. Tak Tok… Aku melangkahkan kaki dengan cepat ketika sudah sampai digerbang sekolah.
“Si Ali kemana tuh anak, apa mungkin dia dikelas ya.” Aku sambil mengayunkan kakiku menuju kelas. Aku sampai didepan kelas, belum cukup ramai dikelas, Nampak hanya beberapa orang yang yang sedang berdiri memakai baju pramuka sambil bercakap-cakap dengan temannya. Aku langsung menaruh tas dibangku tempat aku duduk biasanya. Kini aku akan segera kelapangan untuk mencari Ali. Aku keluar dari kelas dengan terburu-buru.
“Misi ya misi…” Aku menyelip diantara 2 teman-temanku dengan cepat.
“Ram! Tunggu dulu.” Teriak seseorang laki-laki memanggilku dari belakang.
Pikirku dalam hati. “Siapa sih yang memanggilku, kan aku lagi buru-buru.” Aku memutarkan kepala dan badanku 180 derajat. Aku melihat sosok yang tak asing bagiku, dia teman kelasku, kulitnya coklat dan tidak terlalu tinggi, potongan rambutnyapun cukup rapih tapi tidak sesuai dengan pakaiannya yang tidak rapih, bisa dibilang kurang dari rata-rata. Bajunya terlihat dekil dan nampaknya baju itu belum digosok. Dia adalah Ridwan teman sekelasku.
“Ya kenapa?” Aku bertanya sambil berjalan menghampirinya.
“Kamu ikut aku, ditunggu Ali dikamar mandi, polisi juga sudah datang kesana.” Ridwan menghampiriku, lalu menarik tanganku dengan cepat.
“Ya tunggu! Santai aja sih.” Tanganku terbawa oleh tarikan tangan Ridwan.
“Kamu tau kan Vino telah dibunuh?” Tanya Ridwan kepadaku dengan mata yang serius.
“Ya tau, tadi Ali mengirim sms seperti itu padaku.” Aku dan Ridwan melangkahkan kakiku dengan terburu-buru.
“Ummm… Memang ada kejadian aneh kemarin, kita kemarin pulang terakhirkan bersama Vino, apa kamu tidak merasa hal aneh?” Dia memasang ekspressi yang tegang kali ini, Nampak urat-urat dikepalanya terlihat.
“Eeeeh… Ya juga ya. Tapi tadi---”
“Hai, Kak!” Seseorang memotong percakapanku dengan Ridwan, suara itu terdengar dari arah belakangku. Ya suara itu memang sudah tak asing bagiku. Aku memutar tubuhku.
“Kenapa Az?” Tanyaku kepada dirinya yang menghampiriku.
“Kakak mau kekamar mandi ya, melihat mayatnya Vino. Aku ikut ya kak!” Azkia memaksa untuk mengikutku.
“Ya sudah ayo, kakak juga buru-buru nih kesana.”
Kami melanjutkan langkah kaki kami menuju kamar mandi, sesampainya disana mayat Vino sedang dikeluarkan dari kamar mandi. Ali yang sedang berdiri didepan kamar mandi itu memperhatikan cara kerja polisi itu.
“Hei Hei Hei… Bengong aja dari tadi.” Kata Ridwan kepada Ali. Kami bertiga menghampirinya yang tampak mulai bingung. “Eh… Kalian…” Ali nampak kaget.
“Ada Apa Li? Kok kamu keliatan bingung?” Tanyaku.
“ Ummm… Ya aku bingung kenapa Vino bisa meninggal secepat ini.” Ali mulai memperlihatkan wajah sedihnya karena kehilangan teman sekelasnya.
“Emang dia meninggal kenapa?” Aku bertanya penuh dengan kebingungan.
“Dia tergantung dikamar mandi, aku yang menemukan mayatnya pagi ini. Ekspresinya itu yang menyeramkan, aku sampai terbayang-bayang saat melihatnya terombang-ambing tergantung.” Ali menceritakan hal itu dengan kata-kata yang mulai menakuti kami bertiga.
“Eeehhh… Tergantung? Ini seperti mimpiku tadi malam. Mungkin aku tau siapa yang membunuhnya.” Ucapanku terlihat ceplas ceplos.
“Siapa kak?” Dengan nada yang lembut Azkia bertanya.
“Yang membunuhnya seorang perempuan, tapi bukan murid disini. Bisa dibilang dia setan, dia selalu membawa boneka ditangannya, bahkan boneka itu bisa berbicara.” Nada bicaraku yang terdengar seram membuat mereka Nampak mulai ketakutan.
“Tapi aku lihat tidak ada luka apapun saat dia tergantung dikamar mandi, dia nampak seperti sedang bunuh diri. Aku bingung tau, ngomong-ngomong emang kamu bermimpinya seperti apa?” Tanya Ali dengan penuh rasa keheranan dipikirannya itu.

Aku mulai menceritakan mimpiku tadi malam kepada mereka bertiga. Saat aku selesai berbicara Nampak mayat Vino yang terbujur kaku telah dikeluarkan, dan akan dimasukan kedalam kantong mayat disana. Aku memperhatikan mayat Vino itu, dia masih memakai seragam sekolah dihari kemarin.
“Eh Az, bukannya Vino kemarin telah pulang bersama kita ya?” Tanyaku dengan kebingungan.
“Kan kakak tadi sudah bercerita kalau Vino kemarin itu boneka milik perempuan itu. Kakak lupa ya?” Azkia Nampak ketawa kecil kepadaku.
“Hee… Ya juga ya, padahal aku baru saja cerita ya, kenapa aku langsung lupa gini.” Aku hanya tersenyum polos kepada mereka.
“Ya sudah, kamu sebaiknya menceritakan hal ini ke polisi saja.”

Aku menghampiri pak polisi, kemudian bercerita tentang mimpiku itu. Tak lama kemudian bel masukpun terdengar. Kami kembali kekelas sementara polisi masih melakukan olah TKP, walau sebenarnya mereka mempercayai perkataanku itu. Seluruh siswa masuk kelas, namun tidak ada guru yang mengajar, mungkin karena masih focus kekasus itu kali ya.

Creeet Craaat…
Aku mulai menggambar dibukuku, itu adalah kebiasaan yang aku lakukan dikelas, daripada tidak ada kerjaan aku menggambar saja, ya itu masih mending daripada mengobrol apalagi menggosip seperti yang dilakukan anak perempuan.

Teeet… Teeet…. Bel bunyi tanda istirahat terdengar dengan kerasnya sampai ternyiang ditelingaku. Aku keluar dari kelas menu ju kekantor kepala sekolah untuk melaporkan persiapan LDK untuk besok, karena aku sebagai ketua OSIS pun harus bertanggung jawab mengenai acara LDK sekolah tahun ini. Aku berjalan dengan terburu-buru, lalu terdengar suara dari arah sebuah pohon disana.
“Kau akan mati… kau akan mati… kau akan mati…” Suara itu awalnya keras, tapi mengecil.
Aku menoleh kesamping, tempat pohon itu berada, sekitar 10 meter dari tempatku berdiri sekarang....

BLACK NIGHT VILLAGE Jilid 1 "Boneka Kutukan Disastrous"
( Chapter 2: Boneka Kutukan Disastrous )
Karya: Amrin S
Genre: Novel Horror, Adventure, Criminal.
Tokoh Utama: Kurama, Azkia, Ali, Istifadah
CHAPTER 2 : BONEKA KUTUKAN DISASTROUS

--------Hari ini tanggal 31 Januari 2015, berarti hari ini adalah hari persiapan kami untuk LDK ( Latihan Dasar Kepemimpinan ) Yang InsyaAllah akan dilaksanakan esok hari. Aku berjalan menuju kantor sekolah, karena sebagai ketua OSIS di MTs Al-Fatih, aku akan menyampaikan persiapan untuk hari esok LDK kepada Pak Aziz selaku kepala sekolah.

Diperjalanan menuju kantor sekolah, aku mendengar suara aneh itu lagi. Aku menoleh kesampingku, terlihat sosok perempuan itu lagi, memakai baju putih dekil, seperti kuntilanak, rambutnya panjang terurai, menutupi setengah bagian wajahnya. Darah nampak mengalir dimata kirinya. Lalu boneka itu matanya juga mengalirkan darah. Perlahan perempuan itu menghilang.

“Ram! Jangan bengong aja.” Seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh kebelakang, ternyata dia adalah Rohman teman sekelasku.
“Kamu mengagetkanku saja, Kenapa Man?” Aku bertanya dengan ada rasa cemas dan kebingungan.
“Tadi Azkia mencari kekelasmu, sekarang dia sedang didekat kantor sekolah mencarimu.” Kata Rohman.
“Oh ya, aku kan sudah janjian ya sama dia. Kebetulan aku juga akan segera kekantor kepala sekolah. Aku pergi dulu ya Man.” Aku langsung berlari terburu-buru, karena aku tak mau Azkia marah kepadaku yang lupa karena hal itu. Aku sampai sekitar 30 meter sebelum kantor kepala sekolah.
Aku terburu-buru. “Misi, sebentar, kakak buru-buru. Misi ya misi…” Aku menyelip diantara kerumunan siswa yang sedang melihat mading.
“Kak tunggu aku!” Azkia terdengar memanggilku dari belakang. Aku memutar badan, ternyata dia sudah berada tepat dibelakangku.Azkia adalah adik kelasku di kelas 8A.
“ Hai Kak Kurama! Kamu mau kemana? “ Sapa Azkia dengan ramah dan senyumnya yang lembut, Nampak lesung pipitnya terpampang diwajahnya disertai giginya yang putih bersinar serta terlihat dia lagi ceria dan bahagia.
“ Ini, aku mau ke kantor sekolah.” Jawabku dengan santai sambil tersenyum kepadanya.
“ Eeehh… Emang ada apa ya kak?” Tanyanya dengan wajah yang polos.
“ Mau laporan persiapan LDK.” Aku menoleh kekanan, kemudian menatapnya.
“ Oh gitu ya, setelah itu kakak ada waktu enggak ? Aku mau ngomong sesuatu ke kakak.” Dia Nampak memasang muka melas untuk mengajakku.
“ Ada kok, tenang aja.” Jawabku spontan.
“ Kalau sudah laporan, temui aku di kantin sekolah ya kak, ada yang ingin ku bicarakan. Kan kemarin aku sudah memberi tau kakak. Jangan bilang kalau kakak lupa.”
“Heee, gak kok, kakak gak lupa, Ya tunggu kakak ya dikantin, aku pergi dulu kekantor sekolah” Aku Nampak tertawa kecil, gigiku sampai terlihat.

Setibanya di kantor sekolah, ku langsung mengetuk pintu.
“ Assalamu’alaikum.” Sambil mengetuk pintu
“ Wa’alaikumussalam, Ya masuk aja Ram.”
Aku pun masuk ke kantor sekolah dengan santai.
“ Ada apa Ram?” Tanya Pak Aziz
“ Ini Pak. Kami selaku pengurus osis mau laporan, kalau segala macam persiapan buat acara LDK besok telah selesai dipersiapkan. “ Ujarku
“ Ya kerja yang bagus, tapi ada beberapa masalah lain.”
“ Masalah apa pak?” Tanyaku.

Pak Aziz mengambil handphonenya diatas meja “ Bapak baru dapat informasi, bahwa villa yang nanti akan kita tempati itu daerahnya angker, sebaiknya tidak keluar villa setelah maghrib dan kata penjaga villa disana, bahwa seminggu yang lalu ada kecelakaan disana, ada 1 keluarga tewas tapi yang anehnya organ tubuhnya dicuri.” Ujar Pak Aziz
“ Berarti kita harus berhati-hati ya Pak.”
“ Nanti setelah istirahat semua siswa akan dikumpulkan dilapangan untuk diberi beberapa pengumuman, ya diantaranya pengumuman ini.”
“ Ya, nanti akan saya beritahu para siswa untuk berkumpul.”
“ Terima kasih, nanti juga ada peraturan yaitu tidak boleh keluar villa setelah maghrib.”
“ Ya memang lebih baik seperti itu.”
“Ram, bapak dengar kamu bermimpi tentang kematian Vino ya. Bapak mau dengar ceritanya langsung dari kamu.” Pak Aziz sambil duduk dibangku tempat kerjanya.
Aku mulai menceritakan kejadian dimimpi itu secara ringkas dan jelas.
“Oh seperti itu ya.”
“Ya gitu deh pak, maaf ya pak saya pergi dulu ya Pak, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam”

Setelah itu, aku bergegas menemui Azkia di kantin. Azkia itu seorang yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan disaat dia kecil, sekarang dia diasuh oleh pamannya. Aku menganggapnya seperti adikku sendiri, karena aku memang tidak punya adik. Sesampainya di kantin, Azkia langsung memanggilku.

“ Kak! Sini!” Sambil merapihkan kerudungnya dia menyapaku dengan senyum hangatnya.
Lalu aku menghampiri dan duduk berhadapan di kantin.
“ Kenapa Az? Mau ngomong apa? “ Tanyaku sambil membunyikan jari-jariku yang pegal.
“Hmm.. Kakak mau tidak,nanti setelah pulang sekolah, temani aku ziaroh ke makam kedua orang tuaku, please kak!” Sambil tersenyum lembut dia mulai merayuku agar aku mau pergi bersamanya.
“ Ya Insyaallah, tapi aku pulang kerumah aku dulu, izin orang tuaku dulu, nanti jam 3 sore aku kerumah kamu deh.” Jawabku.
“Nah gitu dong, itu baru kak Kurama yang ku kenal, hee…” Dia tersenyum sambil mengedipkan mata kanannya.
“ Ya aja deh. Mau pesan apa Az?”Aku bertanya kepadanya, aku kini telah berdiri dari kursi untuk memesan sesuatu.
“Aku es teh manis aja deh kak, masih kenyang nih.” Azkia memegang perutnya yang sebenarnya lapar, karena daripagi dia belum sarapan.
“Yaudah kakak pesenin ya.” Aku pun pergi kekantin untuk memesan minuman. Aku kembali menghampiri Azkia.
“Az, kakak minta maaf ya.” Aku duduk dikursi, meletakan tanganku diatas meja.
“Ya gak apa-apa kok, kenapa minta maaf gitu kak.” Dia menaruh tangannya diatas meja, lalu jari-jarinya memegang dagunya sendiri.
“Gimana ya, kakak lagi mau minta maaf aja nih…” Aku berusaha mencari alas an, karena aku khawatir Azkia akan dibunuh perempuan itu, jadi aku ingin sebelum dia meninggal, aku sudah meminta maaf. Tak lama kemudian, pesanan pun datang.
“Ini dik minum pesanannya.” Sapa seorang Ibu penjaga kantin.
“Ya bu, terima kasih.” Aku mengambil minuman yang diberi oleh Ibu itu, lalu meletakan minuman diatas meja.
“Ih, kakak kok pesanannya ngikutin aku sih.” Azkia hanya tersenyum dan tertawa kecil.
“Ya gak apa-apa juga kan, kakak juga masih kenyang. Emang ada ya peraturan tentang gak boleh ngikutin pesanan makanan temen?” Tanyaku menatap matanya dengan lembut.
“Gak ada sih kak.. Hee…” Azkia hanya tersenyum dan tertawa kecil. Dia mulai menyeruput teh pesanannya itu.
“ Oh ya kak, tadi dikasih tau pengumuman apa aja sama kepala sekolah?” Tanya Azkia meletakan tehnya diatas meja.
“ Yang tadi bukan Az?” Aku memutar-mutar sendok diteh ku.
“ Ya lah kak, masa yang setahun lalu” Azkia sambil menggesekan tangannya kepinggir meja.
“Oh ya juga ya. Kamu kan ketua kelas 8A, bilangin ke teman kelas kamu, nanti pas LDK jangan keluar vilaa setelah maghrib, karena tempatnya angker, terus juga setelah istirahat seluruh siswa kumpul dilapangan.” Aku sambil meminum teh ku itu dengan secara perlahan, teh itu sungguh segar dan sangat nikmat.
“ Sip deh, nanti aku sampaikan.” Azkia tersenyum sambil menunjukan jempolnya kepadaku.

Teet… teet…teet… Tanda bel istirahat telah selesaipun berbunyi
“ Sudah bel tuh, saatnya kumpul dilapangan.” Aku sambil menghabiskan teh ku kemudian berdiri dari kursi.
“ Ya. Jangan lupa ya kak nanti sore.”
“Ya, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Aku pergi bersama pengurus lainnya untuk mengumpulkan para murid kelapangan.

Seluruh siswa pun dikumpulkan dilapangan untuk diberi beberapa pengumuman, diantaranya pengumuman yang tadi. Setelah itu seluruh siswa dipulangkan untuk persiapan LDK masing-masing, dan juga karena polisi masih melakukan TKP disekolah dan mayat Vino sekarang sedang diotopsi dirumah sakit jadi seluruh murid dipulangkan. Diakhir pengumuman itu, seluruh murid berdoa bersama untuk Vino supaya diringankan dialam kuburnya. Seluruh murid kini kembali kekelas dan siap untuk pulang. Ketika sudah sampai digerbang sekolah. Azkia sudah menungguku.
“ Kak sini dulu deh.” Sahut Azkia menyapaku dan berjalan menghampiriku.
“ Kenapa? “ Aku bertanya sambil melangkahkan kaki bersamanya.
“ Ziarohnya sekarang aja ya kak, kan baru jam 10 pagi, ya sekalian kita pulang bareng gitu.” Dia kembali merayu supaya aku melakukan permintaannya, dia memang terkadang mengeluarkan suaranya yang lembut, ditambah lagi dengan senyumnya yang manis, apabila dia meminta tolong kepada orang lain, pasti orang lain mau membantu karena sifatnya yang ramah itu.
“Hmmm… Boleh tuh, tapi kerumah kakak dulu ya kan dekat dari sini, setelah itu kerumah kamu, terus ziaroh deh.” Aku hanya bisa tersenyum kepadanya. Aku tau Azkia mau dibunuh perempuan itu jadi yang bisa kulakukan hanya bisa disampingnya agar hal itu tidak terjadi, dan jika hal itu terjadi, aku bisa membahagiakannya disaat terakhir.
“ Ya terserah kakak aja deh, Terima Kasih ya kak!.” Azkia tersenyum.

Terkadang aku memikirkan, pasti sedih jika ditinggal orang tua, tapi Azkia selalu saja terlihat bahagia untuk menutupi kesedihannya. Aku jadi simpati kepadanya, anak seperti dia sudah ditinggal pergi orang tuanya. Dia sudah kuanggap adikku sendiri, jadi akan kujaga dia. Aku masih beruntung orang tuaku masih hidup.
Disaat perjalanan pulang, dia sering bercerita kepaku tentang orang tuanya. Azkia bilang, dia kangen sama orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan, apalagi Azkia itu anak tunggal, aku mendengar ceritanya jadi sedih.

Setibanya dirumahku, ku langsung mengucapkan salam
“ Assalamu’alaikum”
“ Wa’alaikumussalam.” Ibuku menjawab salam dan membukakan pintu.
Kulihat dirumah hanya ada Ibu dan Kakakku yaitu Kak Istifadah, sementara Ayahku sedang kerja. Ibu dan kakakku sedang duduk menonton televisi diruang tamu.
“ Ibu, aku mau main kerumah Azkia dulu ya, setelah itu kami mau ziaroh ke makam orang tuanya Azkia.” Aku meminta Izin dengan memasang muka melas.
“ Ya Ibu Izinkan, tapi sebelum pergi makan dulu, kan kamu belum sarapan.”
“ Ya nanti aku sarapan, aku ganti baju dulu ya.” Gigiku terlihat saat aku tersenyum karena diizinkan pergi bersama Azkia.
“ Azkianya suruh masuk dulu sini, kan diluar panas.” Ibuku beranjak dari sofa.
“Ya bu”
Aku langsung keluar rumah menghampiri Azkia.
“Az, masuk dulu sini, diluarkan panas” Sapaku dengan hangat.
“Ya kak!” Dia hanya tersenyum.
Aku pun mengganti baju di kamar, Azkia menungguku diruang tamu, dia bersama Kak Istifadah, sementara Ibu ku pergi sedang ke pasar.
Setelah ganti baju, aku langsung menemui mereka berdua yaitu Kak Istifadah dan Azkia.
“ Ayo pergi Az, aku pergi dulu ya kak!” Aku menunjukan gigiku dan tersenyum.
“ Kata Ibu kan suruh makan dulu.” Omel kakakku yang langsung berdiri dari sofa.
“ Hee… Lupa” Aku tertawa santai.
“ Ya makan dulu sana, masih kecil kok sudah pelupa”
“ Hee… Ya Kak!”
“ Cepat ya kak!.” Azkia pun juga tertawa.
“Ehheeemmm, Eheeemmmm.” Kak Istifadah meledek
“ Apalagi sih kak?” Tanyaku dengan bingung.
“ Gak apa-apa, cepat makan, sudah ditunggu tuh sama Azkia.”
Aku pergi ke dapur untuk mengambil makan, ku lihat lauknya ada kangkung dan telur sambal. Ya aku bersyukur masih ada makanan. Setelah mengambil makan aku langsung menghampiri Azkia dan Kak Istifadah. Aku duduk disamping Azkia di sofa.
“ Ram, Azkia juga ambilin makan dong!” Kak Istifadah tersenyum sambil memainkan handphonenya, dia menatap kearahku.
“ Gak usah kak, jangan repot gitu.” Sahut Azkia yang juga sedang memainkan handphonenya. Sambil tertawa-tawa seperti orang gila.
“ Sudah gak apa-apa anggap aja ini rumah sendiri.” Kata Kak Istifadah
“Ya tuh benar, anggap aja dikeluarga sendiri.” Kataku.
“Yaudah deh. Terima Kasih ya Kak!” Dia menatap kerahku dengan tertawa.
Aku Langsung mengambil makan untuk Azkia.
“Ini Az.” Aku memberikan makanan dan meletakannya diatas meja.
“Terima kasih kak!” Dia menatapku sebentar kemudian bermain handphone lagi.
“Minumnya sekalian dong Ram.” Kakakku hanya tersenyum.
“ Ya ya ya Kak…” Aku memasang wajah malas, memang kakakku itu menjengkelkan.
“ Tunggu! Tanya dulu lah Azkia mau minum apa lah.” Kata Kakakku sambil mengangkat tangan memanggilku.
“ Ya terserah kakak aja deh.” Jawab Azkia spontan, dia kembali bermain handphonenya. Dia juga mulai menyebalkan. Aku hanya cemberut berjalan kedapur.
Aku pergi kedapur membuatkan es teh manis untuk Azkia
“Ini minumnya tuan putri.” Aku memberikan minuman dengan rasa hormat.
“ Dih, apa sih kak. Biasa aja sih.” Ujar Azkia, dia tertawa melihatku berlagak seperti itu.
“Lagian dari tadi aku seperti pelayan aja.” Aku cemberut dan mengerutkan alis. Meletakan teh itu diatas meja, Azkia pun mengambil teh itu.
“SSsssssstttt, Gak boleh gitu sama calon istri sendiri.” Kakakku meledek, sambil tersenyum kepada kami berdua.
“Hugghhh… Hugghh..” Azkia keselek sambil memegang lehernya.
“Apa sih kak, mulai gak jelas nih.” Dia meletakan tehnya diatas meja. Kami pun makan bersama disana, ya sangat menyenangkan memang tertawa bersama teman, mengumpul bersama keluarga
Tak lama kemudian memang tidak kerasa, kami pun sudah menghabiskan makanan kami. Kami keluar dari rumah.
“ Aku pergi dulu ya kak.” Melambaikan tangan kepada kakakku.
“Hati-hati ya Ram, jaga Azkia baik-baik” Kakakku juga melambaikan tangan dibarengi dengan senyumnya yang manis seperti pare. Kakakku memang menjengkelkan.
“Ya pastinya” Aku memutar badan, berjalan menuju kearah utara bersama Azkia.
Setelah itu aku berjalan bersama menuju ke rumah Azkia. Aku memakai kemeja panjang biru dan celana panjang hitam. Sesampainya didepan rumahnya Azkia, aku langsung disuruh masuk ke rumahnya oleh Azkia
“ Ayo masuk kak!” Azkia menyuruhku dengan nada yang lumayan meninggi. Bisa dibilang nada suara Azkia sekarang berada di titik La, atau mungkin Si.
“ Dirumah kamu ada siapa?”Tanyaku sambil memegang dedaunan pohon kecil disampingku.
“ Ya sepi lah, aku kan dirumah sendirian.” Wajah Azkia berubah cepat menjadi sedih.
Aku masuk kerumahnya, dan menunggu diruang tamu.
“ Kak tunggu sini aja ya, aku mau ganti baju dulu, jangan ngintip, awas aja kalau ngintip ke kamar!” Sambil menatapku tajam, dan menunjuk kearahku.
“Ya gak lah Az, kakak gak bakal ngintip.” Aku mendudukan diri diatas sofa empuk.
Azkia masuk kekamarnya untuk mengganti baju. Ku lihat didinding ada foto Azkia bersama almarhum orang tuanya. Ya Azkia hidup sendiri, dirumah itu sangat sepi, ku pikir Azkia pasti kesepian dirumahnya, Walau pun biaya kehidupan Azkia dibayar pamannya, terkadang pamannya Azkia member uang serta sayuran yang kemudian Azkia masak sendiri. Jadi ketika pagi dia sering belum sarapan, terkadang juga dia membeli nasi diwarung makan. Sungguh menyedihkan.
Setelah 5 menit kemudian, Azkia selesai mengganti baju. Azkia keluar dari kamarnya, dia memakai kerudung hitam, kemeja putih, rok hitam, aku terpesona melihatnya.
“ Kak ngeliatin aku nya biasa aja sih, aku cantik kan?” Dia tertawa kecil dan menatapku lembut.
“ Dih, pede banget kamu, kamu kan jelek.” Aku meledeknya sambil menjulurkan lidahku.
“Ih, kakak mah gitu.” Bibirnya menungkik kearah bawah, dia Nampak cemberut. Lesung pipitnya juga terlihat jelas.
“ Hee.. maaf. Kamu lumayan cantik kok.” Dengan tersenyum kecil, aku meminta maaf.
“Hee.. terima kasih kak”
“ Berangkat sekarang yo!.”
“ Ya ayo.”
Sesampainya di pemakaman, kami membaca salam, surat yasin dan tahlil bersama lalu ditutup dengan doa.
“ Ayah, Ibu. Azkia disini baik-baik aja, kalau ayah dan ibu bagaimana?, apa jasad ayah dan ibu masih utuh? Ayah dan Ibu bahagia atau tidak? Aku selalu doakan Ayah dan Ibu kok, selalu, setiap saat bahkan disetiap detik aku selalu doakan Ayah dan Ibu.” Azkia menangis
“ Sudah jangan sedih ya.” Aku memberikannya tisu.
“ Ya kak.” Dia mulai mengusap airmata yang mengalir dipipinya.
Setelah itu aku mengantarkan Azkia pulang kerumahnya. Sesampainya didepan rumahnya, aku melihat anak pamannya Azkia.
“Az, itu siapa?.” Tanyaku sambil menunjuk kepada dua orang yang sedang mengobrol didepan rumah paman Azkia.
“ Itu Putri dan Kak Rasya, anak pamanku. Mereka berdua kakak beradik.”
“Oh, yaudah aku pulang dulu ya Az.”
“ Ya hati-hati ya kak. Terima kasih ya sudah mau nganterin Azkia. Hee..” Azkia tersenyum.
“Ya sama-sama kok, besok kamu datang jam berapa Az?”
“ InsyaAllah jam 6 Pagi, kalau kakak?”
“Ya sama seperti kamu.”
“Kakak mah ngikutin aku aja.” Azkia meledek.
“Gak kok, aku pulang dulu ya. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam.”

Aku pun pulang kerumah untuk mempersiapkan buat acara LDK besok.
Jam setengah 6 pagi, aku terbangun dari mimpi. Lagi dan lagi aku terus bermimpi aneh. Dedauan dipohon tampak bergoyang karena semilir hembus angin pagi yang dingin, mataharipun sudah mulai menunjukan jati dirinya untuk membuat bumi tersenyum. Dibarengi dengan suara kicauan burung serta ayam yang berkokok dengan kerasnya. Aku berangkat kesekolah sekitar jam itu. Tak lama kemudian sekitar jam 6 pagi aku sampai kesekolah dan aku berjalan menuju kelasku, tempat aku sering bercanda dan tertawa bersama teman-temanku, aku yakin disaat aku lulus nanti pasti teman-temanku akan rindu ingin seperti dulu lagi, kelas bagaikan pasar yang sangat ramai, apalagi saat mendengar guru akan rapat, pasti seluruh murid akan bahagia karena pulang lebih cepat.

Semilir angin menuntunku berjalan menuju kelas. Gesekan antara sepatuku dan lantai yang terdengar berirama membuat aku bersemangat pagi ini yang akan pergi menuju villa dipuncak, ditambah lagi dengan hembusan angin yang membuat pohon mengayun-ngayunkan rantingnya, dedaunan pun mulai tampak menari. Ku melihat teman-temanku sedang siap-siap dengan barang bawaannya karena LDK kali ini akan dilaksanakan dipuncak hampir 7 hari lamanya. Ketika hendak menuju ke kelasku, aku melihat Azkia sedang duduk dibangku taman dengan memegang syal warna biru, aku menghampiri dan menyapanya.

“ Hmm… Kok sendirian aja sih” Aku memanggilnya dari belakang bangku taman.
“Ih kakak mah ngagetin aku aja.” Sambil memasukan syal kedalam tas
“Ya, lagian kamu malah disini sendirian, kan 30 menit lagi bis mau berangkat.”
“Ya aku sudah tau kok. Kak sini duduk dulu, aku mau ngobrol sebentar sama kakak.” Dia kembali menunjukan keramahannya. Tapi walau pun ramah, dia pandai sekali beladirinya, sama sepertiku.
“Ya sudah mau ngobrol apa?” Tanyaku dengan lembut, aku duduk disampingnya.
“Kakak sekarang milad ya? Kakak sekarang umurnya berapa tahun?” Tanya Azkia tersenyum.
“Hee.. sekarang kakak umurnya 15 tahun, kamu tau dari mana?”
“Dari Facebook aku taunya, Selamat milad ya kak, semoga panjang umur, tambah ilmunya, rajin ibadah, cepat punya pacar yang sholihah.” Dia tersenyum sambil tertawa kecil.
“Apa sih kamu tuh, kan masih kecil jadi gak boleh pacaran lah.” Aku berkata seperti sedang memarahinya.
“Hee, Bercanda kok, maaf ya kak” Sambil tersenyum, dan menunjukan 2 jarinya.
“Ya aja deh, ke bis yuk!” Aku mengajaknya sambil beranjak dari bangku taman.
“ Ya ayo” Azkia pun berdiri dari bangku, dia mulai merapihkan tas serta kerudungya. Kami berjalan bersama menuju bis.
Setelah sampai dilapangan, tempat bis berada. Ali datang memanggiku.
“ Ram sini dulu!.” Sahut Ali memanggilku.
“ Ya kenapa?” Aku menghampirinya.
“ Ram, sekarang anak kelas 9 disuruh ngumpul di kelas, ada pengumuman.”
“ Ya bentar, aku mau memasukan barang bawaanku ke bis, ngomong-ngomong aku di bis berapa?” Tanyaku.
“ Kamu duduk bersamaku di bis 4, Azkia di bis 4 juga. Dibis yang itu” Ali menunjuk kepada bis besar yang berada dipojok lapangan.
“Oh, Terima kasih ya.”
“Kak, tas kakak aku bawain ya, anggap aja balas budi yang kemarin. Kakak kekelas dulu aja sana, nanti bisa diomelin kak kalau telat.” Dia tersenyum.
“ Terima kasih ya Az.” Aku meletakan ditanah barang bawaanku.
“Ya kak sama-sama.” Dia mengambil barang bawaanku kemudian berjalan menuju bis.
Aku pergi menuju kelas bersama Ali, sementara Azkia naik ke bis, setelah sampai didalam bis, Rina memanggil Azkia.
“Az! Sini!” Rina berteriak, suaranya sangat cempreng untuk seorang perempuan.
“Ya bentar!” Azkia berjalan menghampirinya
“Kamu duduk nya disebelahku.” Menunjuk kebangku disebelahnya.
“Kalau Kak Kurama duduk dimana?” Tanya Azkia dengan senyum.
“Hmmm.. cie kok nanyain.” Rina pun tersyum juga kepadanya.
“ Apa sih Rin, jangan ngomong gitu sih.” Azkia pipinya memerah, dia tersipu malu.
“ Terus kenapa kok kamu nanya gitu ?” Tanya Rina menunjuk kearah Azkia.
“Ya ini aku bawa tas Kak Kurama, jadi dia duduk dimana di bis?”
“Disitu sebelah kamu, tapi masih terpisah buat jalan di tengah bis. Jadi gak bisa deket-deketan” Rina menunjuk kesebelah kirinya, atau kanannya Azkia.
“Dih, kok bias sebelahan gini?” Azkia tampak kebingungan.
“Ya memang sudah ditentuin mungkin.”
“Sama siapa ditentuin?”
“Ya aku tak tau Az.”
“Hmm… Ya bagus deh kalau sebelahan, kan kalau mau ngobrol gampang.” Azkia tersenyum
“cie ya kan!” Rina meledek Azkia.
“Apa sih kamu tuh cie cie aja!” Dia hanya tertawa kecil.
“Hee.. gak apa-apa kok.” Rina pun juga tertawa, mereka tertawa bersama.
Sementara aku sudah sampai ke kelas. Ku lihat sudah ada kepala sekolah dan teman-temanku yang berkumpul didalam kelas.
“ Kamu kemana aja? Ketua OSIS kok datangnya telat!.” Pak Aziz menatap tajam kearahku, dia memarahiku.
“Ya pak maaf.”
“Ya sudah, duduk sana, ada beberapa pengumuman.”
Kemudian Pak Aziz memberi kami pengumuman tentang LDK.
“Ya langsung saja bapak akan memberi beberapa pengumuman. Kita berangkat hari ini jam setengah delapan pagi, dan pulang pada hari jum’at setelah sholat jum’at. Jadi ketika laki-laki sholat jum’at, yang perempuan beres-beres villa dan kerja bakti, mengerti?”
“Ya kami mengerti pak.” Kami serentak menjawab.
“Ya sudah, bawa barang bawaan dari sekolah yang diperlukan untuk acara disana lalu taruh di bagasi bis.”
Kami pun langsung menaruh barang bawaan yang diperlukan ke bagasi bis. Setelah itu kami langsung masuk ke bis, ada 5 bis yang disewa. Setelah sampai di dalam bis, ku duduk ditempat dudukku disamping Azkia, tapi masih terpisah jalan dipertengahan bis. Ku lihat dia sedang memakai Headset mendengarkan lagu.
“ Kak!” Azkia sambil melepas Headset.
“Kenapa Az?” Tanyaku.
“ Gak apa-apa iseng aja blee…” Azkia meledekku.
“Huft… Gak jelas kamu tuh.” Aku menunjuk kerahnya.
“Hihihi…Biarin dong, kali-kali iseng ke kakak.” Azkia tertawa dengan lesung pipitnya
“ Ya deh gak apa-apa.” Aku hanya tersenyum kepadanya.

Setelah itu kami diabsen oleh Pak Lukman, kemudian jam setengah delapan pagi kami berangkat menuju villa di daerah Bogor. Sebelum berangkat kami berdoa bersama-sama, supaya diberi keselamatan dan sampai kesana.

Diperjalanan menuju villa, aku dan Azkia mendengarkan lagu di handphone kami masing-masing dengan headset. Aku juga bermain game dihandphoneku, karena aku merasa bosan dibis. Disaat aku sedang asyik bermain game, Azkia lalu mengirimkan sms kepadaku.

Azkia: Kak sms-an yuk!
Kurama: Ngobrol aja sih, kan dekat ini, samping-sampingan lagi -_-
Azkia: Aku mau dengarin lagu dulu, lagi pula kalau ngobrol nanti didengar yang lain
Kurama: Emang kenapa kalau didengar yang lain?
Azkia: Ya aku malu lah kak
Kurama: Kok malu?
Azkia: Ya gitu lah, nanti kita dikira pacaran, padahal kan gak.
Kurama: Ya terserah kamu saja deh.

Kami pun cukup lama sms-an, setelah sampai didaerah Bogor, kami melihat pemandangan yang sangat indah dan cukup sejuk. Kami tiba di villa jam 10 pagi, sekitar 2 jam setengah perjalan dari Jakarta menuju Bogor. Kami pun turun dari bis dan membawa barang bawaan kami menuju vilaa yang sangat besar itu, ada 40 kamar dari 3 lantai di villa itu. Aku berada di kamar 04 bersama Ali, Ridwan, Rohman, Yusuf. Sementara Azkia dikamar 32 bersama Tiara, Ratna, Rina dan Rahma. Para siswa diberi waktu sampai jam 12 siang untuk berkeliling sekitar villa. Setelah selesai membawa barang bawaan ke kamar, aku bergegas menuju kamarnya Azkia.

“Tok tok tok… “Aku mengetuk pintu dengan pelan.
Rina membukakan pintu “ Wa’alaikumussalam, eh ada kakak, ada apa kak?”
“ Ini… aku mau ketemu Azkia, ada gak?” Tanyaku
“Ada, bentar ya kak. Az! Ada Kak Kurama pengen ketemu kamu tuh.” Sahut Rina
“ Ya kak, sebentar lagi pake kerudung.” Azkia berteriak, lalu membuka pintu dan menghampiriku
“ Maaf kak, lama ya nunggunya ya?.”Dia tersenyum.“ Gak kok.” Jawabku santai.
“Ada apa kak, tumben mau ketemu sama Azkia, Kangen ya!” Dia hanya tertawa kegeeran.
“Dih pede banget kamu tuh, aku kesini Cuma mau bilang, jalan-jalan yuk Az, pemandangan disini indah tau.”
“Sama siapa aja?” Tanya Azkia.
“ Hmm.. kita berdua aja.”
“Hmm… ya aku mau kok, Azkia mau ngambil jaket dulu ya, dingin tau diluar.”
“Ya cepat.”
Azkia masuk kekamar untuk mengambil jaketnya, lalu kembali menghampiriku
“Dah ayo kak.”
“Ya, kamu mau kemana?” Tanyaku.
“ Ya terserah kakak aja deh, yang penting mah jalan-jalan.”

Kami berjalan melewati kebun teh dipegunungan. Suasana disana sangat sejuk, dengan angin yang sepoi-sepoi, hingga kami sampai disebelah sungai yang tidak terlalu dalam tapi airnya lumayan deras dan cukup besar sungainya. Kami duduk ditepi sungai.
“Sejuk ya disini.” Gumamku sambil melempar batu ke arah tengah sungai.
“Benar sih, pikiran jadi tenang ya kak.” Azkia tersenyum menatapku lembut.
“Tau gak?” Aku menatapnya balik.
“Tau apa kak?” Tanya dia, wajahnya keheranan.
“ Kalau melihat air sungai yang deras itu bisa menghanyutkan perasaan sedih, dan membuat hati jadi bahagia lagi.” Ujarku sambil melempar batu kerikil kearah sungai.
“Emang iya ya? Tau dari mana kak?” Tanya Azkia
“ Pernah baca diinternet.”
“ Benar sih, dengan begini aku tak sedih lagi, tidak seperti kemarin.” Azkia tersenyum memejamkankan mata.
“ Jangan bohongi perasaan kamu sendiri, kakak tuh sering perhatiin kamu, pasti kamu lagi sedih.”
“Aku gak bohong kok.”
“Jangan bohong napa, kakak tuh pernah baca, jika seseorang tersenyum sambil memejamkan mata, maka dia sedang berbohong, lagian juga kita kan sudah bersahabat lama sekali, jadi tuh kakak tau banget sifat kamu.”
Azkia mengeluatkan airmata. “ Kak, Maafin Azkia yah, sudah bohongin kakak, sebenarnya aku masih sedih, kangen sama orang tua.”
“Ya, Tak apa-apa kok, kakak ngerti perasaan kamu.” Aku tersenyum kepadanya.
“Kak, itu apa?” Sambil menunjuk kearah boneka kecil dan sepucuk surat di balik batu.
Aku mengambil boneka itu. Boneka itu memakai baju merah panjang serta rambutnya hitam panjang.
“Boneka ini kan?” Tanyaku dengan rasa cemas.
“Kenapa kak?” Azkia malah balik nanya kepadaku.
“Ini boneka yang dipegang perempuan yang membunuh Vino. Itu berarti…” Aku menghentikan perkataanku dan terdiam sejenak, bahkan aku menelan ludah sebentar.
“Berarti apa kak?” Tanya Azkia makin penasaran.
“Kita berdua akan mati disini!” Aku berkata hal itu penuh dengan ketakutan dan kembali menelan ludah.
“Mati? Maksud kakak, kita akan mati disini sekarang juga?” Tanya Azkia, dia mulai cemas.
“Ya, ini sesuai dengan mimpiku malam itu.”
“Mimpi apa?” Tanya Azkia dengan tanda Tanya besar.
Aku mulai menceritakan mimpi itu kepada Azkia, yang menceritakan 5 laki-laki dan Azkia yang dibunuh disebuah rumah.
“Kakak tenang aja, kita takkan mati semudah itu, sebaiknya kita tolong aja perempuan itu.” Azkia tersenyum menutupi kekhawatirannya.
“Ya benar juga.” Aku juga tertawa sama seperti dia yang mulai khawatir tentang hal ini.
Lalu kami membaca surat itu, disurat itu tertulis dengan tulisan darah

Mintalah pada boneka ini, ia akan mengabulkan 5 permintaan yang kau ingin kan, namun barang siapa yang meminta pada boneka ini, maka setelah meninggal, ia tidak akan masuk surga dan tidak masuk neraka. Mintalah pada boneka ini pada malam jum’at

“ Apa maksudnya kak?” Tanya Azkia
“ Kakak juga kurang tau, tapi kita jangan meminta pada boneka ini, karena itu perbuatan syirik.” Ujarku
“ Boneka dan suratnya aku simpan ya kak.” Sambil memasukannya kedalam jaket
“ Ya, tapi jangan kasih tau siapapun yah.”
“Bagus! Kalau kalian menolongku, kalian akan kuselamatkan.” Suara itu terdengar dari arah bawah jembatan disebelah kanan kami. Kami menoleh kearahnya, dia adalah perempuan itu. Tubuh kami terasa kaku, dia datang menghampiri kami, seperti ingin memberi kami sesuatu, entah apa sesuatu itu.
“Kemarilah!” Teriak perempuan itu. Kemudian menghilang.
“Apa yang akan kita lakukan kak? Aku takut.” Tangannya yang lembut itu mulai gemetar ketakutan, ditambah lagi suara derasnya air sungai membuat kami tidak bisa berpikir.
“Tenang aja Az, ka nada kakak disini.” Aku tersenyum menenangkannya, walau sebenarnya kami seperti dihantui bayang-bayang yang disebut dengan kematian.

Apakah mimpi itu akan jadi kenyataan? Rasa cemas itu selalu saja menghantuiku setiap saat. Aku mulai ketakutan hanya karena seorang perempuan aneh itu dengan bonekanya. Apakah kami harus mati seperti dimimpi itu, apakah hidupku harus berakhir ditangannya? Aku belum siap untuk mati, aku masih punya banyak kesalahan dan harus meminta maaf kepada orang lain. Rasa kecemasan kami mulai meninggi saat perempuan misterius itu hadir, tak ada pilihan lain, untuk menyelamatkan hidup kami, berarti kami harus menolong perempuan itu. Apakah perempuan itu adalah setan? Atau mungkin dia adalah arwah yang gentayangan yang ingin meminta tolong kepadaku agar aku mau membantunya dan dia bisa beristirahat dengan tenang.

Setelah lama berpikir, aku memutuskan untuk membantunya, tapi dia minta tolong apa? Aku merasa bingung, dengan ucapannya. Kalau dilihat dari boneka ditangan kirinya, pasti ada hubungannya dengan boneka itu, jadi apa yang harus kami lakukan dengan boneka itu? Mengapa dia menyerahkannya kepada kami? Beribu-ribu pertanyaan bahkan berjuta-juta pertanyaan terasa mengiang-ngiang seperti terus berputar-putar dipikiranku.
Suasana disana sangat dingin, daun terasa berguguran dari pohonnya tertiup angin. Daun itu Nampak pasrah tidak ada kekuatan, dia tidak menentu arahnya, karena dia lemah, dia dikendalikan oleh angin. Aku menatap daun itu, aku tak mau berakhir seperti daun itu, awalnya bersama-sama dengan daun lainnya disebuah pohon, namun karena suatu kesalahan dia akhirnya terbang tak menentu tertiup angin. Daun itu seperti seseorang yang tidak mempunyai tujuan hidup, dia tidak tau arah. Aku ingin jadi seperti angin, yang selalu berguna menunjukan jalan bagi daun itu. Sangat berguna bagi orang lain.
Ku menatap sebuah ranting kayu yang sedang terbawa derasnya arus sungai, karena ranting itu tak punya kekuasaan, dia pun harus tertindas mengikuti derasnya arus sungai, entah mau dibawa kemana ranting itu, mengikuti derasnya arus sungai yang tidak tau mau mengarah kemana. Aku tak mau seperti itu, karena aku lemah, justru aku yang tertindas karena dikendalikan perempuan aneh itu. Aku harus mencari cara, tapi apa itu, aku kebingungan.
Disaat kami sedang berbincang-bincang mengenai, Ali menghampiri kami.
“ Kurama, Azkia! Kalian berdua lagi ngapain? Lagi kencan ya, cie cie.” Sahut Ali
“ Gak sih, kan gak boleh pacaran ya kak.”
“ Ya.” Aku menganggukan kepala
“Aku boleh cerita gak? “ Tanya Ali
“ Cerita apa?” Tanyaku
“ Kan tadi orang tuaku sms, minta dititipin oleh-oleh padahal kan uang jajanku tinggal sedikit, orang tua ku itu sangat menyebalkan. Dirumah saja aku selalu dimarahi karena jarang belajar, tiap hari dimarahi terus, kan menyebalkan banget tau.” Kata Ali
“ Jangan begitu juga, mereka kan masih kedua orang tua kamu.” Kata ku
Azkia mulai geram, dia mengepal tangannya.
“ Heh ! Jangan ngomong sembarangan ya! Seharusnya kamu itu bersyukur masih memiliki orang tua, masih ada yang peduli dan sayang sama kamu, masih ada yang perhatian dan nyuruh kamu belajar! Karena dia masih orang tua kamu. Sementar aku, aku, aku… aku ingin sekali bertemu orang tuaku, tapi kini mereka telah meninggal! Aku ingin merasakan kasih sayang orang tua walau cuma sebentar!.” Azkia menangis dan pergi meninggalkan Aku dan Ali.
Aku melambaikan tangan kearahnya “ Azkia tunggu!, kamu sih Ali, lagian kamu ngomong gitu, Azkia jadi menangis kan.” Aku menyusul Azkia.
“ Kamu mau kemana?” Tanya Ali.
“ Nyusul Azkia lah!” Ekspresiku yang tampak mulai marah.
Azkia berlari sampai melewati kebun teh, aku berhasil menghadangnya.
“Az, tunggu dulu!.”
“ Kenapa lagi sih kak?”
“Ya kamu jangan sedih gitu sih.”
“ Maaf ya kak, aku Cuma sedih aja, lagian Ali gitu banget, yang ada dia yang ngeselin.”
“ Ya, kakak ngerti kok perasaan kamu, jangan sedih lagi ya.”
“ Ya kak.” Azkia tersenyum dan mengusap airmata dipipinya .
Ali menyusul kami dan meminta maaf pada Azkia, dia pun memaafkannya. Setelah itu Aku dan Azkia duduk di pinggir lapangan.
“ Kenapa masih sedih?”
“ Gak kok.”
“ Hmmm. Yaudah, kita kembali ke villa yuk, sudah mau Dhzuhur nih.”
“ Ya emang sekarang jam berapa kak.”
“ Jam setengah duabelas.” Aku melihat jam di handphone ku
“ Ayo ke villa kak.” Azkia mengajakku.“ Ya.” Kami pun kembali ke villa.


BLACK NIGHT VILLAGE JILID 1
" CHAPTER 3 ( KEJADIAN ANEH ) "
Penulis: Amrin S.
Tokoh Utama: Kurama, Azkia, Ali, Istifadah
Genre: Novel Horror, Adventure, Criminal
Rilis, 25 Desember 2015
CHAPTER 3 ( KEJADIAN ANEH )
Waktu makan siang pun telah tiba, para muridpun makan siang, kali ini lauknya telur ceplok dan nasi goreng, itu adalah makanan favoritku. Setelah mengambil makan, aku menuju teras villa sekalian untuk melihat pemandangan. Disaat aku ingin melangkahkan kakiku kesana,aku mendengar suara lari langkah kaki berjalan menuju kearahku, lalu ada seseorang yang memanggilku, aku menoleh kebelekang, ternyata dia adalah Citra, adik kelasku dikelas 7A.
“ Kak, sini deh, aku mau ngomong sesuatu.”
“ Ya kenapa Cit? “ Aku berjalan menghampirinya.
“ Kak, selamat milad ya kak, ini buat kakak, dari aku.” Dia memberiku sebuah kado dengan bungkus kado berwarna merah, dengan gambar kertas kado yaitu gambarnya gambar mobil di film cars. MC Queen.
“ Apa ini?” Tanyaku sambil memegang dan melihat kado itu.
“Kalau penasaran, buka aja kak.” Citra tersenyum kearahku.
Aku lihat ternyata isinya sebuah kaos.
“ Hmmm… Terima kasih ya.” Aku tersenyum kepadanya.
“ Ya sama-sama.” Dia pergi berlari kekamarnya, mungkin karena dia malu.
Azkia diam-diam memperhatikanku, lalu dia berlari menuju teras villa dilantai dasar. Aku melihatnya, aku masuk ke kamar menaruh hadiah dari Citra, lalu menghampiri Azkia di teras. Kulihat dia sedang duduk termenung melihat pegunungan yang indah, aku menghampirinya.
“ Kok sendirian aja Az? Sudah makan belum?” Tanyaku dengan sapaan yang lembut seperti kapas.
“ Hmm.. sudah kok, iya nih lagi pengen sendiri aja.” Dia Nampak sedih.
“ Az, kita kelapangan mau gak?”
“ Yaudah ayo.”
Aku dan Azkia pergi menuju lapangan didekat villa.
“Kak aku masih takut nih kak.” Azkia seperti sangat khawatir, dia berjalan disampingku.
“Ya jangan seperti itu, kita takkan mati sebodoh itu kok.” Aku menenangkannya.
Kami bercakap-cakap selama perjalanan menuju lapangan, kami telah sampai disana. Kami duduk disebuah bangku panjang dipinggir lapangan.
“ Tolong ada mayat!” Terdengar teriakan seorang wanita dari arah sungai.
“Apa itu kak?” Azkia kaget.
“Ayo kita kesana!” Aku mengajak Azkia menuju sana.
Dengan cepat kami menuju sana, ketika sampai disana kami lihat sudah banyak orang yang langsung melihat, termasuk aku dan Azkia. Ketika ku lihat, mayat itu darahnya berceceran, mata dan jantungnya hilang, terlihat jantungnya dibelek.
“ Astaghfirullah, kak ayo pergi dari sini, aku takut melihatnya.” Azkia ketakutan menutup mata.
“ Ya ayo.”
\
Polisi pun tiba, lalu membawa mayat itu untuk diotopsi, para masyarakat pun diperingatkan untuk lebih berhati-hati.

Kini waktu menunjukan jam 2 siang, seluruh siswa berkumpul di aula villa untuk acara pembukaan LDK, lalu aku sebagai ketua OSIS menyampaikan sambutan. Setelah itu ada materi cara berorganisasi yang benar, materi itu disampaikan oleh Pak Aziz. Beliau menyampaikan materi dengan baik dan tegas sampai waktu Ashar tiba. Materi pun selesai, seluruh siswa hendak melaksanakan sholat Ashar berjamaah.
Sesudah sholat Ashar, para siswa ada yang bermain bola dilapangan termasuk aku, yang jaraknya sekitar 100 meter dari villa. Jalan menuju sana pun banyak bebatuan dan turunan. Sementara siswa perempuan berfoto-foto disamping lapangan, tepatnya disebuah gubuk dan dibelakang gubuk itu ada sebuah sungai tempat kami menemukan boneka itu.

Azkia dan teman-temannya sedang berfoto-foto, namun disaat Azkia sedang berfoto, di foto itu ada seseorang yang mirip dengan boneka itu. Aku lagi beristirahat dibangku panjang dipinggir lapangan, lalu Azkia berlari dan menghampiriku.

“Kak, bentar deh kak, aku pengen ngomong”, Sambil duduk disampingku
“Mau ngomong apa?, Kalau mau ngajak jalan nanti aja, kakak capek abis main bola nih.” Ujarku
“Ah, kakak geer banget sih, ini serius kak.”
“Hee… Ya maaf ya, mau ngomong apa?.” Tanyaku
“Coba lihat ini deh kak.” Sambil menunjukan foto dihandphonenya.
“Ini kan foto kamu, si jelek. Terus itu dibelakang kamu siapa?. Aku meledek
“Ih, Kakak mah, aku itu cantik tau! Aku sama kakak aja masih cantikan aku, blee…” Azkia meledek
“Ya lah, kamu kan perempuan, sedangkan kakak laki-laki, gimana sih”
“Kakak sama aku aja masih putihan aku.”
“Ya aja deh, terus itu foto siapa?”
Azkia mengambil boneka di kantong jaketnya “ Perempuan difoto itu mirip dengan boneka ini tau kak.”
“Coba kakak lihat sini.” Sambil membandingkan
“Hmmm… Ya sih, memang mirip.”
Lalu tiba-tiba saja. “ Door!!.” Aku dan Azkia kaget, kami menoleh ke belakang.
“Hati-hati dengan boneka itu, karena sudah ada banyak korban karena boneka itu.”
Kami melihat ada seorang kakek-kakek yang tiba-tiba muncul dibelakang kami. Dia memakai kaos putih dan celana panjang coklat batik.
“Terus, apa yang harus kami lakukan kek?”
“Jaga boneka itu, karena ada yang ingin merebut boneka itu untuk disalah gunakan.” Ujar Kakek
“Ya, tentu kami akan menjaganya supaya tidak ada banyak korban.”
Sreek, Sreeek, Suara dari belakang pohon, kami langsung menoleh kearah pohon itu, ternyata ada seorang laki-laki berbaju hitam yang menguping pembicaraan kami, orang itu langsung lari.
“Kalian jangan bawa pergi boneka itu, sebaiknya kalian simpan baik-baik, jangan sampai ada yang mengetahui dimana kalian menyembunyikan boneka itu.”
“Ya, terima kasih kek.” Kata Azkia
“Kakek pergi dulu ya.”
“Tunggu kek!.” Teriakku. Kakek itu menjawab tapi bertanya.“Ada apa?”
“Nama kakek siapa?” Tanyaku penuh penasaran.
“Panggil saja kakek Sutarna.”
“Kalau saya namanya Kurama, kalau yang jelek ini namanya Azkia.”
“Apa sih kak, iseng aja ih.”
“Ya maaf ya.”
“Kalian selalu bertengkar aja dari tadi.” Kata Kakek
“Ya nih, tau lagian kak Kuramanya duluan.”
“Ya kan kakak udah minta maaf.”
“Oh yaudah, Kakek pergi dulu ya Kurama, Azkia. Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam”
Kini kami berdua berjalan pulang menuju villa karena hari sudah semakin gelap, kini menunjukan jam 5 Sore. Kami sampai didepan villa.
“Kak, bonekanya aku simpan di tasku saja ya kak!”
“Ya, tapi tolong jaga baik-baik ya Az.”
“Pasti lah kak, Hmmm… Kakak mandi dulu sana, bau tau kak.”
“Dih… Ya wajar kan kakak habis main bola, yaudah kakak mandi dulu ya.”
“Gitu dong, kalau habis mandi kakak kan keren, aku juga mau mandi dulu yakak.”
“Dih, ngikutin aja, yaudah sana.”
“Assalamualaikum kak.”
“Wa’alaikumussalam”
Setelah mandi aku beres-beres kamar sampai maghrib. Kini sudah terdengar suara azan maghrib, aku hendak melaksanakan sholat maghrib. Kini giliranku menjadi imam sholat maghrib. Setelah sholat, kami bersama-sama tadarus al-qur’an sampai waktu Isya, setelah itu kami sholat Isya, namun aku tidak melihat Azkia. Sesudah itu aku ingin menyedu kopi didapur.
“Yah kok air panas ditermos habis.” Aku mengocok termos. Aku pun mulai memasak air.

Seer, aku menuang air kolam dengan gayung menuju teko, setelah itu aku menuju ke kompor yang jarak nya tak jauh dari kamar mandi. Cekreek, kompor gas kunyalakan, ku taruh teko berisi air diatas kompor, lalu kumulai memasak air. Sambil menunggu air matang, aku mendengarkan lagu dihandphoneku. Setelah 10 menit kemudian, terdengar suara blebek blebek blebek, tanda air sudah mendidih dan Nampak ada kumpulan asap dari dalam teko.

Seer, Aku menuang air panas kedalam gelas yang sudah terdapat kopi bubuk, lalu ku menuang air panas diteko kedalam termos, lalu ku aduk kopi yang kubuat, karena aku tau cara mengaduk kopi supaya lezat yaitu dengan mengaduknya dari atas kebawah, secara bergantian terus menerus, disertai membaca basmallah dan sholawat. Kopi pun siap disajikan, aku hendak menuju teras dilantai 2 dengan membawa kopi itu. Aku melihat Azkia sedang duduk disana, sambil menikmati mie rebus, aku pun menghampirinya.
“ Eheeemmm Eheeemmm, makan sendirian aja nih Az.”
“Eh ada kakak.” Azkia nyengir.
“Boleh kakak temenin gak?”
“Ya boleh kok, mau mie gak kak?”
“Gak Az. Hmmm, pantesan aja air panas ditermos habis, ternyata dihabisin kamu ya!.”
Azkia menoleh kearahku “Hee, tuh tau.” Azkia tertawa lembut. Aku juga ikut tertawa bersamanya“Ya tuh, jadi kakak harus masak air panas dulu kan.”
“Hee, Maaf kak.” Azkia nyengir kaya kuda.
“Ya gak apa apa, Bonekanya mana Az?”
“Ada ditas kak.”
“Oh jaga baik-baik ya, kok kamu tadi gak sholat sih?”
“Aku lagi halangan kak, tadi pas sore keluarnya.”
“Oh lagi haid ya, tapi kalau dilihat dari muka kamu, kamu kelihatan masih anak-anak tau.”
“Emang ya kak?”
“Ya lah.” Jawabku spontan.
“Emang kenapa kak, kalau aku sudah haid?” Tanya Azkia dengan serius.
“Ya gak apa-apa tandanya kamu sudah dewasa.”
“Ya kak. Itu kopi susu ya?”
“Ya, kan kopi bias membuat seseorang mudah menghafal.”
“Kakak gak merokok kan?”
“Gak lah, kan merokok itu menimbulkan penyakit dan membuat dahak berkumpul jadi sama saja membuat susah hafalan.”
“Benar juga ya kak, aku sih gak suka sama laki-laki yang merokok.”
Ridwan tiba-tiba teriak memanggilku.
“Ram, kamu dipanggil kepala sekolah.”
“Ya sebentar.”
“Cepat kak, kalau telat nanti diomelin tau.” Azkia sambil memakan mie nya.
“Ya tenang aja.” Aku sambil meminum kopi kemudian aku pergi bersama Ridwan.
“Wan, kepala sekolah dimana?” Sambil berjalan terburu-buru.
“Ada, diaula.”
Disaat Azkia sedang menikmati mie nya. Dia menoleh kesebelah kiri.
“Kamu siapa?” Ada penampakan seorang wanita yang seram.
“Tolong aku!”
Kemudian penampakan perempuan itu menghilang. Azkia ketakutan pergi kekamarnya.
Sementara itu setelah aku dan Ali sampai di Aula, aku melihat kepala sekolah Pak Aziz, sedang berbicara dengan Saskia, dia merupakan wakil ketua OSIS. Aku langsung menghampiri kepala sekolah.
“Assalamualaikum, kenapa pak?”
“Wa’alaikumussalam, kamu tau sekarang jam berapa?.”
“Jam 8 kurang 10 menit.”
“10 Menit lagi kan acara! Saya kasih waktu sampai jam 8 tepat untuk mengumpulkan seluruh siswa disini, jika telat semua pengurus OSIS akan saya hokum.”

Spontan kami langsung berlari untuk mengumpulkan siswa diaula. Saya dan Ridwan serta pengurus lainnya memanggil siswa laki-laki, dan Saskia beserta pengurus lain memanggil siswi perempuan.
Setelah 10 menit kemudian kami berhasil mengumpulkan seluruh siswa tanpa telat, karena pengurus kami terkenal galak-galak, dan acara pun dimulai. Acara dari jam 8 malam sampai jam 9 malam adalah muhadhoroh, yaitu latihan berceramah, kali ini adik adik kelasku yang tampil, aku hanya mendengarkan saja. Kini giliran Azkia tampil berceramah, aku senang melihatnya, wajahnya ceria, tidak kaku, berekspresi, ceramahnya bagus menurutku.

Jam 9 pun tiba, acara selanjutnya adalah materi pembelajaran dari Pak Lukman, beliau menyampaikan tema penciptaan manusia. Penjelasan beliau mengajarkan kami untuk selalu bersyukur. Waktu makan tiba, ya benar sekarang sudah jam 10 malam, menu kali ini adalah sayur sop dan baksom serta ikan asin sambal goreng, menu yang enak menurutku. Sebelum makan aku berwudhu dulu karena hal itu bisa mencegah penyakit dan terhindar dari kemiskinan.

Setelah makan, aku pun pergi kekamar. Aku duduk di kasur menghadap ke kaca, saat itu aku dikamar sendirian.

Tiba-tiba ku lihat dikaca ada sesosok perempuan yang mirip boneka itu, ku menengok kebelakang, tidak ada siapapun. Aku melihat kekaca lagi, aku pun kaget, dikaca itu terdapat tulisan dari darah.
TOLONG AKU! SELAMATKAN AKU! JIKA TIDAK NYAWAMU AKAN SEGERA MELAYANG!!!

Deg!

Hatiku merasakan kekhawatiran, jantungku semakin berdebar dengan cepatnya, tak seperti biasanya
Tok tok tok…. terdengar suara pintu. Aku berjalan menuju pintu.
Buuukkk…. pundak ku terasa ada yang menepuk. Aku menoleh kebelakang, ada sesosok perempuan yang kulihat tadi. Tubuhku tidak bisa bergerak, dia berusaha mencekikku.

Braaag…
Pintu didobrak dari luar, ku lihat Ali dan Ridwan masuk.
Ku menengok ke belakang, ternyata perempuan itu telah menghilang.
“Kenapa, kok pintunya dikunci?”
“Tadi ada sesosok perempuan yang mengunci dan ingin mencekikku.” Dengan nada ketakutan aku memberi tau hal itu.
“Serem gak?” Tanya Ali dengan nada bercanda. Wajahnya terlihat lucu.
Aku tertawa mendengar perkataan Ali. “Hee.. Seremlah, kan setan, gimana sih.”
“Untung aku datang.”
“Tadi dikaca ada tulisan darah.” Aku menunjuk kearah kaca
Ali berjalan menuju kaca “ Mana tidak ada.” Ali hanya clingak-clinguk.
Kini aku berjalan menghampiri Ali. “Tapi tadi ada tau.”
“Ya kok kami percaya.”
“Ya sudah, kita mendengarkan lagu yok.”
“Ya terserah kamu aja deh Ram”
Kami mendengarkan lagu bersama dikamar.
“Li baca ini deh.” Aku memberikan kertas misterius di atas meja.
“Apa! Tulisan darah?” Ali Nampak keheranan.
“Coba kulihat sini.” Ridwan menghampiri kami
“Sebelumnya kertas ini tidak ada kan Li?, nih ada kodenya lagi dengan tulisan darah, -5… GZSZM IFS GFPFW GTSJPF NYZ. Maksud kode itu apa Li?”
“Aku tak tau.”
“Ya nanti akan ku coba kucari maksud kode ini.”
Tak lama kemudian Rohman dan Yusuf pun masuk kekamar.
“Suf, Man… Baca ini deh.” Sahut Ali.
Mereka berjalan menghampiri kami.
“Ini kan? Kode apa ini?” Tanya Yusuf
“Aku juga tak tau, mari kita pecahkan kode sandi ini bersama.” Kataku dengan nada penuh semangat masa muda.
Kamipun mulai memecahkan kode itu, ya seperti meretas saja. Kode yang sulit nampaknya.


Black Night Village Jilid 1 " Kutukan Boneka Disastrous "
Tokoh Utama: Kurama, Azkia, Ali, Istifadah
Penulis: Amrin S
Genre: Novel Horror, Adventure, Criminal
Chapter 4 " Penculikan " & Chapter 5 "Hint of Dint " ( Rilis 27 Desember 2015 )

Hari semakin malam, cuaca mulai terasa dingin, saat ini sudah jam 11 lewat, perutku keroncongan pula, tanda aku mulai lapar.

“Eh, aku lapar nih, aku mau kedapur dulu ya. Mecahin kodenya besok lagi aja.”
“Hati-hati Ram, nanti ada setan itu lagi lhooo. Aku juga mau tidur sudah ngantuk.” Ali menakutkanku.
Entah kenapa aku mulai merinding dan takut. “Gak takut tuh.” Aku mencoba menenangkan pikiranku agar tidak memikirkan hal seram.
“Kalau didatengin gimana?” Tanya Ridwan.
“Ya ajak kenalan, aja. Kalau gak ajak foto selfie, heee.” Candaku ini sepertinya sudah bisa menenangkan hati dan pikiranku. Suasana seram dikamar mulai terlihat mencair dengan suasana bercanda dan gembira.
“Ya terserah kamu aja deh, hati-hati aja, kami sudah memperingatkan lhoo.”
“Ya tenang aja.”

Aku berjalan menuju dapur untuk membuat sandwich buatanku sendiri. Ketika aku hendak masuk dapur, aku mendengar suara air dari kamar mandi, seperti ada yang mandi. Aku mengacuhkan suara itu. Setelah masuk kedapur, aku langsung menyalakan kompor. Aku hendak memasak telur ceplok, serta roti bakar untuk dibuat sandwich. Saat memasak, aku sempat beberapa kali menguap. Setelah telur itu matang, ku taruh telur itu diantara 2 roti bakar tadi, lalu diatas roti itu kutaburkan wijen dan saus. Sreeek, aku sadar bahwa ada yang memperhatikanku dari tadi.

Aku berjalan keluar dari dapur mendatangi suara itu, kulihat kearah kanan, kulihat kearah kiri ternyata tidak ada seorangpun, aku masuk kembali kedapur untuk membuat susu hangat. Setelah itu aku membawa sandwich dan susu, aku kini menuju ke teras dilantai 2 sambil melihat pemandangan.

Trak… Trak… Trak… Aku mendengar suara langkah kaki yang sedang menuju kearahku, namun disaatku menoleh kebelakang tidak ada seorangpun. Aku mulai merinding, dan suara itu terdengar lagi, disaatku kembali menoleh kebelakang, kembali tidak ada siapapun. Aku sampai diteras, lalu kududuk diteras sambil menikmati susu dan sandwich.

“Haaaaa….” Suara itu mengagetkanku
“Ugh…Ugh…Ugh…” Aku keselek.
“Kak kenapa?” Ku lihat Azkia muncul dihadapanku memakai baju tidur berwarna biru, serta kerudung putih.
“Kamu mah ngagetin aja, kalau kakak kaget, terus serangan jantung, terus meninggal tadi gimana?” Aku mulai memasang wajah marah.
“Ya ya, maaf deh, terus terus aja deh kakak kaya tukang parkir.” Azkia meledekku.
“Gak lucu tau.”
“Ya maaf kak.” Dia mulai cemberut lagi.
“Kamu ngapain disini Az? Kan sudah malam.”
“Ngapain ya? Kasih tau gak ya? Ngapain aja boleh, blee.” Wajah lugunya itu kembali membuat suasana tidak tegang. Aku merasa nyaman ketika didekatnya, apalagi tingkahnya yang lucu itu.
“Kamu lagian ngagetin kakak aja.”
“Kakak juga sih terlihat mencurigakan.”
“Mencurigakan gimana?” Tanyaku penuh penasaran.
“Tadi kan aku lagi pipis, eh ada suara orang masak didapur, pas aku lihat ada kakak lagi masak, aku diam-diam aja ngintip kakak, habis itu kakak langsung kesini, ya aku ikutin aja deh, terus kakak aku kagetin.”
“Oh yang tadi kamu tuh, kakak mah sampai merinding tau.” Sambil memakan sandwich
“Kali-kali ngagetin kakak.” Azkia tersenyum sambil merapihkan kerudungnya, sehingga terlihat lehernya terlihat.
“Kamu cantik juga yah, putih lagi.” Aku keceplosan dengan suara pelan. “Apa? Kakak ngomong apa barusan?” Azkia kaget. Aku berusaha mencari alas an.“Apa sih, kakak gak ngomong apa-apa.”
“Gak usah bohong kak, Azkia denger kok, tapi aku mau denger sekali lagi.”
“Kalau sudah tau, ya kenapa nanya?” Suaraku mulai meninggi keras. “Ya juga sih, kakak ngeliatin aku nya biasa aja sih kak.”Dia tersenyum padaku. “Ya, ini kan sudah biasa.”
“Tapi kenapa sampai segitunya, Ayo ngaku!.” Tersenyum sambil menunjuk kearahku.
“Eeehh… Gak kok, bukan apa-apa.” Aku mulai grogi, apalagi dia berbicara denganku sedekat itu.
“Hmm… Ya deh percaya. Kak tadi ada penampakan perempuan tau kak datengin aku. Perempuan yang tadi pagi dijembatan.”
“Sama kakak juga.”
“Ih kakak ngikutin terus.”
“Ih serius, perempuan itu meninggalkan kakak surat.”
“Ciee… yang surat-suratan sama setan.” Azkia meledekku.
“Apa sih kamu, serius tau. Ini suratnya.” Aku menunjukan surat.
“maksud kode ini apa kak? -5… GZSZM IFS GFPFW GTSJPF NYZ” Dia tampak kebingungan dengan kode itu.
“Kakak juga gak tau. Makanya kakak lagi mikir.”
“Ya cepat kasih tau, mungkin itu sesuatu hal yang ingin dia minta tolong ke kita.”
“Ya mungkin sih.”
“Ya makanya cepat ya kak.”
Setelah lama mengobrol, aku ketiduran karena mendengar Azkia bercerita.
‘Kak, kok diem aja.: Dia menoleh ke arahku. Dia melihatku sudah tertidur
“Lah, pantesan aja dari tadi diem aja, ternyata ketiduran ya, bangunin gak ya, tapi kasihan, kakak kan sudah tertidur pules, tapi disini dingin nanti bisa masuk angin, hmmm… oh ya!”
Azkia pergi kekamar mnengambil jaket, syal dan selimutnya, lalu dia kembali ke teras.
“Kak, selamat tidur ya, mimpi yang indah, happy nice dream!.” Sambil melilitkan syal dileherku dan menyelimutkan tubuhku dengan selimut tadi. Aku tidur disebelah kiri pintu, dan Azkia tidur disebelah kanan pintu memakai jaket serta tidur beralaskan sejadah.

Setelah lama tertidur, aku pun bangun. Aku melihat Azkia sedang tidur 2 meter disampingku, aku lihat ada syal dan jaket yang menyelimuti tubuhku. Ku cium jaket itu ternyata wangi parfumnya Azkia. Jadi aku tau ini jaketnya Azkia.

Kulihat jam ditanganku sudah jam 4 pagi,aku berdiri, tubuhku terasa pegal, jadi ku melakukan relaksasi tubuh serta membunyikan jari tanganku, aku melihat Azkia.

“Kok dia tidur disini sih.”
Beberapa menit kemudian adzan shubuhpun terdengar berkumandang. Aku membangunkan Azkia.
“Az, bangun sholat shubuh .”
Azkia bangun, dia menguap. “ Apa sih kak, aku akan lagi haid, jadi gak sholat lah, aku masih ngantuk, mau tidur lagi nih.”
“Oh ya maaf, kakak lupa.” Sambil menyelimuti Azkia dengan selimut dan syalnya.

Azkiapun kembali tidur dengan tersenyum diraut wajahnya, lalu aku mengambil handphone disaku celanaku, lalu aku memfoto dia yang sedang tidur. Setelah itu aku pergi untuk berwudhu, kemudian sholat shubuh. Sekitar jam setengah enam pagi, aku bersama teman-temanku berolah raga, lari pagi disekitar villa, apalagi udara yang sangat sejuk membuat tubuh menjadi segar, terasa udara dingin itu masuk ke pori-pori kulit, ditambah lagi dengan melihat pegunungan disertai kabut membuat suasana menjadi dingin, ya seperti di benua Eropa saja.

Jam 6 pagi, aku bersama teman-temanku bermain bola disekitar lapangan, saat itu pun aku kebingungan karena aku belum melihat Azkia, ya aku piker dia masih tidur, masa sih iya, gak mungkin deh, dia kan bukan pemalas.

Pukul 06.30 pagi, aku kembali ke villa, ya kali ini aku segera mandi, karena cukup letih setelah berolah raga dan bermain bola, supaya tubuhku menjadi segar lagi, seusai mandi aku kembali kekamar untuk mengganti baju, kemudian pergi ke teras untuk melihat apakah Azkia masih tidur atau belum.
Sampainya di teras ku melihat Azkia masih tertidur cukup pules, aku menghampiri dan membangunkannya.

“Az, ayo bangun, tidur terus nih, sudah pagi tau, ya mandi dulu sana supaya segar lagi.”
Azkia menguap. “Huaaa… Eh ada kakak, sekarang jam berapa ya?” Azkia clingak clinguk.
“Hmm… Jam 7 pagi, kamu ada beleknya tuh, ih jorok tau.” Ku melihat jam ditanganku.
Azkia mengucek mata. “Dih iya, cepat amat kak sudah jam 7, Azkia mandi dulu ya biar cantik.”
“Ya sana cepat, yang rapih ya.”
“Ya lah kak.”

Azkia pergi membawa syal, jaket, selimut dan sejadahnya, dia terlihat lucu ketika bangun tidur, mirip badut ancol, Dia berjalan seperti orang yang pusing, mengsong kekanan, mengsong kekiri, aku tertaw melihanya.
“Ada apa sih kak, ketawain aku ya.” Dia menunjuk kearahku dengan nada marah.
“Hee… Gak kok.” Aku tertawa kecil melihat kelakuan lucunya. Dia pun kembali berjalan menuju kamar kemudian dia mandi.

Aku segera sarapan pagi, kali ini menunya adalah nasi goreng dengan ikan asin, menu yang sangat sederhana tapi lumayan nikmat menurutku, ditambah lagi dengan sambal terasinya. Sebelum makan aku pergi berwudhu terlebih dahulu, lalu menikmati santapan sarapan pagi itu. Aku melihat Azkia telah selesai mandi, ya dia keluar dari kamar mandi memakai baju tidurnya yang tadi malam, serta dia keluar dari kamar mandi membawa perlengkap dan alat mandinya. Beberapa menit kemudian Azkia pun keluar dari kamar, dengan memakai kerudung biru, kaos putih panjang, serta rok biru panjang, serta melilitkan syal dilehernya, karena cuaca masih lumayan dingin, ya walau begitu Azkia terlihat sangat anggun dimataku.
Azkia mengambil sarapan lalu menghampiriku.

“Hai kak!” Azkia tersenyum.
“Anda siapa ya? Dan ada urusan apa?” Aku menunjuknya.
“Mulai gak jelas deh kak.”Dia cemberut. “Ya, ya maaf, bercanda kok.” Ku mulai tersenyum padanya
“Ya tau.”
“Kenapa Az?”
“Gak apa-apa manggil aja.”
“Ya kamu juga mulai gak jelas deh, kakak sarapan dulu ya.”
“Ya makannya habisin ya kak, kak aku minta izin ya?”
“Kok minta izin ke kakak?”
“Ya biarin lah.”
“Minta izin apaan?”
“Habis sarapan aku main kelapangan ya bersama teman-temanku.”
“Ya boleh kok, tapi habisin dulu sarapannya.”
“Sip deh kak.”
“Tapi hati-hati ya!.”

Kami pun bersama menikmati sarapan, sambil berbincang-bincang. Setelah sarapan Azkia pergi kelapangan bersama teman-temannya. Sementara aku pergi kedapur untuk membuat teh manis hangat. Teh pun siap diminum, aku pergi kekamar membawa teh itu.

Sesampainya dikamar, aku langsung membuka laptop ku, kebetulan disana ada wifi-nya, jadi aku bisa internetan bersama teman sekamarku yaitu Ali, Ridwan, Rohman, dan Yusuf. Diwaktu senggang itu, kami secara bergiliran membuka facebook kami masing-masing. Setelah 30 menit berlalu, kemudian kami memutuskan untuk menonton Naruto The Last Movie yang baru rilis ditahun 2015. Setelah 20 menit berlalu menonton film, aku hendak mengambil teh, tapi disaat aku ingin mengambil gelas teh, tiba-tiba gelas itu retak.

“Krak.” Bunyi gelas retak.
Secara tiba-tiba, aku pun berpikir, “ada apa ini? Kenapa tiba-tiba perasaanku tidak enak, firasatku buruk, pikiranku kacau, hatiku galau, waduh, kenapa disaat seperti ini aku masih sempat memikirkan hal lucu gini ya? Semoga tidak terjadi hal yang buruk.” Aku berusaha menenangkan hati dan pikiranku.
Aku tak memperdulikan perasaan buruk itu, aku terus melanjutkan menonton film dilaptopku.

Beberapa menit kemudian terdengar suara orang berlari dengan suara ngos-ngosan, lalu tiba-tiba saja.
“Tok-tok-tok!!.” Suara pintu yang diketok dengan keras.
“Kak! Buka pintunya!!!!!.”

Kudengar nampaknya itu suara Rina.
“Ada apa Rin, aku teriak dari dalam kamar.”
“Buka dulu kak, aku mau ngomong, darurat nih, penting!.”

Jantungku berdebar, deg deg deg, jantungku berdetak semakin cepat, dipikiranku mulai membayangkan hal yang buruk. Aku berjalan menuju pintu, pikiranku tiba-tiba kosong.
Aku memegang gagang pintu, tanganku mulai gemetar, tubuhku terasa menggigil. Akupun membuka pintu, terlihat Rina sedang berdiri didepan pintu, dengan wajah yang sangat panik
“Ada apa Rin?”
“Ada apa, ngagetin aja.” Kata Ali.
Teman-temanku mematikan laptop dan keluar dari kamar.
“Kak, gawat kak!”
“Gawat kenapa?.” Tanyaku.
“Itu Azkia kak!.”
“Ya kenapa Azkia, ngomongnya jangan buru-buru, tarik napas dulu deh.”
“Ih kakak mah lagi serius nih.”
“Ya maaf, kenapa?”
“Azkia diculik kak!.”
“Apa? Diculik? Jangan bercanda dong.”
“Serius kak, emang gak liat wajah aku yang lagi panik begini.”
“Ya kakak percaya, sekarang dia dimana?”
“Aku gak tau kak, tadi dia diculiknya dilapangan.”

Aku teringat ucapan Azkia, kalau dia sedang dilapangan, apalagi aku yang mengizinkannya bermain dilapangan, aku jadi merasa bersalah.
“Terus kenapa gak ada yang nolongin Azkia?”
“Ya penculiknya ada 2, laki-laki semua, terus bawa pisau bagaimana mau nolongin.”
“Ya sudah, ayo kita kelapangan!” Aku pun menjadi panik
“Tunggu dulu kak!, aku ada pesan buat kakak dari Azkia.”
“Apa?” Tanyaku penuh penasaran.“Ini kak.” Rina memberiku syal.
“Syal? Ini kan syalnya Azkia, maksudnya apa?” Aku mengambil syal.
“Ya ini, Azkia ngasih syal ini buat kakak.”
“Bukannya Azkia tadi memakai syal ini?”
“Ya tadi pagi dia memakai syal ini.”
“Terus.”

Rina mulai bercerita.
“Ya kan tadi kami, lagi duduk-duduk dipinggir lapangan, terus ada 2 laki-laki, mereka mendekap Azkia dengan pisau, lalu penculik itu berkata: serahkan boneka itu jika kalian ingin perempuan ini kami bebaskan. Lalu Azkia berkata: Rina! Kasih syal itu ke kak Kurama ya, bilangin aja itu hadiah ulang tahun dari Azkia, ceritakan juga tentang boneka dan penculikan ini, aku yakin pasti kak Kurama akan menolongku.” Azkia tersenyum menenangkan diri.
Rina selesai menceritakan penculikan Azkia tadi.
“Boneka? Aku tau tentang boneka itu, aku juga tau boneka itu dimana disimpan Azkia, ayo kita pergi kekamar Azkia!”
“Yang bener sih kak, ke lapangan dulu atau kekamar Azkia dulu?”
“Kekamar Azkia dulu, setelah itu kelapangan, kamu sekamar sama Azkia kan?”
“Ya benar.”
“Ya sudah ayo kekamar Azkia.” Kataku sambil melilitkan syal biru itu dileherku.
“Aku, Ali, Ridwan, Rohman mau langsung kelapangan ya.”
“Ya hati-hati ya.”

Sementara itu Aku dan Rina berjalan menuju kekamar Azkia.
Sesampainya disana, aku langsung membuka tas Azkia, karena Azkia pernah memberi tauku bahwa boneka itu dia taruh ditasnya. Aku langsung membuka tasnya dan menemukan boneka dan surat itu.
“Itu apa kak? Bukankah itu boneka yang dimaksud penculik itu?”
“Ya benar, ini boneka yang dimaksud penculik itu. Tapi kok boneka ini menangis darah ya.”
“Ih kakak mah, aku jadi takut.” Rina pun mulai lapar dan mulai takut
“Tapi memang bener Rin. Kemarin waktu kakak nemuin boneka ini tidak ada darahnya.”
“Oh gitu kak. Kalau itu kertas apa?”
“Nih baca aja.”

Rina membaca surat itu.
“Itu kan dosa besar, meminta sama boneka.”
“Ya benar sih, semua sudah para tau belum Azkia diculik?”
“Sudah kak, kata Azkia juga, kakak jangan khawatir, Azkia akan baik-baik saja.”
“Ya terima kasih ya sudah memberi tau kakak, aku akan pergi mencari Azkia, sebagai sahabat dan kakak-kakakannya yang baik, apalagi aku yang mengizinkannya untuk main dilapangan, jadi aku merasa bersalah, aku berjanji akan menolongnya.” Aku tersenyum, mencium syal.
Boneka itu kubawa, lalu ku kembali kekamar dan menaruh boneka itu ditasku. Aku pergi menuju lapangan menggunakan syal., bersama Rina. Diperjalanan aku bertemu teman-temanku.
“Sepi disana Ram, kami mau balik ke villa lagi ya, serta memberi taukan yang lain.”
“Ya, aku dan Rina mau kelapangan dulu ya.”
“Hati-hati Ram.”
“Yaa…”
Teman-temanku kembali ke villa, sementara aku dan Rina kembali berjalan menuju lapangan..



Chapter 5:
5. Hint of Dint

Jam menunjukan pukul 9 pagi, aku dan Rina bergegas menuju lapangan, lokasi dimana Azkia diculik, perasaan cemas menghantuiku. Ku berharap dia baik-baik saja. Sesampainya dilapangan, aku melihat sesuatu mengkilap yang tergeletak dilapangan. Aku mendekatinya, ternyata itu adalah brosnya Azkia. Sontak aku langsung mengambil dan menggenggamnya dengan kuat.

“Rin sini deh!.” Aku memanggilnya
“Kenapa kak?” Rina menghampiriku.
“Ini kan brosnya Azkia.” Aku menunjukan bros
“Ya benar kak.”
“Kakak mau pergi kesungai dulu ya, kamu balik ke villa aja, takutnya kamu diculik juga.”
“Yaudah deh kak, hati-hati ya.”
“Ya tenang aja.”

Rina pun meninggalkanku, dia kembali ke villa. Aku memasukan bros itu kedalam saku celanaku.
“Kau sekarang dimana Az, maaf ya aku selalu sok jadi kakak, tapi aku tak bisa melindungimu, aku janji akan menyelamatkanmu.” Aku mencium syal yang kukenakan.
Aku berusaha mencari petunjuk untuk menemukan Azkia, sampai aku memutuskan untuk pergi ke sungai tempat aku menemukan boneka.
“Semoga kau bisa menemukan petunjuk disana.” pikirku

Aku sampai disungai, ku mencari kesana kesini mencari petunjuk, namun aku tidak menemukan petunjuk apapun disana, aku sudah lelah, kini aku hanya duduk terpaku dibatu besar tepat disamping sungai. Sungai itu tidak terlalu dalam, ya mungkin hanya sekitar setengah meter, namun airnya begitu deras, kalau dilihat airnya juga sangat bening. Aku melihat derasnya arus sungai berharap perasaan, sedih, cemas, khawatir, panik dan yang lainnya itu bisa hanyut terbawa sungai. Sesering kali aku melempar batu kecil menuju ke tengah sungai.

Tiba-tiba aku dengar suara langkah kaki dari belakangku.
“Srek… Srek… Srek…”

Aku mulai merinding, aku memberanikan diri menoleh ke belekang, ditanganku aku telah memegang batu untuk berjaga.

“Kamu kenapa disini?”
Aku menoleh kebelakang, ternyata dia adalah kakek Sutarna yang aku temui kemarin.
“Eh, Kakek, gak apa-apa kek, lagi cari suasana tenang aja.” Ujarku
“Kamu tidak usah bohong, dari tadi kan kakek memperhatikanmu, kamu seperti lagi sedih seperti mencari sesuatu?”
“Ya nih, teman ku diculik kek.”
“Astaghfirullah, teman perempuanmu yang kemarin ya?”
“Ya betul kek.”
“Siapa namanya? Kakek lupa, kan kakek sudah tua nih.”
“Azkia kek.”
“Kalau kamu namanya siapa, kakek lupa juga.”
“Aku kurama, hmmm.. kalau tidak salah kakek namanya kakek Subarna ya?”
“Bukan Subarna, tapi kakek namanya kakek Sutarna, kamu kan masih muda kok bisa lupa sih.”
‘Oh ya aku lupa, Ya maklum kan manusia kek.”
“Ya juga sih.”
“Ya nih kek.” Aku tersenyum.“Boneka itu dimana Kurama?”
“Ada ditas ku, tapi penculiknya, mencari boneka itu.”
“Kakek itu penjaga desa ini, jadi kakek tau semua tentang desa ini.”
“Maksudnya kek?”
“Kakek akan menceritakan tentang boneka itu kepadamu.”
“Ya aku boleh mendengarkannya kan.”
“Ya boleh kok.”

Kakek Sutarna mulai menceritakan.
“ 2 minggu yang lalu keluarga anaknya kakek mengunjungi desa ini, mereka mengunjungi kakek. Mereka berkendara dengan mobil, ada 4 orang, yaitu anak kakek, istrinya, anak pertamanya laki-laki bernama Andi, dia itu sepantarkamu, serta adiknya Andi yang bernama Fika, dia sepantar dengan Azkia. Fika itu selalu membawa boneka yang kau temukan waktu itu, sebenarnya penampakan difoto kemarin adalah Fika. Dia mirip sifatnya dengan Azkia, apalagi Fika juga memakai kerudung, sampai tiba suatu kejadian.”
“Kejadian apa?” Tanyaku semakin penasaran.
“Mobil mereka jatuh kejurang, dibelakang kandang sapi itu.” Sambil menunjuk kandang sapi disebrang sungai.”
“Terus kek?” Aku semakin penasaran.
“Mereka semua meninggal mengenaskan, tapi ada hal aneh.”
“Hal aneh apa?” Tanyaku.
“Mayat Fika tidak ditemukan, namun disana terdapat mata dan jantung disamping mayat Andi, terlebih lagi mayat Andi terlihat bukan mati karena jatuh kejurang, melainkan karena dibunuh seseorang, pisau menancap dikepala Andi.”
“Berarti Fika diculik, mungkin dia masih hidup?” Ujarku.
“Tidak mungkin dia masih hidup, karena arwahnya saja sudah gentayangan, buktinya foto itu.” Ujar Kakek Sutarna
“Sepertinya Fika sedang mencari sesuatu, membuat arwahnya tidak tenang.”
“Kakek akan mengajarkanmu sebuah ilmu, tapi jangan disalah gunakan.”
“Ilmu? Apa itu dan apa kegunaannya?”
“Kau pasti akan mengerti, ilmu itu adalah astral projection dan Luccy dream.” Ujar kakek.
“Apa itu?”
Kakek pun mulai menjelaskan
“Astral projection adalah perjalanan arwah, kau bisa pergi kemanapun didunia ini dengan arwahmu yang keluar dari tubuhmu, tanpa dilihat orang lain, tapi kau masih hidup, tapi juga kau tidak bisa memegang suatu barang, tapi juga bisa menembus sesuatu.”
“Maksudnya kek, aku masih bingung.”
“Ya secara singkat, kau bisa pergi kemanapun, tapi kau hanya bisa melihatnya, tidak bisa membunuh atau menolong seseorang”
“Oh ya aku mengerti, kalau Luccy dream?”
“Menyambung mimpi.”
“Maksudnya?”
“Mimpi kamu dengan mimpi orang lain bisa terhubung, jadi mimpimu bisa terhubung dengan Azkia, bisa berkomunikasi, tapi kamu berdua sadar dengan apa yang kau katakan, jadi ketika kau telah bangun, kau tau bahwa dimimpi tadi malam kamu telah berkomunikasi dengan dia.”
“Sulit dipahami sih, tapi aku mengerti kek.”
“Bagus deh kalau begitu.”
“Cara melakukannya bagaimana kek?”
“Ya akan kakek ajarkan.”

Kemudian Kakek sutarna mulai mengajarkanku.
“Akan kucoba, semoga aku berhasil, terima kasih ya kek.”
“Kamu sebaiknya pergi ke gubuk dipinggir lapangan tempat penampakan Fika kemarin ada, mungkin kamu bisa mendapatkan petunjuk disana, menurut firasat kakek, penculik Azkia dan penculik Fika orangnya sama.” Ujar kakek.
“Ya sudah aku pergi dulu ke gubuk dulu ya kek, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”

Aku pergi menuju gubuk itu, namun diperjalanan aku melewati kebun teh dan ada seorang bapak-bapak yang sedang memetik daun teh. Aku pun menyapanya.
“Assalamu’alaikum, pak, saya Kurama, mau numpang Tanya.”
“Wa’alaikumussalam. Saya pak Tarmi, ada apa ya?”
“Pernah melihat perempuan ini tidak pak?” Aku menunjukan foto Azkia dihandphoneku.
“Belum dik, emang kenapa ya?”
“Dia temanku pak, dia sedang diculik.’
“Diculik sama siapa?”
“Ya gak tau lah pak, makanya saya nanya.”
“Oh yaudah, nanti kalau bapak ngeliat, bapak kabarin kamu ya, villa kamu dimana?”
“Disana pak.” Aku menunjuk villa tempat ku
“Oh disana ya.”Pak Tarmi tersenyum. “Ya pak, terima kasih ya, pak itu gubuk punya siapa ya?” Sambil menunjuk gubuk disamping lapangan.
“Oh itu. Gubuk itu dibangun swadaya kok dik, jadi punya bersama.”
“Oh terima kasih pak, saya pergi kegubuk itu ya pak, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”

Aku pergi menuju gubuk, sesampainya didepan gubuk, aku membuka pintu gubuk yang tidak terkunci.
“Kreeek.” Aku membuka pintu.
Suasana dalam gubuk itu, berdebu, banyak sarang laba-laba, dan gelap. Terdengar suara tikus didalam. Aku mengambil senter di tas kecil yang ku tenteng ini.

Aku menyenter kesemua arah gubuk, tapi aku tidak menemukan petunjuk, kulihat hanya ada tikus didalam gubuk itu, sampai aku menyenter disudut kana nada sebuah lemari kayu kecil, aku langsung mendatanginya. Aku berjalan menuju lemari itu, ya sedikit gemetar berjalan selangkah demi selangkah ku berjalan.
“Bruak!.Suara pintu tertutup.
Aku berlari ketakutan menuju pintu, aku semakin menjadi takut pintunya terkunci. Aku mulai merinding, Nampak dibelakangku ada bola api yang terbang didalam gubuk, bahkan bola api itu dapat berbicara.

“Aku akan membantumu menyelamatkan Azkia.”
“Kau tau dari mana nama itu?
“Ya aku memperhatikanmu dan Azkia, aku tau kau itu Kurama.”
“Ya benar, terima kasih ya.”
“Kau nanti juga harus menolongku, aku minta tolong juga tidak terlalu ribet kok. Nanti aku takkan membunuhmu ketika kau sudah menolongku.”
“Ya, aku akan menolongmu.”
“Bagus, aku akan memberimu petunjuk dari penculikan ini, buka lemari itu, setelah kau buka dan kau lihat isinya, maka pintu gubuk ini tidak terkunci.”
“Ya aku akan membukanya.’

Aku berjalan menuju lemari itu, kubuka laci lemari itu, aku kaget karena didalam laci itu ada sebuat jantung dan sepasang mata. Setelah kubuka laci itu, bola api itu hilang dan pintu gubuk terbuka.
Aku keluar dari gubuk lalu menelepon polisi. Aku menunggu kedatangan polisi dilapangan. Setelah 10 menit kemudian, polisi pun datang, karena jarak dari kantor polisi ke villa cukup dekat.

“Pak Polisi, aku menemukan jantung dan mata digubuk itu.”
“Ayo kita kesana.” Berkata Aiptu Nurdin
Ya, aku tau namanya, karena dari papan nama yang dia gunakan.

Kami masuk kegubuk itu, lalu mengambil jantung dan sepasang mata. Pak Aiptu Nurdin dan anak buahnya bersamaku.
“Terima kasih dik atas laporannya, jika ada hal yang mencurigakan langsung hubungi kami. Kami akan mengambil DNA forensik dari jantung dan mata itu untuk membandingkan dengan riset hasil otopsi mayat yang kemarin ditemukan, bapak pamit dulu ya, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”

Kini sudah jam 12 siang, terdengar suara adzan dzhuhur berkumandang. Aku pun memutuskan kembali ke villa, untuk sholat dzhuhur. Setelah sholat aku melaporkan kejadian itu kepada kepala sekolah, guru dan teman-teman, kami semua berdoa supaya Azkia cepat ditemukan.
Sekarang waktunya makan siang, kali ini lauknya sayur asem, ikan mujair dan tahu. Aku tidak terlalu bersemangat menikmati makan siang kali ini, aku mencemaskan keadaan Azkia, mungkin saja dia belum makan. Aku makan beberapa suap saja, aku tidak terlalu bernafsu bahkan nasi dipiringku masih tersisa banyak.

Setelah makan, aku langsung pergi kekamar, kubuka laptopku diatas kasur, ku cas laptopku, karena laptopku sudah lobet sehabis menonton film tadi. Setelah laptop dinyalakan, aku langsung membuka internet, mencari istilah astral projection dan luccy dream, serta mengetahui cara melakukannya, akhirnya aku berhasil menemukan cara melakukannya.

“Oh caranya seperti ini ya!” Sambil menaruh syal diatas meja.
Aku sudah lelah, laptop kumatikan, kemudian aku tidur siang terlebih dahulu.
Jam 3 sore aku dibangunkan oleh Rohman untuk sholat Ashar, beberapa menit kemudian adzan Ashar berkumandang. Setelah Adzan aku langsung berdoa supaya Allah menjaga dan melindungi Azkia serta Azkia cepat ditemukan, karena do’a diantara sesudah adzan dan iqomah itu tidak tertolak do’a itu.
Aku berwudhu lalu melaksanakan sholat ashar berjamaah, setelah sholat Ali mencariku.
“Ram, ada bapak-bapak tuh ingin ketemu kamu.”
“Ya sebentar.”

Aku dan Ali keluar villa mendatanginya, ternyata dia adalah pak Tarmi yang aku temui tadi dikebun teh
“Ya pak Tarmi, kenapa pak?”
“Tadi saya lihat perempuan anak kecil ya tingginya seperti anak SMP biasanya, dia bersama 5 orang laki-laki dewasa, mereka mau pergi ke jurang.” Ujar Pak Tarmi
“Ayo kita kesana pak, tapi sebentar dulu ya pak.”
“Ya bapak tunggu sini ya.”

Firasatku mulai buruk, 5 orang laki-laki?. Aku menanyakan terus hal itu. Apa mungkin mimpi itu akan jadi kenyataan, 5 orang laki-laki berarti seperti didalam mimpiku. Semua orang berharap mimpinya akan jadi kenyataan, tapi itu akan kalau mimpi baik, mana ada orang yang ingin mimpi buruknya jadi kenyataan. Semoga mimpi buruk ini tidak terjadi, ya semoga saja.

Aku dan Ali kembali kekamar, aku mengambil tas, syal dan handphoneku, serta aku mnegajak Ridwan, Rohman, dan Yusuf. Mereka pun setuju ikut denganku.

Jam 4 sore kami berenam berangkat , yaitu aku, Ali, Ridwan, Rohman, Yusuf dan Pak Tarmi menuju jurang. Perjalanan sekitar 10 menit itu, jalan yang cukup terjal kami lalui, akhirnya kami sampai disana, tapi kami tidak menemui seorangpun dan tak menemui petunjuk apapun. Suasana disanapun Nampak seperti hutan belantara. Beberapa menit kami berkeliling jurang, kami berhasil menemukan petunjuk yaitu ada 12 jejak kaki, jadi ada 6 orang, terlihat masih baru jejak kaki itu.

Setelah kuperhatikan 10 jejak kaki itu sama ukurannya, namun 2 jejak kaki terlihat berbeda dengan ukuran lebih kecil. Ya aku tau 10 jejak kaki itu nampaknya menggunakan sepatu pantopel yag cukup besar, sementara 2 jejak kaki itu ukurannya lebih kecil, terlihat seperti jejak kaki dari sandal perempuan, ya aku mengerti, 2 jejak kaki itu adalah jejak kaki Azkia dan 10 jejak kaki lainnya adalah jejak kaki penculiknya. Dari situ aku juga mengetahui penculiknya ada 5 orang seperti keterangan Pak Tarmi.

Aku bersama teman-temanku mengikuti jejak kaki itu, diperjalanan, aku melihat kain biru dipohon, lalu ku ambil saja kain biru itu. Oh ya, aku baru sadar bahwa kain biru itu adalah kerudungnya Azkia.
“Ini kan kerudungnya Azkia.” Sambil mencium kerudung itu dan benar saja itu wangi parfumnya dia.
Ya nampaknya benar, aku lalu melipat dan memasukkan kerudung itu kedalam tas ku.
Kami kembali mengikuti jejak kaki itu yang nampaknya mengarah menuju arah sungai. Ternyata benar, kami pun berada disungai tempat kami menemukan boneka itu. Setelah sampai dipinggir sungai, jejak kakipun menghilang. Aku pun kecewa karena hasilnya nihil, tapi kami masih bersyukur bisa menemukan petunjuk yaitu kerudungnya Azkia. Haripun semakin sore, kami memutuskan untuk kembali ke villa.

Chapter 6. Pembunuh Mutilasi... By: @amrinsalam346

Waktunya mandi! Sudah jam 5 sore, tapi aku masih merasa cemas belum menemukan Azkia. Setelah mandi, aku pergi kekamar untuk bermain game chip’s challange dilaptopku, daripada ku bosan, dan untuk menenangkan perasaanku yang cemas ini.

Tak terasa waktu berdetik dengan cepat, kini sudah datang waktu Maghrib. Aku bergegas untuk sholat maghrib berjama’ah, seperti kamarin setelah maghrib ada tadarus Al-qur’an. Waktu isya pun datang, kami sholat Isya berjama’ah. Setelah itu agenda acaranya ya seperti kemarin hari Ahad. Ya ada yang bermuhadhoroh serta meneruskan materi Pak Lukman kemarin.

Aku mengikuti acara kali ini, tapi entah kenapa aku tidak terlalu bersemangat, nampaknya aku masih mengkhawatirkan Azkia, mungkin aku tak pantas jadi kakak-kakakannya, aku merupakan sahabat yang buruk ya. Azkia itu sahabat perempuan yang paling dekat denganku. Waktu cepat sekali berlalu, agenda acara malam ini pun selesai. Jam makan pun tiba, menu kali ini hanya kangkung dan telur sambal. Aku suka makanan itu, namun entah kenapa aku tak berlalu bernafsu, jadi aku tak makan malam, bahkan aku langsung pergi kekamar.

“Huaaaa, kok jam segini udah ngantuk banget sih, tidur aja deh.” Aku merebahkan tubuhku ditempat tidur. Aku pun langsung tertidur lelap, karena ini merupakan hari yang melelahkan untukku
“Ku ku ruyuuk.” Suara ayam berkokok yang cukup keras membuatku terbangun. Aku pun langsung bangun dari tempat tidurku, ku duduk dipinggir tempat tidurku. Ku buka hordeng dijendela, kulihat hari telah cerah.
Aku melihat jam didinding, sertanya sudah jam 6 lewat.
“Oh ya! Astaghfirullah, aku belum sholat shubuh ya!” Tanganku kutepukkan kejidat.
Aku langsung berlari untuk berwudhu, kemudian meng-qodho sholat shubuh dikamar. Setelah sholat aku bersiap untuk mandi, tapi sebelumnya aku membaca Al-Qur’an surah Al-Hasyr, 3 ayat terakhir, karena barang siapa yang membacanya, maka Allah akan melindunginya pada hari itu.

Kini kutelah selesai tadarus, aku bergegas kekamar mandi, membawa perlengkapan alat mandi, ya pastinya untuk mandi, masa untuk makan. Ya sekitar jam 7 pagi aku sarapan pagi, karena aku lapar sekali tadi malam belum makan. Menu kali ini adalah nasi goreng dan telur. Aku makan dengan lahap karena aku sangat lapar sekaliiiii. Jam setengah delapan pagi aku pergi kekamar untuk beres-beres kamar. Ya setelah berbenah aku kelelahan, aku istirahat merebahkan tubuhku diatas kasur.
Aku menatap dinding langit, alias atap.

“Semoga hari ini dapat petunjuk dan Azkia ditemukan, Amin.”
Ngiung… Ngiung… Ngiung… Suara sirene mobil polisi.
Aku langsung melompat dari atas kasur dan ku intip lewat jendela.
“Polisi? Ada apa?” Jantungku berdetak kencang, perasaan cemasku mulai terbit lagi, kaya matahari yang terbit hari ini.
“Bruaack.” Ali mendorong pintu dengan keras.
“Kenapa Li?” Tanyaku.
“Itu Ram baru ditemukan kardus.”
“Kardus apa?”
“Dikardus itu terdapat potongan kepala , badannya tidak ada, didalam kardus juga ada surat.” Kata Ali dengan nada panik
“Ayo kita kesana aja, lagi ramai dilapangan, polisi juga sudah datang.”
Aku dan Ali bergegas pergi kelapangan, kulihat sudah banyak orang disana. Aku langsung menjumpai Aiptu Nurdin.
“Pak, sepertinya aku mengenali mayat itu pak.”
“Oh sepertinya bagus, coba kamu lihat lagi untuk meyakinkan.”
Aku, Ali, dan Pak Aiptu Nurdin mendekati kardus itu lalu kubuka kardus itu.
“Astaghfirullah.” Aku kaget melihat kepala yang telah dimutilasi dan sudah digerumuli lalat, bahkan sudah tercium bau busuk dari mayat yang dimutilasi itu, aku pun mulai mual.
“Apakah kamu mengenalinya dik?”
“Ya saya mengenalnya, dia adalah Pak Tarmi, kami sempat berbicara dengannya kemarin.”
“Oh begitu, coba kamu baca surat ini.” Pak Aiptu Nurdin mengambil surat dikardus, lalu memberikan surat itu kepadaku.

Lalu surat itu kubaca, disurat itu tertulis.
Dia telah memata-matai kami, jadi kami tidak segan-segan untuk memutilasinya, pergilah kejurang tempat dimana kamu menemukan kerudung temanmu!!!
Maka kau akan menemukan petunjuk yang lain tentang teman perempuanmu ini!!!
“Mereka meremehkan kita.” Aku mulai geram. Aiptu Nurdin memanggil 2 anak buahnya, yaitu Briptu Soni dan Briptu Rian.
“Ayo kamu berdua ikut kami pergi kejurang.” Tegas Aiptu Nurdin
“Siap Laksanakan!.”
Aku, Ali, Pak Aiptu Nurdin, Briptu Soni, dan Briptu Rian pergi menuju jurang. Sampai 10 menit kemudian kami tiba dijurang tempat dimana aku menemukan kerudung Azkia kemarin
“Apa!!, Astaghfirullah.” Kami kaget dan tercengang.
Aku melihat potongan badan Pak Tarmi yang menggantung diatas pohon tanpa tangan dan kaki.
“Briptu Soni! Briptu Rian, tolong ambil jasad itu!.”
“Siap pak!”
Aiptu Nurdin tegas menyuruh.
Aku berkeliling sekitar jurang sebentar.
“Itu apa?”
Aku melihat kertas yang tertempel dipohon.
“Pak polisi tolong kesini pak, ada surat lagi!”

Aku mengambil surat itu, lalu kami membaca surat itu. Surat itu tertulis.
 Kau telah sampai kesini, kami akan memberimu beberapa hadiah. Datang kesungai tempat kau kehilangan jejak kami kemarin, ada hadiah special untukmu, selamat menikmati ya, kami harap kamu bahagia.
“Kurang ajar! Mereka mempermainkan kita!.” Aku geram sambil meremas surat itu.

Setelah mengemas potongan badan mayat Pak Tarmi, kami kembali ke lapangan, dan mengumpulkan potongan tubuh itu. Semua siap dikumpulkan dilapangan dan diberikan pada polisi lain untuk menjaga TKP. Sesudah itu kami pergi kesana. Kemana ya?, ya pergi kesungai sesuai petunjuk disurat itu. Sesampainya kami disana, kami langsung melihat sebuah kardus besar, entah mengapa tubuhku mulai merinding, dari kejauhan sudah tercium bau busuk, badanku mulai panas dingin, jantungku berdetak cepat, ya lah jantung pasti berdebar kan masih hidup.

Aiptu Nurdin langsung melihat isi kardus itu, tebak ya, isinya itu ada 2 benda panjang, semuanya ada 10 cabang, warnanya coklat dan ada 2 benda bulat kecil, diameternya 1 cm, warnanya putih dan ada warna hitamnya, ada uratnya juga, lalu ada benda lonjong warna merah diameternya 4cm. Apakah itu? Ya benar, itu adalah potongan kedua tangan, 2 bola mata, dan 1 jantung milik Pak Tarmi.

Ketika melihatnya aku langsung muntah, terlebih lagi bau busuknya sangat menyengat.
“Dik, didalam kardus ini ada surat dan foto.” Kata Briptu Rian.
“Sini pak, berikan pada saya.” Aku menutup hidung.

Aku langsung mengambil dan melihat foto yang ditemukan briptu Rian didalam kardus itu.
“Ini kan…”
“Ada apa dik?” Tanya Briptu Rian.
“Ada apa Ram? Coba kulihat sini fotonya” Tanya Ali
“Ini foto Azkia.” Aku memberikannya pada Ali.
“Dih iya juga ya, Ini Ram.” Ali memberikan foto itu kepadaku

Ali pergi mendatangi Pak Aiptu Nurdin dan mengambil surat lalu membaca surat itu.
Kulihat difoto itu, Azkia sedang tertidur diatas lantai, mulutnya dibekap dengan kain biru. Ya benar difoto itu dia tidak memakai kerudung karena kerudungnya kami temukan dijurang kemarin.
“Ram, sini deh, baca surat ini, cepetan!.” Kata Ali
“Ya sebentar.” Aku berlari menghampiri Ali.
“Ini Ram.”

Aku mengambil surat itu lalu kubaca surat itu.

Itu foto teman perempuanmu, kami memfotonya kemarin. Dia disini baik-baik saja, kami tau kau khawatir dengannya, jadi ya kami memberimu hadiah ini.
Petunjuk selanjutnya ada dikandang sapi disebrang sungai tepat disebelah barat kau membaca surat ini.
Kami akan memberimu hadiah yang lebih menarik, serta hidangan sup yang lebih lezat disana!! Selamat menikmati hidangan sup buatan kami!!

Kami semakin penasaran, apa yang akan terjadi, sepertinya kalian juga. Setelah mengidentifikasi mayat, kami membawa potongan mayat itu menuju lapangan. Setelah sampai dilapangan, kami berlima mengumpulkan potongan mayat tadi dilapangan. Sungguh mengenaskan, Pak Tarmi yang kami kenal sangat baik, hidupnya harus berakhir seperti ini. Sesudah itu kami berlima menuju kandang sapi sesuai dengan petunjuk disurat itu.

Sesampainya dikandang sapi, kami tidak melihat seekor sapi pun, padahal kan ini kandang sapi. Aku berkeliling kandang sapi untuk mencari petunjuk.

“Itu apa!!!.” Teriak Ali.
Aku dan para polisi langsung menghampiri Ali
“Ada apa Li?” Tanyaku
“Itu liat!!!.”

Kami melihat potongan kaki kiri Pak Tarmi tergeletak dilantai. Disekitar sana, kulihat ada sebuah hidangan dan gelas disampingnya. Ku melihat lebih detail didalam mangkuk hidangan itu ada mie yang matang serta daging, disamping hidangan itu ada gelas berisi darah, serta ada surat dan memori handphone.
“Pak ada memori handphone nih, aku setel dihandphoneku saja ya pak.”
“Ya silahkan, kami akan melihat isi memori RAM dihandphone mu.”

Aku langsung mnegambil handphoneku dank u pasang memori itu. Ku tekan tombol menyalakan handphoneku, dan handphoneku menyala. Setelah loading tidak cukup lama, aku melihat isi memori itu, tapi dimemori itu hanya ada sebuah video. Kami menonton bersama video itu, ternyata isi video itu adalah mayat Pak Tarmi yang sedang dimutilasi, kepalanya dipotong, matanya dicongkel, perutnya dibelek hingga terlihat ususnya, jantungnya diambil, kedua tangan dan kakinya dipotong, kami merinding melihat video itu. Kami selesai melihat video itu.

Ku melihat disudut kandang sapi ada penampakan perempuan itu lagi, wajahnya sangat menyeramkan. Sebaiknya kalian tidak melihat ke sudut ruangan sekarang, siapa tau ada penampakan perempuan itu, Hiii…
Tubuhku tidak bisa bergerak, perlahan perempuan itu mulai mendatangiku. Tiba-tiba saja Ali menepuk punggungku.

“Kenapa Ram?”
“Itu ada setan perempuan yang ku lihat.”
“Mana?”
“Itu disana.” Ku menunjuk setan itu, namun dia telah menghilang.
“Tidak ada orang disana.”
“Tapi tadi ada.”
“Ya kok aku percaya kata-katamu, karena kita kan teman.”
“Ya terima kasih Ali.”

Aku mengambil surat itu, aku dan Ali bersama membaca surat itu.
Sudah menonton video itu? Sangat indah kan pemandangan video itu? Kami tau sekarang kalian lapar, jadi nikmati saja mie sup kaki manusia itu. Sungguh lezat bukan? Kami beri waktu sampai malam jum’at jam 12 malam, beri kami boneka itu, jika tidak maka teman perempuanmu ini akan kami mutilasi, kami potong mayatnya. Kami serius, jangan bermain-main! Jadi jangan lengah! Kami tau kamu mencintainya kan, jadi kami yakin kamu akan menyelamatkannya dan memberikan boneka itu kepada kami. Jika kamu menyerahkan boneka itu, maka temanmu selamat. Buatlah kesepakatan ini, maka kita akan saling menguntungkan bukan? Kamu harus datang sendiri, Sampai jumpa malam jum’at di kandang sapi ini !!
“Menjijikan, kejam sekali mereka” Kataku.
“Boneka apa dik?” Tanya Aiptu Nurdin
“Boneka biasa sih, aku menyimpannya divilla.”
“Ya kalau begitu kasih mereka aja boneka itu agar temanmu selamat.” Ujar Aiptu Nurdin.
“Ya nanti akan kuserahkan, sekarang kan masih hari selasa.” Aku menenangkan diri.

Setelah itu kami langsung kelapangan, petugas kepolisian langsung membawa semua potongan mayat untuk diotopsi.

Azan Dzhuhurpun berkumandang, tanda waktu Dzhuhur telah datang. Aku kembali kevilla, lalu aku dan teman-temanku kembali ke villa untuk melaksanakan sholat dzhuhur . Setelah sholat, seluruh siswa menikmati makan siang. Menu kali ini adalah sayur bayam dan telur puyuh. Aku tidak makan karena masih teringat kejadian tadi pagi. Membuat perutku menjadi mual
Kali ini aku memutuskan tidak makan siang, lalu aku kembali ke kamar. Kubuka pintu kamarku, kulihat Ali sedang duduk dipinggir tempat tidur. Aku menghampirinya.
“Ali, kok kamu diam saja, sudah makan belum?” Ali pun diam saja dia tampak kaku dan pucat.
“Ali! Jawab pertanyaanku, kamu sakit ya?” Tak lama kemudian, Sraaa…” Pintu kamar terbuka
“Ada apa Ram, kok kamu ngomong sendiri dikamar?”

Ali masuk kekamar membawa makanan
“Lah terus ini siapa?”
Aku menunjuk orang disampingku namun telah menghilang. Aku mulai merinding
“Gak ada siapa-siapa.”
“Tapi tadi aku lihat kamu duduk disini, kamu diam saja mukanya pucat.”
“Aku dari tadi diluar, setan kali tuh.”
“Masa sih siang-siang ada setan.”
“Ya hati-hati aja, banyakin istighfar aja Ram.”
“Ya deh Li, terima kasih ya, maaf merepotkan.” Aku menggaruk-garuk kepalaku. “Kamu makan?” Tanyaku pada Ali.
“Ya lah, laper nih.” Ali memasukan nasi kedalam mulut.
“Aku mah masih mual tau, jijik melihat yang tadi.”
“Ya jangan diingetlah, lupain aja hal yang membuat kamu mual itu, makan dulu sana, nanti kamu sakit lhoo, mikirin Azkia terus sih.”
“Hee, gak kok Li.”
“Ram… Ya makan dulu sana.”
“Gak ah kenyang, aku mau tidur dulu ya.”
“Yasudah istirahat yang cukup ya, tidur yang nyenyak.” Aku merebahkan tubuhku kekasur, langsung kupejamkan mata, kemudian aku terlelap tidur.

Chapter 7. Cukup!

Bangun tidur jam 3 sore, tidur siang yang cukup lama. Ku lihat jam dinding, kumulai menghitung, sekarang jam 3 sore hari selasa, ku punya waktu sampai malam jum’at jam 12 malam, ku punya waktu, 50… 51…52…53…54…55… 56 jam!, eh bukan, maksudku 57 jam nampaknya! Berarti ku punya waktu 57 jam lagi untuk menyelamatkan Azkia.
“Tik Tik Tik.” Suara jam berdetik.
“Waktu sangat cepat berlalu ya!” Kataku sambil memperhatikan jam didinding.

Aku teringat bahwa sebentar lagi Azkia milad ke 14 tahun. Kami lahir terpaut 1 tahun 4 hari. Aku lahir 1 Februari 2000 sementara Azkia lahir 5 Februari 2001. Ya itu berarti hari kamis nanti dia milad ke 14 tahun.
Suara kumandang adzan ashar terdengar, aku berjalan dengan tertatih ingin berwudhu, kemudiaan sholat ashar. Setelah sholat aku kembali kekamar, tiba-tiba terdengar suara rintik hujan yang mulai gerimis, nampaknya langit lagi sedih karena itu dia menangis. Badanku mulai terasa menggigil, apalagi ditambah hujan, cuaca yang dingin terasa menusuk-nusuk kedalam kulitku.
Aku mengambil jaket dan syal, lalu aku kenakan ditubuhku, aku melemparkan tubuhku diatas kasur, sambil menghangatkan tubuh dengan menggosok-gosokan kedua tanganku. Aku mulai mengantuk dan akhirnya aku ketiduran, karena cuaca dingin ini sangat nyaman membuatku tertidur pulas.

Waktu cepat berlalu, aku dibanguni Ali.
“Ram bangun, sudah sholat belum?. Aku mengucek mata“Oh ya belum, jam berapa sekarang?”Tanyaku pada Ali, “Jam 8 Malam.”
“Udah jam 8? Cepet amat.” Mataku tiba-tiba melotot karena kaget.
“Ehmmm…” Menganggukan kepala.
“Belum sholat maghrib lagi.”
“Ya sholat dulu sana, diqodho aja.”
“Ya. Eh, Li, aku gak bisa ikut acara malam ini, aku merasa tidak enak badan.”
“Ya nanti aku sampaikan ke kepala sekolah.”
“Terima kasih ya Li.” Aku langsung berwudhu kemudian sholat Isya dan mengqodho sholat maghrib di kamar.

Setelah sholat aku berjalan menuju tempat tidur, kepalaku pusing, keleyengan, badanku terasa sangat menggigil. Aku terjatuh pingsan dilantai, cukup lama aku pingsan.
Hari sudah pagi, kini mataku telah terbuka, aku berbaring diatas tempat tidur setelah pingsan 12 jam. Ku lihat jam didinding sudah jam 8 pagi, lagi-lagi aku kesiangan

“Apa ini?” Sambil memegang kompresan handuk dikeningku.
“Oh sudah sadar ya?”
Ku lihat Yusuf sedang duduk dibangku sambil bermain handphone.
“Ya Alhamdulillah nih, sudah fit lagi. Emang kemarin aku kenapa ya?”
“Ya kamu kemarin pingsan, badanmu juga demam, jadi aku, Ali, Rohman, Ridwan, menggotong tubuhmu ketempat tidur, lalu mengompres dengan handuk dikeningmu untuk menurunkan demam.”
“Ya terima kasih ya.”
“Ya pasti, kan teman harus saling membantu. Tuh sudah aku ambilkan sarapan dan kubuatkan susu hangat.”
Ku melihat disebelah kiriku, diatas meja ada makanan dan susu hangat. Ya aku bersyukur memiliki banyak teman yang sangat peduli kepadaku.
“Maaf ya merepotkan.’
“Ya gak apa-apa kok.”

Aku langsung menyantap sarapan, ya menu kali ini hanya nasi goreng dan telur dadar, menu yang sederhana, tapi karena dibuat dan disiapkan teman-temanku, itu sangat berarti sekali, sesuatu banget hee. Setelah makan ku minum susu hangat itu lalu aku membaca surat Al-Hasyr seperti kemarin.
“Oh ya! Belum sholat shubuh!.”
Aku langsung berwudhu lalu sholat shubuh dikamar, ya sekalian sholat dhuha juga. Setelah sholat, aku pergi kelapangan untuk berjalan-jalan sebentar. Aku tiba dilapangan, kududuk dibangku pinggir lapangan untuk berjemur, karena memang sinar mentari pagi itu sangat menyehatkan.
“Duh, badanku pegel sekali.” Aku memeltekan badanku.
“Sekarang sudah hari rabu ya, besok sudah hari kamis lagi. Apalagi besok dia kan ulang tahun. Ya kali ini aku akan menyelamatkannya, anggap saja sebagai kejutan ulang tahunnya.” Ujarku didalam hati.
Deg…
“Aaaaaaarrrrrgggghhhh………….”
Suara teriakan itu terdengar dari arah kebun teh.
“Apa itu?” Aku langsung berlari menuju sumber air, maksudku sumber suara.
Aku berlari dengan cepatnya, seperti Flash atau Minato di film.
Kini aku telah berada dikebun teh.
“Apa!.”
Kulihat Kakek Sutarna telah tergeletak ditanah dengan bekas 3 tusukan pisau diperutnya, tapi dia masih hidup. Terlihat ada seorang laki-laki yang berusaha berlari, secara cepat aku langsung mengejar dia.
“Woy! Tunggu!” Aku berteriak.
Laki-laki itu menghentikan langkah kakinya.
“Kenapa! Kau ingin kumutilasi seperti yang kemarin atau kutusuk seperti kakek itu?”
“Katakan dimana Azkia!”
“Emangnya kau siapa hah! Pacarnya? Atau kakaknya? Bicara seenaknya aja! Kau bahkan tidak bisa melindunginya!.”
Penjahat itu memegang pisau darah yang sebelumnya ia tusuk keperut kakek Sutarna.
“Aku pasti akan melindungi Azkia dan menolongnya, walaupun aku sahabat yang buruk!.”
“Kau hanya seorang bocah, jadi kau bisa bicara sembarangan dan terus menghayal. Bersiaplah, kau akan mati hari ini.”
“Kau jangan bicara sembarangan! Dasar sampah tak berguna, emangnya kau siapa menentukan kematian seseorang!.”
“Kau berani ya.”
“Ya aku tak takut.”
“Kalau begitu, buktikan kata-katamu pengecut!”
“Ram jangan melawannya.” Kata Kakek Sutarna.
“Kakek jangan khawatir, serahkan saja urusan ini padaku.”

Aku mulai bertarung dengan penjahat itu, walau penjahat itu memegang pisau, aku tak takut. Dia melayangkan ayunan pisaunya kearahku, tapi aku menghindarinya kearah kiriku, lalu aku selengkat kakinya, dia dan pisaunya terjatuh. Ku ambil pisau itu lalu kulempar jauh menuju lapangan.
“Pisau itu sudah kubuang, jika kau memang laki-laki, kita bertarung dengan tangan kosong!!”
Aku melawan penjahat itu dengan serius, aku menggunakan teknik beladiriku yang aku pelajari diekstrakulikuler sekolah

Sekuat tenaga aku menghajarnya dengan tangan kanan, tapi dia menghalaunya, lalu kuhajar dengan tangan kiri, dia kembali menepis pukulanku. Kami saling menahan tangan, satu sama lain, kemudian aku punya ide, kutendang bawah dagunya dengan lututku
“Buack!” Ku tending dagunya dengan lututku. Ya kali ini berhasil!
“Braak!” Kembali kutendang perutnya dengan kakiku.
Penjahat itu terlempar jauh, Nampak keluar darah dari perutnya.
Aku segera menghampiri kakek Sutarna.
“Kek, sakit gak kek?”
Disaat aku ingin menghampirinya…
“Awas dibelakangmu!” Teriak Kakek Sutarna
“Buack!” Aku langsung menendang dengan tendangan belakang.
Tendanganku mengenai tangannya yang sedang membawa batu yang lumayan besar, batu itu terlempar kebelakang penjahat itu.
“Rasakan ini!” Aku menghajarnya hingga dia tersungkur jatuh.
Kuambil batu besar tadi.
“Ku kembalikan ini!” Aku melempar batu itu tepat mengenai kepalanya. Darahpun mengalir dikepala penjahat itu.
“Akan kubalas kau nanti!” Penjahat itu lari menjauh
Aku langsung menghampiri kakek Sutarna, yang telah tergeletak lemah ditanah
“Kek, apa kakek baik-baik saja?”
“Sepertinya umur kakek tidak lama lagi.” Kakek tersenyum.
“Aku panggilkan ambulance dan polisi ya kek, biar kakek bisa dibawa kerumah sakit untuk disembuhkan.”
“Tak perlu repot begitu, kau memang anak yang baik ya, orang tua kamu pasti senang sekali punya anak sepertimu. Hmmm… Kakek harap kamu bisa menolong Azkia yah, serta menangkap para penjahat itu.”
Kakek memuntahkan darah.
“Ya aku pasti akan melakukannya, aku janji kek.”
Dengan nafas dan suara yang tertatih-tatih kakek mengucapkan kalimat syahadat.
Selang beberapa menit kemudian, kakek meninggal. Aku menutup matanya.
“Lagi-lagi mereka membunuh orang yang baik, mereka sangat kejam, tak berperikemanusiaan, cukup! Akan ku akhiri saja perbuatan mereka.” Pikirku dengan tekad kuat dihati.
Aku menelepon kemudian melaporkan polisi untuk menceritakan kejadian ini, tak lama kemudian polisi pun datang.
“Ada apa lagi?” Ujar Aiptu Nurdin.
“Ya ini ada pembunuhan lagi.”
“Siapa yang dibunuh?”
“Yang dibunuh seorang kakek-kakek, dia penjaga desa ini.”
“Pelakunya siapa?”
“Ya ada seorang laki-laki, rambutnya gondrong.”
“Tunggu!.” Sambil mengambil kertas dan pensil, Aiptu Nurdin pun mulai membuat sketsa pelaku.
“Rambutnya gondrong, kepalanya tidak terlalu lonjong, matanya sipit, hidungnya mancung, telinganya tertutup rambut gondrongnya, bibirnya hitam karena merokok, bibirnya tidak terlalu tebal, ya tingginya sekitar 175 cm…” Aku menceritakannya lebih detail.
“Apa dia seperti ini?” Sambil menunjukan gambarnya.
“Hmmm.. Ya! Agak mirip sih. Polisi memang hebat ya!”
“Apakah ada barang bukti?”
“Ya ada, disana aku membuang pisaunya.” Sambil menunjuk kepinggir lapangan.
“Bagus! Itu bisa dijadikan alat bukti, senjata pembunuhan, ya paling tidak dipisau itu ada sidik jarinya.”
“Tapi aku tadi sempat memegangnya untuk membuang pisau itu, karena dia menyerangku.”
“Walaupun begitu pasti ka nada sidik jari dia juga kan?”
“Ya betul, semoga berhasil pak!”
“Kami nanti juga akan menyebarkan poster sketsa pembunuhnya segera! Kami pergi dulu ya, akan kami otopsi mayat ini. Assalamu’alaikum!.”
“Wa’alaikumussalam.”

Pak polisi membawa mayat dan senjata pembunuhkan itu untuk diotaopsi dan diteliti.
Hari semakin siang. Ku lihat dijam tanganku sudah jam 11 siang. Hari yang cukup melelahkan, semoga aku tidak sakit lagi. Aku bergegas pergi ke sungai untuk menenangkan diri. Sesampainya disungai aku langsung duduk dibatu besar pinggir sungai. Ya itulah tempat biasa aku duduk kemarin.
“Crak… Crak…Crak…” Aku melempar batu kerikil kesungai“. Kulihat dijam tanganku sekarang sudah jam setengah duabelas siang, berarti ada sekitar waktu 36 jam lagi untuk menyelamatkan Azkia. Mudah-mudahan aku bisa untuk menyelamatkan Azkia, Amin Ya Allah…
Aku turun dari batu besar itu, aku merasa pusing. Untuk menyegarkan diri aku cuci tangan dan cuci muka dengan air sungai. “Brrrr… Seger banget nih airnya.” Tiba-tiba dipantulan air ada sesosok wanita cantik.
“Eeeh.” Aku mundur beberapa langkah kebelakang.
“Jangan takut.”
“Fika? Apa itu kau?”
“Ya benar.”
“Ada apa?” Aku mendekati pantulan air sungai itu.
“ Tolong aku!” Teriak Fika.

Perlahan pantulan wajahnya diair menghilang, aku menoleh kebelakang ternyata tidak ada siapapun.
“Eeehhh, Minta tolong kepadaku? Aku menunjuk kediriku, maksud dia minta tolong apa?”
“Ptak…Ptak…Ptak.” Ada suara langkah kaki, nampaknya ada seseorang yang menghampiriku.Aku mulai merinding.
“Dooor!!.” Aku menoleh kebelakang.
“Eeeh, ternyata kamu Ali, kamu bikin kaget aja!.”Aku tertawa kecil.
“Lagian kamu bicara sendiri seperti orang gila.” Gumam Ali.
“Aku masih waras lah! Ayo kita kembali ke villa.” Ajakku.
“Ya ayo, sudah jam 12 siang nih.”
Diperjalanan kami mendengar suara adzan, jadi kami langsung lari terburu-buru menuju villa, karena sudah ditunggu untuk sholat berjamaah.

Chapter 8. Pain at Brain


Setelah sholat, aku makan siang, kali ini menunya sayur labu dan bakwan. Aku menikmati makan siang itu dengan lahap karena aku tak ingin sakit seperti kemarin. Setelah makan aku dan teman sekamarku menonton film Naruto The Last dan Doraemon Stand By Me di kamar. Jam 2 lewat kami selesai menontonnya . Aku langsung pergi ke kamarnya Azkia untuk berbicara pada temannya.

“Tok... Tok… Tok…” Aku mengetuk pintu kamar. “Siapa diluar? Tanya Rina
“Ini aku Kurama.” Rina membukakan pintu “Kenapa Kak?” Tanya Rina dengan sopan.
“Ada yang ingin kakak bicarakan, kakak boleh masuk gak? Boleh ya!” Aku menganggukan kepala. “Ya boleh kak.”
Aku masuk kekamar. Aku dan Rina duduk diatas kasur. “Mau ngomong apa kak?” Tanya Rina. “Coba lihat ini.” Aku menunjukkan foto Azkia yang kutemukan kemarin.
“Itu kan Azkia kak, tapi dia kok gak pake kerudung sih.”
“Ya, kerudungnya sih kakak temukan dijurang kemarin.”
“Terus kakak dapet foto itu dari mana?”
“Kemarin waktu ditemukan mayat dikardus yang dimutilasi itu, ada foto itu.”
“Terus berarti Azkia dalam bahaya dong?”
“Ya, aku harus menyerahkan boneka itu kepenculiknya untuk membebaskan Azkia.”
“Kapan?”
“Besok malam jum’at jam 12, tapi ini rahasia ya.”
“Ya tenang aja kak.” Tok Tok Tok… “Siapa itu?” Teriak Rina “ini aku Rahma, kok pintunya dikunci?”

Rahma berteriak dari luar. “Ya bentar.” Rina membukakan pintu. “Maaf ya!” Kata Rina. “Dih ada Kak Kurama, Hayoo… Kok dikamar berduaan sih, duduk dikasur lagi, wah, kalian mau ngapain tuh?” Rahma menunjuk kepada kami, sepertinya dia curiga, mungkin pikirannya lagi membayangkan hal aneh yang tidak-tidak. “Apa sih Ma, jangan su’udzon dulu! Kak Kurama kesini Cuma mau ngasih foto doang kok.” Kata Rina dengan sopan.
“Foto apa kak?” Tanya Rahma.
Aku memberikan foto itu. “Ini.”
“Azkia?” Terus perkembangan kasusnya bagaimana kak?”
“Ya penculik itu sama dengan yang membunuh dan memutilasi kemarin, mereka memintaku untuk menyerahkan boneka itu sebelum malam jum’at jam 12 malam.” Aku menjelaskan.
“Boneka apa kak?”
“Aku menyimpan boneka itu, boneka itu kutemukan bersama Azkia dipinggir sungai. Boneka itu bisa mengabulkan 5 permintaan yang kamu inginkan, tapi barang siapa yang meminta pada boneka itu, tidak akan masuk surga maupun tidak akan masuk neraka.” Aku menerangkan.
“Oh seperti buku death note aja ya kak. Aku mau lihat boneka itu dong, kak, boleh ya boleh.” Kata Rahma.

Suara Azan pun terdengar.
“Ya nanti kakak bawa abis sholat Ashar ya, kamu sekamar sama siapa aja?” Tanyaku.
“Aku, Rahma, Azkia, Tiara, Ratna” Jawab Rina.
“Ya sudah nanti Tiara dan Ratna suruh ngumpul disini ya!”
“Ya kak.”

Aku pergi untuk sholat berjama’ah di aula. Setelah sholat aku pergi kekamarku untuk mengambil handphone, laptop, boneka dan surat aneh itu.
“Darah?” Ada cairan merah yang menetes dilantai, terlihat diatas lantai yang ada darahnya itu ada boneka itu, dia menangis darah. Aku mulai merinding. Aku mengambil lap membersihkan darah dilantai lalu mengambil tisu membersihkan boneka itu.
Kini kuberjalan menuju kamarnya Azkia, ku lihat pintunya telah terbuka.
“Assalamu’alaikum” Aku memulainya dengan salam.
“Wa’alaikumussalam.” Rina menjawab salamku.
“Ayo masuk! Sudah pada nungguin tuh.” Kata Rahma.
“Asyik dah, ternyata kakak banyak yang nge-fans, buktinya banyak yang nungguin.” Aku tertawa dan tersenyum sendiri.
“Haa.. bener ya kata Azkia kadang-kadang kakak itu terlalu ke-geer-an.” Kata Rina.
Ku lihat Ratna dan Tiara sedang memperhatikan foto Azkia yang tadi.
“Mau nonton video gak?”Tanyaku.
“Video apa kak? Jangan yang aneh aneh ya.” Tanya Rina
“Ya tonton aja dulu.” Aku membuka laptop, lalu kusetel video itu.
“Apa itu kak?” Tanya Rina. “Tonton aja dulu.”
Divideo itu terlihat mayat pak Tarmi yang sedang dipotong-potong.
“Kejam sekali mereka!” Ujar Tiara. “Terus Azkia bagaimana kak?” Tanya Ratna. “Ya mereka meminta boneka ini.” Aku menunjukan boneka dan surat. “Coba lihat kak.” Kata Tiara. Mereka bersama-sama melihat boneka itu. “Coba lihat suratnya kak!” Ujar Ratna.
Mereka membaca surat itu. “Ya kalau begitu kasih saja boneka itu untuk menyelamatkan Azkia. Kita juga tak membutuhkan boneka itu.” Rina berkomentar
“Sekarang kan masih hari rabu, dan penculik Azkia memberiku waktu sampai malam jum’at jam 12 malam.” Ujarku.
Rahma berpikir. “Ya berarti ada sekitar, 25…26…27…28…29…30 jam lagi ya!” Kata Rahma sambil menghitung dengan jarinya. “Ini ada surat satu lagi.” Aku memberikan surat yang ada kodenya itu.”
“Ini kode apa kak?” Tanya Tiara dengan penasaran. “Aku juga tidak tau, kalian bantu aku yah memecahkan kode ini.” Aku memperhatikan boneka itu. “Ya.” Rina menulis kode dibuku sesuai dengan kode yang dikertas. “Sip.” Aku memberikan jempol,
“Bantu kakak ya.”
“Ya, semoga Azkia selamat yah.” Aku berharap.“Amin.” Mereka mendo’akan.
Aku membereskan laptop dan barang-barang yang kubawa tadi, lalu kubawa kekamar. Setelah itu ku ambil handuk dan perlengkapan mandiku, pastinya untuk mandi.
Jam setengah enam aku selesai mandi, badanku terasa segar sekali. Aku masuk kekamar, ya sekalian beres-beres, sesudah beres-beres kamar, aku merapihkan pakaian yang kukenakan, lalu aku sisir rambutku didepan kaca.
Beberapa saat kemudian ketika sedang menyisir rambut, tiba-tiba ada penampakan dikaca. Aku tau bahwa penampakan itu adalah Fika sama seperti penampakan yang kulihat dikamar, dikandang sapi dan disungai tadi. Kini dia tersenyum kepadaku.
“Fika kenapa kamu mendatangiku.” Tanyaku
“Tolong aku, maka aku akan menolongmu menyelamatkan Azkia.” Kata Fika.
“Tolong apa?”
“Pecahkan saja kode itu.”
Penampakan itupun menghilang, aku masih kebingungan apa yang harus kulakukan. Aku teringat tentang kakek Sutarna.
“Huft apa yang harus kulakukan ya… Waktu itu kakek bilang apa ya kepadaku, aku lupa.”
“Oh ya! Astral Projection dan Luccy Dream. Aku kan belum mencoba Astral Projection dan Luccy Dream.” Aku ingat sekarang perkataan kakek Sutarna waktu itu.

Adzan Maghrib pun terdengar berkumandang, aku bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib. Setelah sholat maghrib ada pengajian seperti biasanya pada hari sebelumnya sampai Isya. Setelah sholat isya dilanjuti muhadhoroh dan penyampaian materi dari Pak Aziz, beliau menceritakan materi tentang sultan Muhammad Al-Fatih.

Setelah materi sekitar jam 10 malam, kami langsung menikmati makan malam. Menu kali ini adalah sop jamur dan kwetiau. Aku menikmati makanan itu, terlebih lagi kwetiau itu diberi bumbu sambal balado. Ya sungguh nikmat, aku selalu mensyukurinya masih bisa makan, karena banyak diluar sana yang tidak bisa makan dengan nikmat.

Setelah makan sekitar jam setengah sebelas malam, aku sudah janjian dengan Ali, Yusuf, Rohman, Ridwan untuk berkumpul dikamar. Sesampainya dikamar, kami langsung mengobrol. “Aku punya rencana!” Kataku. “Rencana apa?” Tanya Rohman.
“Ini!” Aku menunjukan pengertian Astral projection dan Luccy Dream di laptopku.

Astral Projection ialah menjelajah dengan arwahmu sendiri menuju tempat yang kau inginkan, Kau bisa melihat tempat itu, tapi kau tidak bisa terbang, tidak bisa menyentuh sesuatu tapi bisa menembus tembok.
Luccy Dream adlah menghubungkan mimpimu dengan siapapun yang kau inginkan tapi orang itu harus sedang tertidur. Kau akan sadar dengan yang kau katakan dan kau lakukan. Kau seperti berada didunia mimpi buatanmu sendiri.
Tapi jangan gunakan 2 hal ini untuk hal yang buruk, jika kau tidak ingin ada resikonya.
“Caranya?” Tanya Ali.

Aku langsung mengarahkan kursor mouse laptop karena dibawah bacaan itu ada cara melakukannya.
Cara melakukan Astral Projection
1. Tidurkan tubuhmu dikasur
2. Pejamkan matamu
3. Lemaskan tubuh dan renggangkan ototmu, lalu lemaskan.
4. Tarik dan buang napas secara perlahan.
5. Setelah kau merasa nyaman, coba berusahalah untuk memisahkan tubuh dan arwahmu, rasakanlah arwahmu mulai terpisah dari tubuhmu.
6. Setelah itu bangunlah, maka kau akan melihat tubuh aslimu sedang tertidur, namun arwahmu tidak akan terlihat oleh orang lain.

Note: Cara ini sangat sulit, jarang sekali yang bisa berhasil melakukannya, jika gagal, ulang lagi lah, lebih konsentrasi, jangan menyerah.

“Kau ingin mencobanya?” Tanya Ridwan. “Ya aku akan mencobanya, aku takkan menyerah. Kali ini aku akan menemukan lokasi Azkia diculik.” Aku menjawabnya dengan santai.
“Kalau cara melakukan Luccy Dream bagaimana?” Tanya Yusuf. Aku langsung memindahkan kursor mouse kebawah, Nampak penjelasan cara melakukan Luccy Dream.

Cara melakukan Luccy Dream
1. Tidurkan tubuhmu dikasur
2. Pejamkan mata
3. Lemaskan tubuhmu, renggangkan otot, lalu lemaskan.
4. Tarik dan buang napas secara perlahan.
5. Kosongkan pikiranmu, nanti kau akan menemukan lorong yang gelap, tetap jelajahi lorong itu, jangan takut! Jangan bangun! Karena disebrang lorong itu terdapat dunia mimpi
6. Setelah berhasil, kau bebas melakukan apapun disana, pikirkan kau berada ditempat yang indah misalnya ditaman, lalu kau panggil nama temanmu, maka temanmu akan datang, saat itulah mimpimu dan mimpi temanmu terhubung, tapi panggilah nama temanmu yang sedang tertidur sekarang.
Note: Cara ini sangat sulit seperti Astral Projection, jangan disalah gunakan, nanti kau akan menerima resikonya
“Cara yang sulit memang, tapi aku takkan menyerah.”
“Cara mana yang akan kau lakukan terlebih dahulu?” Tanya Ridwan.
“Aku akan mencoba astral projection terlebih dahulu, mudah-mudahan akan berhasil!”
Aku melakukan cara seperti keterangan itu. Setelah 10 menit berlalu aku mencobanya. “Bagaimana bisa enggak?” Tanya Rohman. “Gagal.” Aku membuka mataku.
“Ya ayo coba lagi!” Kata Yusuf.

Dengan diawali membaca basmallah, aku mulai mencoba. Aku berusaha berkonsentrasi.
“Semoga ini berhasil.” Aku berkata dari dalam hatiku. Setelah beberapa menit kemudian aku berhasil. Aku terbangun dalam keadaan astral projection, kulihat tubuh asliku sedang tertidur. “Ya, nampaknya Kurama berhasil.” Kata Ali. Aku langsung saja keluar villa, aku tak terlihat, bahkan aku bisa menembus dinding seperti khayalan saja kupikir.

Aku pergi menuju lapangan, suasana disana sepi, hening. Aku masuk kedalam gubuk ternyata tidak ada siapapun. Aku berjalan menyusuri kebun teh, kembali aku tak melihat siapapun, hasilnya kembali nihil, aku tak menemukan petunjuk apapun. Aku menjelajahi jurang sampai aku menemui sungai tempat yang biasa, ya kali ini aku belum menemukan petunjuk apapun.

Kini aku berjalan menuju kandang sapi, aku masuk kedalam kandang sapi itu, ya lagi-lagi aku tak menemukan petunjuk apapun. Disaat aku keluar dari kandang sapi, aku melihat ada sebuah rumah yang masih menyala lampunya, didepan pintunya ada laki-laki yang sedang duduk untuk berjaga.
“Tempat apa itu, aku memiliki firasat baik dengan tempat itu, tapi aku pernah melihat rumah itu.” Kataku. Tanpa pikir panjang aku masuk kerumah itu, karena memang aku tak terlihat.
Aku sampai didalam, tidak ada orang diruang tamu.

“Heh, bentar lagi lu akan dibebaskan, pasti sahabatmu itu akan menyerahkan boneka itu kepada kami.” Aku mendengar suara itu dari sebuah ruangan dirumah itu, aku masuk diruangan itu,. Ku lihat didalam ada 4 orang laki-laki, aku mendekatinya. Ya ternyata ada Azkia disana yang masih bangun, tapi dia sedang tiduran diatas tikar. Aku lihat ada seorang laki-laki yang aku hajar tadi pagi, Nampak ada perban yang terbalut dikepalanya.
“Aku pergi dulu membeli nasi!” Kata penjahat yang diperban. “Ya tapi jangan lama-lama” Kata seorang penjahat. “Ya tenang saja.” Penjahat yang diperban itupun pergi membeli nasi.
Aku mulai mengingatnya. “Oh ya, tempat ini kan sama seperti mimpi itu lalu aku pernah melihat mereka semua didalam mimpi, dan nanti yang akan digantung adalah yang diperban itu.” Aku menunjuk kearah laki-laki itu, mereka tidak melihatku karena aku saat itu sedang menggukan tubuh astralku.

Setelah aku mengetahui tempat Azkia itu, aku langsung kembali ketubuh asliku. Aku pun membuka mataku, dan terbangun. “Bagaimana?” Tanya Ridwan. “Ya berhasil!” Kataku. “Ya bagus kalau begitu.” Kata Ali “Dimana tempat Azkia sekarang?” Tanya Yusuf. “Didekat kandang sapi itu ada sebuah rumah, tepat disebrang sungai, tapi rumah itu seperti mimpiku, aku dan Azkia serta para penculik itu akan mati disana. Aku akan segera pergi kesana sendiri, do’akan aku pergi ya! Semoga mimpi itu tidak jadi kenyataan.”
Suasana kembali hening. “Aku tak akan membiarkannya!” Kata Rohman. Suasana tiba-tiba berubah tegang. “Kenapa begitu!!!” Teriakku.
“Lagian kau bilang kau akan pergi sendiri, ya kami tak akan membiarkannya! Kami juga harus ikutlah! Bersama-sama itu jauh lebih baik! kita kan sahabat, bukankah begitu Wan, Suf.” Ujar Rohman
“Ya benar. Kalau kami bersama kan berarti tidak sesuai dengan mimpi itu” Kata Yusuf
“Benar, kami akan selalu membantu!” Kata Ridwan.“Ayo kita berangkat!” Kataku.
Aku langsung mengambil syal dan kulilitkan syal dileherku. Aku membawa juga tas kecil ku.
Kami berharap kali ini bisa menyelamatkan Azkia.
Ya semoga saja!!!!!!!

Kami berlima langsung keluar dari kamar dengan mengendap-endap dan diam-diam, namun saat kami ingin keluar dari villa, kami melihat Rina sedang keluar dari kamar mandi, nampaknya kami ketahuan. Rina menyapa kami, dia memakai baju tidur. Kenapa sih kalau kebanyakan perempuan itu tidur memakai baju tidur, hadeuuh…

Rina menghampiri kami “Kalian mau pergi kemana?” Tanya Rina,
“Mau menyelamatkan Azkia, tapi jangan bilang-bilang ke yang lain ya!” Jawab Ali.
“Emang kalian sudah tau tempat Azkia diculik?” Tanya Rina.
“Sudah dong, berkat Kurama” Jawab Ridwan.
“Aku boleh ikut gak?” Tanya Rina kembali.
“Jangan! Nanti kalau mereka menculik kamu gimana?” Ujar Yusuf.
“Ya tuh bener jangan, nanti malah merepotkan lagi!” Kata Ali.
“Maaf ya, bener kata Ali, kamu disini aja.” Jawab ku.
“Ya sudah deh aku ngerti kok.”Rina tersenyum lembut.
“Rin, aku minta jaketnya Azkia dong!” Kataku. “Ya sebentar, tunggu ya. Aku ambil dulu.”

Rina berlari kekamar mengambil jaket Azkia ditasnya. “Mana ya jaketnya Azkia, mungkin ditasnya.” Rina mencari ditasnya Azkia. “Ah, ini dia.” Dia sangat cepat, belum semenit, Rina sudah kembali menghampiri kami membawa jaket Azkia.
“Ini kak jaketnya Azkia!” Rina memberikanku jaket. “Terima kasih ya!” Aku mengambil jaket
“Semoga berhasil ya!” Kata Rina.
Aku memakai jaketnya Azkia, kamipun berangkat, sementara Rina kembali masuk kekamarnya, nampaknya dia sudah ngantuk dan ingin tidur. Kami melangkahkan kaki keluar villa, suasana diluarpun sangat gelap serta dingin, karena memang suasana pegunungan yang seperti itu. Lapangan sudah kami lewati, kini kami akan menyebrangi sungai.

Teeet…Teeet…Teeet.,, Terdengar suara klakson mobil. “Itu bunyi apa?” Tanya Ali. “Hmm… seperti bunyi klakson mobil, tapi aneh sekali kok malam-malam gini dengan suasana didesa ini sangat sepi ada bunyi seperti itu.” Aku tambah bingung. “Mana disini sepi, tidak ada apapun.” Ridwan clingak clinguk. “Ya sudah, abaikan saja suara itu, sekarang kan kita mau menyelamatkan Azkia.” Ujarku. “Ya benar tuh, ayo kita lanjutkan.” Kata Rohman.

“Ya ayo! Hajimari yoo, let’s go!”

Kamipun menyebrangi sungai, saat itu kulihat dijam tanganku sudah menunjukan jam 1 pagi. Setelah menyebrangi sungai kami melihat rumah itu, terlihat masih ada seorang penjahat yang sedang duduk diteras rumah itu, seperti yang kulihat saat melakukan Astral Projection tadi. Kami memutar menuju belakang rumah itu. Ya kami berjalan mengendap-endap seperti kucing yang mau mencuri. Kami berhasil kearah belakang rumah itu, kini kami berada di teras disamping rumah itu untuk menyusun rencana.
Suasana mulai tegang.“Ram, terus kita mau ngapain lagi?” Tanya Yusuf.
“Bentar aku mikir dulu.” Aku memegang keningku.
“Ah elah, suasana tegang gini masih mikir dulu, jangan lama-lama.” Kata Rohman.
“Oh ya! Kita nembus tembok aja kalau tidak teleportasi aja.” Jawab ku.
“Hadeeuuuhh, lagi keadaan seperti ini, kamu masih sempet aja ngelawak.” Ujar Yusuf.
“Hee.. ya maaf, lagian kalian dari tadi tegang aja, ya aku Cuma berusaha mempercair suasana.” Gumamku.
“Kalau mau mempercair, ya dikasih airpanas aja, nanti juga cair sendiri. Aku jadi mau makan es krim yang mencair nih.” Kata Ridwan.
“Emang kalian mau cairin uang? Kalian dapat cek darimana?” Kata Rohman.
“Apa sih nih kalian, situasi lagi begini masih saja bercanda.” Ujar Yusuf
“Ya nih.” Kataku.
“Supaya kita tidak tegang lah.” Kata Ridwan.
“Ya benar sih.” Ujar Yusuf. “Ha..ha.ha…” Kami tertawa cekikikan bersama.
Lagi-lagi kami masih kebingungan.“Ya sudah ayo, rencana apa nih?” Tanya Rohman. “Hmmm, kalian tunggu disini saja, aku akan mengelabui penjahat didepan pintu itu, nanti kalau sudah akan kuberi kode.” Ujarku. “Sip!” Kata Ridwan. “Kok kode, kenapa gak password aja? Tapi aku lupa e-mail ku apa ya!” Gumam Rohman. “Ah, bercanda aja dari tadi.” Kataku. “Ya sudah sana semoga berhasil ya Ram.”

Ku lihat penjahat itu sudah mulai mengantuk, aku mengendap-endap dari arah belakangnya, lalu ku ada ide, akan ku hipnotis penjahat itu.
“Tidur!.”Aku menutup matanya dari belakang. “Yes, berhasil.” Aku berhasil menghipnotisnya. “Ssttt… Ayo masuk!” Kataku. Teman-temanku menghampiriku. “Sejak kapan kamu bisa hipnotis? Aku tak pernah tau kalau kamu bisa hipnotis orang.” Ujar Yusuf. “Ya nanti aku ceritakan, kita selamatkan Azkia dulu oke!”Aku tersenyum. “Sip!” Ridwan memberikan jempol. “Barang-barang sudah siap kan?” Aku beri aba-aba.“Siap dong”

Aku masuk kerumah itu, didalamnya ada 3 penjahat, berarti 1 penjahat yang sedang membeli nasi belum kembali kerumah ini, sementar 1 penjahat yang diluar telah kubuat terhipnotis. Aku muncul didepan pintu.
Merek melihatku “Ngapain kau disini!” Penjahat itu melirik benci kearahku. “Kakak!” Azkia terbangun melihatku. “Kalau berani kutantang kalian keluar.” Aku memberanikan diri. “Kurang ajar, bocah ingusan seperti dia berani bermain-main dengan kita.” Mereka mulai kesal. “Ya kalau berani kalian keluar, dasar pecundang!”

Aku berlari keluar menuju pintu, Ali dan Yusuf pun bersiap menjebak mereka dengan tali. Aku telah keluar. “Tiga… Dua… Satu… Tarik!” Kata Ali. “Lakukan!” Teriakku.

Penjahat yang sedang berlari itu pun tersandung tali, mereka terjatuh karena jebakan rencana kami. Ridwan dan Rohman sudah memegang balok kayu, mereka memukuli penjahat itu. Azkia keluar dari pintu. “Kak!” Dia tersenyum. “Ya… Hmmm.. Hai apa kabar?” Sambil kubuka tali yang mengikat tangannya. “Baik kok kak!” Azkia tersenyum lembut kepadaku, lesung pipit itu masih ada dipipinya. “Ngobrolnya nanti dulu ya, kalahin penjahat itu dulu ya.” Aku menoleh kearah penjahat itu yang terjatuh. “Ya kak!” Dia tampak bahagia aku selamatkan. “Ayo Az, ikut kami.” Aku memegang tangannya Azkia dengan tangan kiriku.

Kamipun langsung keluar kejalanan, penjahat itu pun kembali mengejar kami. “Serang mereka!” Aku menyuruh orang yang kuhipnotis tadi untuk menyerang mereka. “Sekarang tinggal 2 lawan 5, kami pasti menang karena jumlah kami lebih banyak, dan kami bisa bekerja sama dengan baik!”

Penjahat yang kuhipnotis tadi melawan 1 penjahat lainnya, sementara Ali, Yusuf, Ridwan, Rohman melawan sisanya yaitu 2 penjahat lain.“Kak, jangan melawan mereka!” Teriak Azkia. “Kamu tenang aja ya, jangan khawatir oke.” Aku menyentuh keningnya dengan jari telunjuk dan jari tengahku. “Ya hati-hati kak.” Dia lalu tersenyum. “Ya pasti!” Aku melepaskan tangan Azkia, lalu kuhadapi penjahat itu. “Ya kak, ayo kak! Kalahkan mereka.” Teriak Azkia mendukung kami.
“Hee.. Ya!” Aku tertawa.
Aku berlari ke salah satu penjahat itu, tangan sudah kukepal. “Ayo maju sini!”
Dia melayangkan pukulan menuju kekepalaku, aku menunduk “Buack!” Ku pukul sekuat-kuatnya ke perutnya. “Wuaaahh!!” Dia terpental dan mengeluarkan darah. Dia terjatuh diatas tanah. Dia belum sempat bernapas. “Buaaakkk!” Aku menendang kepalanya. Penjahat itu melemah. Aku injak kepalanya. “Ahhhhhhh……” Penjahat itu menjerit.
“Rasakan ini!” Aku menggesek-gesek wajahnya ketanah.
Sementara itu… Kini tinggal satu penjahat lagi yang harus kami kalahkan. Yusuf berlari, dia mengayunkan tangannya, dia ingin menghajar satu penjahat sisanya , namun masih tertahan tangan kanan penjahat itu, kini Rohman ingin menhajarnya, lagi-lagi masih tertahan tangan kirinya. Yusuf dan Rohman memegang kedua tangan penjahat itu. Tiba-tiba Ridwan berlari dengan cepatnya. “Sekarang lakukan!” Yusuf dan Rohman berteriak!
“Buaack!’ Ridwan menendang dada penjahat itu.
Lalu secara mendadak. “Jedeer!” Secara bersama Yusuf dan Rohman menghajar wajah penjahat itu. Sempurna, sekali penderitaan penjahat itu, sudah ditendang dadanya, ditonjok pula wajahnya. Kami berhasil mengalahkan mereka. “Aahhhh!” Teriak Azkia

Kami menoleh kebelakang. “Apa-apaan ini! Kalian berani-beraninya melawan kami.” Penjahat yang diperban itu datang, dia telah menempelkan kilatan pisau dilehernya Azkia. “Apa! Azkia!” Teriakku. “Kak!” Dia juga berteriak. “Hmm… beraninya kau!” aku ingin berlari melawan penjahat diperban itu. “Tunggu dulu jangan bertindak gegabah.” Yusuf menghalangiku dengan tangannya. “Kok jadi ngomongin gabah, kalian laper ya! Hee!” Ridwan tertawa. “Malah ngelawak lagi! Jika kalian ngelawak lagi akan kubunuh perempuan ini.” Penjahat itu mulai terlihat mengancam.

Aku panik “Jangan! jangan!” Aku melihat bahwa dibelakang penjahat dan Azkia itu sudah ada permpuan itu. Tapi aku bingung kenapa hanya aku yang melihatnya. “Kamu sih Ridwan!” Kata Rohman. “ Ya maaf oke!” Dia tersenyum. “Maafkan temanku ini ya!”
“Gak lucu tau!” Kata penjahat itu. “Ya memang.”Jawabku santai. “Ya sudah, datang kesini besok jam 12 malam, malam jum’at! Sesuai surat yang sudah kamu baca dikardus kemarin, serahkan boneka itu maka akan kubebaskan perempuan ini, Kami janji!”
“Ya tentu!” Spontanku menjawab. “Tapi kau harus pergi sendiri! Sekarang kalian pulanglah, tapi bebaskan dulu orang yang kau hipnotis itu”
“Ya akan kulepaskan.” Aku mulai menarik napas. “Cepetan!”Perintah penjahat itu.“Dalam hitungan ketiga kamu akan bangun, satu… dua… tiga… Bangun!”. Hipnotis itu terlepas. “Ada apa ini?” Kata penjahat yang tadi dihipnotis. “Sudah kamu jangan banyak omong.” Kata Ridwan. “Ini berikan pada Azkia!” Aku melepaskan dan melempar jaket Azkia.Penjahat itu mengambil jaket itu dan memberinya pada Azkia. “Ya sudah kalian pulang sekarang!’

Kamipun kembali kevilla dengan kecewa. Sampai divilla kami dimarahi kepala sekolah. “Kenapa kalian pergi malam-malam!” Kan sudah dibuat peraturan! Apalagi kamu Kurama! Kamukan ketua Osis, kalian juga kan paling senior disekolah! Seharusnya menjadi contoh bagi adik-adik kelas kalian!”
“Ya maaf pak, kami tadi Cuma mau menolong Azkia aja kok pak” aku mulai menceritakan kejadian tadi. “Berarti kamu besok akan pergi?” Tanya Pak Aziz serius. “Ya pak, boleh kan pak?” Aku memohon dengan wajah melas. “Ya bapak izinkan, sekarnag istirahat dulu sana! Sudah malam!”
Kami kembali kekamar, sebelum tidur aku sholat hajat terlebih dahulu untuk berdo’a agar Azkia diselamatkan, dan aku mendapatkan petunjuk.

Sesudah sholat, aku berusaha memecahkan kode itu bersama Yusuf.
“Kodenya gimana nih?” Tanya Yusuf. “Aku juga tak tau, bentar aku mikir dulu.” Berpikir dan terus berpikir dengan keras. “Ya aku juga.” Yusuf mulai berpikir. “-5, maksudnya apa, terus selanjutnya ada susunan huruf tak beraturan.” Aku semakin bingung. “Sepertinya itu sebuah sandi.”Yusuf memperkirakan. “Ya juga sih, tapi masa setan bisa sandi seperti ini, mungkin setannya ikut anggota pramuka kali ya.” Gumam ku. “Hahaha… mungkin sih.” Yusuf tertawa.
“Mungkin setannya sedang persami didaerah ini, hee… Oh ya aku mengerti!” Aku tertawa kecil. “Gimana Ram?” Tanya Yusuf.
Aku mulai menjelaskan perlahan-lahan. “Kita coba dulu, mungkin ini -5 maksudnya 5 huruf dari sebelum kata-kata itu.”
“Ayo kita coba dulu.”
“berarti 5 Huruf sebelum G itu huruf B.” Aku menulisnya dikertas. “5 Huruf sebelum Z itu Y,X,W,V, U. Oke 5 huruf sebelum Z itu huruf U.” Aku menulis kata BU dikertas. “5 huruf sebelum S itu huruf N lalu 5 Huruf sebelum Z lagi itu U kalau 5 Huruf sebelum M itu huruf H.”
“Tunggu!” Yusuf berteriak. “Berarti kata pertama itu… BU…NUH”
“Oh mungkin dia lagi membicarakan Ibu Nuh!”
“Kamu pinter-pinter tapi somplak amat Ram, maksud kata pertama itu BUNUH!”
“Oh iya juga ya.Kok jadi membunuh?”
“Ya lanjutkan aja.”
“Oke, 5 huruf sebelum i itu huruf D, 5 huruf sebelum f itu huruf A, 5 Huruf sebelum s itu N, berarti kalau disusun DAN!” Aku menulisnya dibuku.
“BUNUH DAN? Lanjutkan Ram.”
“Kamu bantu aku dong.” Ujar ku
“Ya, 5 huruf sebelum g itu huruf B, 5 Huruf f itu huruf A, 5 Huruf sebelum p itu huruf, hmm.. K, kalau 5 huruf sebelum f itu huruf A, kalau 5 huruf sebelum w itu huruf R, jadi kalau disusun BA…KAR, BAKAR!”
“Oke sip, 5 huruf sebelum g itu B, 5 huruf sebelum t itu huruf O, 5 huruf sebelum s itu N, 5 huruf sebelum j itu E, kalau 5 huruf sebelum p itu K, kalau 5 huruf sebelum f itu A, jadi kalau dibaca BO…NE…KA, BONEKA!”
“Oke sekarang giliranku, 5 Huruf sebelum n itu I, 5 Huruf sebelum y itu, hmm… T, kalau 5 huruf sebelum z itu U, dibaca ITU”
“Oke jadi kalau semuanya disusun… BUNUH… DAN… BAKAR…BONEKA ITU!”
“Berarti kau harus bakar boneka itu Ram dan membunuh penjahatnya.”
“Tunggu! Belum tentu Suf, ya jangan terlalu terburu-buru gitu.” Aku menasehatinya. “Ya deh, kita lanjutkan besok lagi ya, aku sudah ngantuk.” Dia menguap. “Ya, aku juga sudah ngantuk.” Aku mulai merapihkan tasku, ku geletakan boneka itu diatas meja. Kini aku bersiap-siap untuk tidur. Namun Ali mendatangiku.
“Mau tidur?” Tanya Ali. “Ya sudah ngantuk nih” Aku menguap. “Kata kamu tadi mau melakukan itu.”
“melakukan apa?” Tanyaku. “yang tadi, itu tuh, itu…. Hmmm… apasih aku jadi lupa kan, yang ada dream dreamnya gitu.” Ali kebingungan. “Luccy Dream?” Tanyaku. “Nah iya itu!”
“Oh ya! Aku lupa, kan aku melakukan itu, thanks ya sudah mengingatku.”
“Ya sama-sama”

Aku langsung membaringkan tubuhku ke tempat tidur. “Ya Allah, semoga saja bisa.” Aku memejamkan mata. Ku kendalikan napasku, berusaha untuk berkonsentrasi. Setelah beberapa menit kemudian, aku berhasil memasuki dunia mimpi. Ya seperti khayalan saja, aku minta mobil, didepanku langsung ada mobil, tapi aku sadar itu hanya dunia mimpi, bukan dunia nyata, yang aku tau sih dunia mimpi itu pembatas diantara kehidupan dan kematian.
Kini kuberada pada sebuah taman yang sangat indah. Aku berdiri ditengah taman itu, lalu aku langsung memanggil nama Azkia.
“Azkia! Datang kesini!” Teriakku.
Azkia tiba-tiba muncul dihadapanku, dia memakai baju gamis biru dan kerudung biru. Dia membuka mata. “Hai Az! Apa kabar?” Tanyaku.
“Baik! Kok aku tiba-tiba ada disini sih, tadi lagi mimpi enak-enak. Apa aku sudah mati ya?”
“Kamu masih hidup kok, kita ini sekarang ada didunia mimpi.”
“Mimpi apa? Maksudnya apa sih kak, aku gak ngerti.” Tanya Azkia, raut wajahnya Nampak masih polos. “Mimpi kita saling terhubung”
“Oh gitu ya kak!”
“Aku sudah berhasil memecahkan kode itu tau Az.”
“Kode apa?”Tanya Azkia dengan mata Nampak kaget.
“Kode yang disurat itu.”
“Oh iya aku inget, emang maksudnya apa?”
“Kode itu maksudnya BUNUH DAN BAKAR BONEKA ITU!”
“Maksudnya?” Azkia bertanya padaku. “Aku juga tak terlalu mengerti.”
“Haiii!!!” Ada seseorang yang memanggil kami. Aku dan Azkia langsung menoleh kebelakang.
“Kau siapa?” Tanya Azkia.

Terlihat ada seorang wanita cantik memakai baju gamis hijau menghampiri kami.
“Aku? Kita sudah pernah bertemu, tapi kalian belum tau namaku kan?”
“Ya aku tak tau namamu, tapi aku lupa, emang kita sudah pernah bertemu?” Kata Azkia.
“Hmmm… Kau Fika kan?” Tanyaku. “Tunggu! Aku ingat, waktu diteras villa, kamu menghantuiku kan, bahkan ingin membunuhku!” Teriak Azkia menunjuk kearah Fika “Hee.. Ya maaf ya.” Jawab Fika. “Oooyyy! Jawab pertanyaanku dulu! Kau Fika kan?” Tanyaku.
“Ya.” Fika menganggukan kepala.

Aku merasa sedikit takut “Kau juga selalu menghantuiku dan ingin membunuhku kan dikamar?” Aku menunjuk kearah Fika. “Kakak ngikutin aku aja nih gaya dan kata-katanya!” Dia menunjuk kearahku. “Apa sih kamu, memang benar dia ingin membunuhku.” Aku menunjuk Azkia. “Sudah jangan bertengkar aja, maaf ya yang itu.” Fika tersenyum. “Ya gak apa-apa kok.” Kataku. “Kurama tau namaku dari siapa?” Tanya Fika. “Dari kakek Sutarna yang menceritakannya tapi kini dia telah meninggal.”

Fika menatapku serius, dia seperti ingin membunuhku. “Ya aku sudah tau! Blee…” Fika memasang wajah meledek “Kau itu menyebalkan ya, bisanya ngeledek terus kaya Azkia, kalau sudah tau ngapain nanya!” Aku sedikit melirik kepada Azkia. “Apasih kakak kok bawa-bawa nama aku sih!” Azkia marah. “Maksudku aku sudah tau kalau Kakek Sutarna telah meninggal, yang aku belum tau itu kenapa kamu tau namaku.”
“Kan tadi sudah kukatakan kalau aku tau dari kakek Sutarna.” Aku mulai kesal kepadanya. “Itu aku juga sudah tau!” Teriak Fika.

Aku menunjuk kearah Fika. “Katanya belum tau, kok malah nanya! Dasar wanita aneh!” Fika mulai kesal mendengar ledekanku. “Kamu tuh yang aneh, kan kamu sudah ngasih tau, ya jadinya aku sudah tau, ngapain diulang lagi.”
Azkia mulai meledek kami berdua yang sudah mulai mau bertengkar. “Kacang kacang… yang haus, yang haus, yang haus.”
‘”Apalagi nih orang gak jelas banget!” Kataku “Kalian sih dari tadi nyuekin aku aja, sudah sih jangan bertengkar terus.”
“Ya kalau orang bertengkar itu kan Cuma ingin saling mengerti.”
“Sudah Kurama! Kamu diam!” Fika menunjuk kearahku. “Kamu yang diam!” Aku juga menunjuk kearahnya. “Sudah! Kalian berdua kaya anak kecil aja!”
“Diam!” Teriakku
“Ih kakak jahat banget sih!” Dia mulai tampak sedih menangis, dan membuang mukanya dariku. “Kakak minta maaf ya, kakak gak bermaksud begitu kok.” Aku memegang tangan Azkia. “Ya gak apa-apa kok kak.”

Suasana menjadi haru. “Kalau melihat kalian berdua, aku jadi teringat kakakku.” Fika menangis. “Itu aku sudah tau” Dengan nada pelan aku meresponnya. “Tau dari siapa?” Tanya Fika sambil mengusap air matanya. “Kakek Sutarna yang menceritakannya, dia bilang kalau aku dan Azkia itu mirip kamu dan kakakmu.”
Fika sudah mulai tenang menenangkan hatinya yang sedih “Emang kamu tau, nama kakakku siapa?” Tanya Fika kepadaku. “Kak Andi kan?” Aku menjawab dengan santai. “Yee benar!” Fika tersenyum. “Noh kan aku dicuekin lagi.” Azkia cemberut
“ Hee… Ya maaf Az.” Aku tersenyum padanya.

Azkia berjalan, lalu dia berdiri disamping Fika. “Sudah ah jangan bertengkar melulu, gak enak didengarnya.” Dia memegang tangan Fika. “Kamu mengenal Kakek Sutarna?” Tanyaku. “Kenal lah, kan dia kakekku, gimana sih kamu.” Aku tertawa cekikikan seperti orang aneh. “Hee… Oh ya aku lupa!”
Azkia dan Fika pun tertawa juga karena tertawaku keliatan lucu. “Hee… Memang Kakek Sutarna itu orangnya baik, tapi dia harus meninggal ditangan penjahat itu.” Ujar Fika.
“Ya begitu juga pak Tarmi.” Kataku.
“Bukankah kamu penampakan saat aku berfoto didekat gubuk disamping lapangan lalu juga disungai?” Tanya Azkia.
“Ya itu benar.” Jawab Fika.
“Berarti kau telah meninggal?”Tanya Azkia.
“Ya aku telah meninggal dibunuh penjahat itu, aku diberi sebuah minuman, yang membuat aku meninggal.” Kata Fika.
“Tunggu! Berarti kamu saat jatuh kejurang, kamu belum mati ya? Pantas saja mayatmu tidak ditemukan dijurang?” Tanyaku.
“Ya benar. Sekarang mayatku berada didapur rumah itu, tempat Azkia diculik.” Ujar Fika. “Ceritakan pada kami, bagaimana kau bisa meninggal.”
Aku dan Azkia pun mulai penasaran. “Kan tadi sudah kukatakan kalau aku meninggal diberi minuman!” Fika mulai kesal.
“Ya itu aku tau, kami ingin mendengarnya dari awal sampai kau meninggal itu. Ceritakan dari sesaat kau belum jatuh kejurang.”
“Baiklah.” Kata Fika.
Fika mulai bercerita.
“ Tanggal 25 Januari 2015 kemarin, aku dan keluargaku ingin pulang kebekasi, ya kami tinggal dibekasi. Kami datang kedesa ini ingin bersilaturahmi kerumah Kakek Sutarna, dia adalah ayah dari ibuku, serta menemui Bapak Tarmi, dia adalah pamanku, yaitu kakaknya ibuku, lalu…”
“Pantas saja mereka mengenalmu.” Aku memotong pembicaraannya.
Fika mengepalkan tangannya. “Kan tadi sudah ku bilang!!!!” Fika melotot kearahku, seram sekali mukanya padahal dia kan perempuan berkerudung saat aku lihat sekarang.
“Ya maaf, wanita itu harus berkata lemah lembut, jangan berkata kasar. Ya kan Azkia?” Aku melirik kearah Azkia.
“Ya Kak!” Dia hanya tersenyum lembut.
“Kamu kok jadi sering minta maaf sih, berarti kamu itu baik hati ya. Mau kulanjutkan tidak ceritanya?” Fika bertanya pada kami.
“Ya!” Aku dan Azkia menjawab.

Dia melanjutkan cerita.
“Tapi diperjalanan kami dirampok. Kami didalam mobil ketakutan. Ayahku mengendarai mobil dengan cepat, samapi-sampai remnya blong, sehingga kami jatuh kejurang. Ayah dan Ibuku meninggal seketika ditempat, tapi aku dan Kak Andi, kami berdua masih hidup walau kami berdua kepalanya berdarah. Kami keluar dari mobil yang sudah hancur dan ringsek itu, ternyata penjahat itu mengejar kami sampai kejurang. Mereka mengambil boneka itu, mereka menculikku dan ingin menjualku. Kak Andi berusaha melawan, tapi dia malah, terbunuh, kepalanya tertancap pisau, kemudian matanya dicongkel, perutnya dibelek dan dikeluarkan jantungnya. Aku yang menyaksikannya sangat ketakutan.”
“Seperti yang dikatakan kakek ya, jadi jantung yang ditemukan dijurang adalah jantung kakakmu ya. Oh berarti kakakmu itu meninggal bukan karena jatuh kejurang, berarti dibunuh ya.” Kataku
“Ya tepat sekali!”

Fika kembali melanjutkan ceritanya, aku dan Azkia mendengarkan dengan seksama.
“Aku dibawa kerumah itu. Aku diberi sebuah minuman, kepalaku mulai terasa pusing, bahkan aku hampir diperkosa dirumah itu. Namun aku berhasil melarikan diri membawa boneka itu, aku berlari menuju jembatan itu, aku berdiri dipinggir jembatan. Saat itu aku telah meninggal, namun tubuhku terjatuh kesungai. Boneka yang kubawa itu hanyut disungai. Mayatku dibawa kerumah itu, kemudian mayatku diperkosa.”
“Apa? Mayat diperkosa? Parah amat itu, dosa besar itu pasti.”
“Setelah itu mereka meletakan mayatku didapur. Arwah ku yang melihat mayatku sendiri merasa aneh.
 Mengapa mayatku terlihat mukanya menyeringai menyeramkan, aku pikir karena diberi minuman itu.”

Aku mulai kebingungan. “Aku seperti pernah membaca buku tentang minuman yang membuat seseorang meninggal dengan menyeringai menyeramkan, tapi aku lupa.”
Aku memegang dahiku untuk berpikir. “Nampaknya kakak itu pelupa ya!” Kata Azkia.
“Apa sih kamu.” Aku menggelengkan kepala.
“Ya maaf, terus bagaimana dengan bonekamu itu Fika?” Tanya Azkia.
“Boneka itu hanyut disungai tapi ada seorang pemuda yang menemukannya.” Fika berkata dengan kemisteriusannya.
“Apakah aku?” Tanyaku.
“Bukan.” Jawab Fika dengan perkataan simpel.
“Makanya kakak jangan geer dulu.” Azkia ketawa cekikikan.
“Hee.. ya deh.” Aku hanya tersenyum.
“Pemuda itu namanya Irfan, dia mengambil boneka itu dan menemukan surat seperti yang kau temukan.”
Azkia berjalan menuju kesanpingku, dia memang gak jelas orangnya.
“Siapa yang menulis surat itu?” Tanyaku.
“Boneka itu” Fika memikirkan boneka.
“Kok boneka bisa menulis, tintanya dari darah lagi!” Aku semakin keheranan.
“Ya bisa karena dia adalah bonek kutukan. Dia juga bisa bicara kan, bukannya kau mengetahuinya?” Tanya Fika, menatapku dengan serius.
“ Ya aku tau, maksud Kutukan apa?” Tanyaku.
“Ya boneka kutukan disastrous.” Jawab Fika dengan nada menyeramkan.
Aku semakin bingung, bahkan aku menjadi takut sekarang, apalagi aku berbicara dengan arwah yang telah meninggal. “Lalu bagaimana Irfan bisa meninggal?” Tanya Azkia.

Fika mulai menceritakan.
“Pada malam jum’at seminggu yang lalu. Irfan meminta pada boneka itu. Setelah meminta aku langsung membunuhnya. Aku membawa pergi mayat itu menuju ketempat mayat itu ditemukan waktu itu. Jantung dan matanya kutaruh dilaci didalam gubuk tepat dipinggir lapangan, namun akhirnya kau menemukannya, bukankah begitu?”

Aku menganggukan kepala. “Ya benar, tentang yang bola api itu , itu apa?” Aku bertanya kebingungan.
“Itu aku.” Jawab Fika santai.
“Kau selalu mengagetkan saja Fika!!”Aku kesal, karena dia selalu membuatku merinding ketakutan.
“Kalian juga menemukan boneka itu kan? Tempat dimana kalian menemukan boneka itu adalah tempat aku membunuh Irfan”

Aku dan Azkia kaget. “Kok kami tidak melihatnya?” Tanya Azkia.
“Ya kaena aku membuat kalian tidak melihat mayat itu.”
Kami menjadi semakin kaget, ternyata ada hal yang seperti itu. “Kenapa kau membunuhnya?”
Karena siapapun yang meminta pada boneka itu, aku akan membunuhnya.” Ujar Fika.
“Oh ya, kenapa kau meminta tolong kepadaku waktu didepan kaca dan bayangan disungai?”
“Kamu sudah bisa pecahkan kode itu belum? Kalau bisa berarti kamu pintar.”
“Aku sudah tau, kode itu BUNUH DAN BAKAR BONEKA ITU, bener kan?
“Ya bener kok, pinter juga kamu ya.”
“Ya dong, maksud kode itu apa?”
“Gini maksudnya, serahkan saja boneka itu pada penjahat itu, maka Azkia akan selamat. Mereka pasti akan meminta pada boneka itu. Maka aku akan datang untuk membunuh mereka. Apalagi nanti malam kan malam jum’at. Setelah kubunuh mereka, maka kau cari mayatku, didapur rumah itu. Setelah itu mandikan, kafankan dan sholatkan mayatku. Tapi sebelum itu kau bakar dulu boneka dan surat itu, lalu hanyutkan abu dari pembakaran itu disungai, bisakah kau melakukannya? Kuburkan mayatku, dengan itu aku bisa beristirahat dengan tenang.” Fika menjelaskan.
“Ya kami bisa melakukannya!” Kataku.
“Ya tentu.” Jawab Azkia.

Disaat kami telah berbincang-bincang, ada 2 laki-laki datang. Aku memperhatikannya, bahkan aku kaget ternyata mereka adalah Kakek Sutarna dan Pak Tarmi.
“Hai kalian apa kabar?” Kata Pak Tarmi.
“Baik pak!”
“Kuharap kalian bisa selamat dan menangkap para penjahat itu ya!”
“Ya, Pak aku boleh nanya gak pak?”
“Hmm.. nanya apa? Jangan yang aneh-aneh.”
“Hmmmmm…. Rasanya dicabut nyawa gimana pak?”
“Sakit sekali! Seperti diestrum sampai gosong, lalu direbus hidup-hidup dipanci, sangat pedih.”
“eehhh??? Mengerikan sekali, sakit sekali pasti?” Azkia kaget dan takut.
“Ya memang begitu, tapi setelah itu jika beramal baik maka akan selalu diberi kenikmatan.” Kata Pak Tarmi.
“Kakek juga seperti itu, sakit sih, tapi jika beramal baik, pasti nantinya akan sangat nikmat.” Kata kakek Sutarna.
“Kalau menurut kakek, sakitnya mati seperti apa?”
“Seperti burung pipit yang digoreng, tapi dia masih hidup setelah tubuhnya matang.”
“Ih, serem amat.”
“Ya memang gitu.”
“Pak Tarmi bisa dibunuh penjahat itu kenapa pak?”
Pak Tarmi mulai bercerita.
“Aku mematai mereka sampai kerumah itu, namun mereka mengetahuinya. Mereka mengejarku, punggungku dipukul dengan balok kayu besar, membuatku pingsan. Lalu aku dibawa kerumah itu, disana mayatku dimutilasi, dipotong-potong. Kalian melihat video itu kan.”
“Video apa kak?”
“Kamu kan diculik, pasti gak tau. Aku sudah menontonnya kok.”
“Kami berharap kamu bisa menolong Azkia ya!”
Aku menatap Azkia. “Ya, aku janji!”
“Kak, jangan khawatir ya! Azkia disini baik-baik aja kok. Aku yakin pasti kakak bisa menyelamatkan aku.” Azkia tersenyum. “Ya! Terima kasih ya sudah memberi syal untukku.” Aku tersenyum. “Ya tenang aja kak! Selamatin aku ya!”
“Ya Insyaallah”
“Hmmm… Kalian berdua mengingatkanku pada Kak Andi, dia selalu melindungiku sampai-sampai dia meninggal.” Fika mengusap air mata. “Ya jangan sedih ya!” Azkia menenangkan Fika dan memeluknya. “Ya aku kangen sama kak Andi. Kami berharap kalian berdua nasibnya tidak seperti kami ya!.”
“Ya pasti!” Kataku.

Tiba-tiba ada 2 orang yang datang menghampiri kami. Kami semua memperhatikan mereka, aku memperhatikan Azkia, dia hanya tersenyum, karena Azkia sudah sangat mengenal 2 orang tersebut....
dan ternyata mereka berdua adalah......



3.        Chapter 9
 AA Father’s Hope, A Mother’s Love

               Azkia perlahan wajahnya nampak memerah, diapun merasa kaget. Azkia sangat mengenali mereka.
“Azkia! Kemari nak!”
              Ya mereka adalah ayah dan ibunya Azkia. Kini Azkia hanya bisa tersenyum, dan sedikit mengeluarkan airmata. Wajar memang karena sudah lama sekali dia tidak bertemu orang tuanya. Ayah dan Ibunya meninggal dunia ketika dia masih berumur 5 tahun, dan kini Azkia sudah berumur 14 tahun.
“Ayah! Ibu!” Azkia sambil berlari dan memeluk kedua orang tuanya.
“Yah, Bu! Azkia kangen sekali!” Nampak air matanya yang berlinang mulai membasahi pipinya.
“Sama Ibu juga kangen sama kamu.” Sambil menghapus air mata dipipi anaknya itu.
“Kini kamu sudah dewasa ya, menjadi seorang gadis yang cantik seperti Ibumu.” Ujar Ayah Azkia
“Ya dong yah! Kak sini deh!” Azkia memanggilku.
“Ya bentar!” Aku berlari menghampiri dia. “Yah! Bu! Ini kak Kurama namanya. Dia sangat baik, mau melindungi Azkia, mau nolongin aku juga, baik kan!”
               Aku cium tangan orang tuanya Azkia. “Terima kasih ya mau melindungi anak kami.” Kata Ibunya. “Ya, kan harus saling tolong menolong.” Jawabku.
“Hmm.. Kamu pacarnya Azkia yah?” Ayahnya meledekku.
“Pacar? Bukan kok, kan gak boleh pacaran. Kalau bisa mah langsung nikah ya Azkia ya?” Aku melirik kearahnya. “Eeehhh, apa sih kak!” Azkia wajahnya memerah dan tersenyum. “Hahaha… dari tadi kalian bercanda saja, seperti Ibu dan ayah saja dulu.” Ibu Azkia tertawa.
“Hee.. Ya juga ya Bu.” Ayahnya tertawa juga.
“Mereka berdua mengingatkan masa lalu kita ya yah.” Ibunya tersenyum.
“Ya, memang begitu, Hmm… Kami sudah merestui kalian kok, ya kan bu?” Ayahnya Azkia melirik kearah Ibunya Azkia. “Ya betul.” Ibu Azkia tersenyum.
“Restu?” Tanyaku kebingungan. “Ya.” Jawab Ibunya dengan santai.
“Hahaha…” Aku dan Azkia tertawa bersama.
                 Setelah puas ketawa, aku berdiri disamping Azkia, didepan orang tuanya.
“Tapi kan kami masih belum dewasa, mau fokus belajar terlebih dahululah, urusan nikah mah gampang, yang penting sukses dulu, tapi harus rajin ibadah juga, yak an Az?” Aku melirik kearahnya. “Ya.” Azkia menganggukan kepala. “Oh bagus kalau begitu.” Ujar Ayahnya.
               Ayahnya menatap lembut kearah Azkia “Az, maafkan kami yah sudah membuat kamu kesepian, seharusnya kami ada disampingmu untuk memberi kasih sayang sebagai orang tua, tapi kami tidak bisa karena kami harus meninggalkanmu untuk selamanya. Maafkan kami ya!”
“Ya tidak apa-apa. Aku mengerti kok, aku juga… aku… aku… aku juga sayang kok sama ayah dan ibu.” Azkia kembali menangis
“Az, yang sabar ya, jangan sedih gitu dong, kami jadi ikut sedih kan.” Ibunya memeluk Azkia.
“Ya bu, tenang aja aku kuat kok.” Azkia menghapus air matanya.
“Az, kami ingin sekali berkumpul denganmu lagi, tapi jangan menyusul kami sekarang ya. Kami ingin melihatmu bahagia dulu.” Kata Ayahnya.
“Do’akan kami selalu ya.” Ujar Ibunya.
“Ya itu pasti, dulu kan ayah, ibu sudah merawatku dengan baik, jadi yang bisa Azkia lakukan adalah banyak berdo’a buat ayah dan ibu agar ayah dan ibu bahagia diakhirat sana.”
                  Suasana haru pun mulai menghiasi disana. “Yah sini deh, ibu bisikin.” Ayah dan Ibu Azkia berbisik-bisik
“Oh iya juga, ayah lupa tau.” Ayahnya ketawa cekikikan.
“Ayah mah, masa gitu aja lupa.” Ibunya tersenyum.
“Ngomong apa sih kok bisik-bisik. Ayah sama tau kaya Kak Kurama, sering lupaan orangnya.” Azkia tertawa dan tersenyum.
“Haa.. Ya juga ya.” Kataku.
“Azkia cantik, ada yang ingin kami sampaikan padamu.
” Kata Ibu Azkia. “Hmmm… Mau sampaikan apa ?” Tanya Azkia.
            Orang tua Azkia pun kini telah jongkok sambil memegang tangan Azkia, lalu orangtuanya menatap mata Azkia.
“Selamat ulang tahun, selamat milad yah!” Ayah dan Ibu Azkia berkata berbarengan.
Azkia pun bingung, dia lupa kalau dia sekarang milad. “Haaahhh? Aku ulang tahun? Hadeeuuhh aku aja lupa kalau sekarang aku ulang tahun. Terima kasih yah, bu!” Azkia tersenyum.
“Oh ya Azkia kan sekarang ulang tahun, kakak juga lupa.” Aku tersenyum.
“Ih kakak ngikutin aku aja nih.”
             Aku menatapnya. “Yaudah, selamat ulang tahun ya Az! Ngomong-ngomong kamu ulang tahunyang keberapa ya? Kakak lupa.”
“14 tahun kak!”
“Oh 14 tahun ya! Kamu telah tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita ya! Sama seperti Ibu, tapi kalau Kurama pelupa sama seperti ayah, bisa gitu ya?”
“Ah ibu bisa aja, menurut aku, aku itu gak cantik kok bu. Ya memang sudah dari sananya kali bu, Kak Kurama dan Ayah sama-sama pelupa.”
“Betul tuh kata ibumu.”
“Mulai deh kak!” Dia menunjuk kearahku. “Ya ya maaf yaaa!”
              Fika, Kakek Sutarna dan Pak Tarmi pun menghampiri kami.
“Az selamat ulang tahun ya! Betul tuh kamu cocok sama Kurama.” Kata Fika.
Azkia berbisik, dia mendekatkan mulutnya ketelinga Fika.
“Ya tuh benar! Do’akan saja ya biar kami cepet nikah.”
“Jangan bisik-bisik gitu dong.”
“Tau gak tadi Azkia ngomong apa? Azkia ngomong kalau Azkia itu mau….”
Azkia menutup cepat mulut Fika dengan tangannya.
“Sssttt… kamu mah, jangan dikasih tau!” Azkia berbisik-bisik pada Fika
“Ayo ngomongin kakak ya.”
“Gak kok! Bukan apa-apa.” Azkia tersenyum.
“Oh, ya sudah deh.”
“Kami pergi dulu ya, jangan lupa yang tadi aku bilang. Tolong aku ya, aku percaya pada kalian kok.” Kata Fika.
“Ya serahkan saja pada kami.”
“Kami pergi dulu ya. Jaga diri kalian baik-baik!” Kata Kakek Sutarna.
“Maaf ya kalau kami banyak salah pada kalian.” Ujar Pak Tarmi.
“Ya tenang aja.” Aku dan Azkia tersenyum.
             Perlahan Fika, Kakek Sutarna dan pak Tarmi pun pergi menghilang. Mereka kembali kealamnya. Sekarang tinggal kami, dan orang tua Azkia.
“Ayah! Ibu! Mau pergi juga ya?”
“Ya sebentar lagi!”
“Hmm… Yaudah deh.” Raut wajah Azkia Nampak sedih.
             Ibunya jongkok dihadapan Azkia. “Jangan sedih ya! Kita pasti berkumpul lagi kok, suatu hari nanti dialam berbeda. Ibu janji kok.
” Ibunya mengangkat jari kelingkingnya.
“Ya Azkia tau kok.” Azkia memegang jari kelingking ibunya, seperti orang yang sedang baikan.
“Ya kan ada Kurama, harus kuat dong.” Kata Ibunya.
“Ya Azkia kuat kok!” Dia menghapus air mata dipipinya.
“Ya lah kan Azkia sudah dewasa.” Ujar ibunya.
“Ayah harap kamu baik-baik saja ya! Kami sebagai orang tua sayang sekali sama Azkia. Kami ingin kamu mendapatkan yang terbaik.”
“Ya benar kata ayahmu!”
“Kurama, jaga baik-baik Azkia ya, jangan sampai dia kenapa-napa. Kami serahkan Azkia kepadamu.” Ujar Ayah Azkia.
“Ya aku pasti akan menjaganya.”
“Kami pergi dulu ya! Kami menyayangimu Azkia! Selamat tinggal!”
           Azkia memeluk orang tuanya, perlahan bayangan orang tuanya itu mulai memudar kemudian menghilang.
“Terima kasih ayah! Ibu! Kalian telah memberiku cinta dan kasih sayang yang tulus. Aku takkan melupakan kalian kok, aku akan selalu mendo’akan ayah dan ibu!” Azkia menangis.
“Az! Jangan sedih lagi dong!”
“Ya kak.”
“Nih kakak punya sulap bentar ya.”
             Aku mengambil sesuatu dari belakang badanku.
“Eng ieng… eng… Ini adalah tisu.”
“Ih kakak bisa aja.” Azkia tersenyum.
“Ini!” Aku memberikan tisu.
“Kak usap air mataku dong! Ya biar romantis gitu kaya ditelevisi.”
“Dih kamu mauan banget! Dosa tau!”
“Ya gak lah kan ini didalam mimpi, gimana sih kak!”
“Oh ya benar juga ya!”
            Aku perlahan mulai mengusap airmata dipipi  Azkia dengan tisu. Tanganku gemetar, karena aku belum pernah melakukannya.
“Terima kasih ya kak! Jangan grogi gitu sih.” Azkia tersenyum.
“Ya lagian kakak malu tau.”
“Ya sih sama aku juga.”
“Ngikutin aja kamu.”
“Dih kakak lah yang ngikutin.”
“Ya terserah kamu aja deh. Ayo kita kembali kedunia nyata.” Kataku. “Ya ayo kak!”
             Kamipun langsung terbangun dari tidur kami masing-masing. Azkia masih dirumah itu terculik, dan aku berada divilla dikamarku. Kulihat Ali dan yang lain telah tertidur. Kulihat sudah jam 3 pagi, kini kukembali tidur. Disaat aku tertidur. Boneka itu menangis darah, darahnya bercucuran dilantai.
             “Wah… Kesiangan lagi.” Aku terbangun dari tidur, ya kali ini aku kesiangan. Aku bangun dari tidur jam 6 pagi. Aku buru-buru sholat shubuh diqodho. Setelah sholat aku mandi pagi, aku masuk kekamar. Setelah mandi aku rapih-rapih kamar, karena kamarku berantakan sekali.
                Tik…Tik…Tik…Suara rintik air hujan mulai terdengar. Ya kali ini langit kembali menangis namun hujan kali ini sangat deras, lebih deras dari hari sebelumnya.
“Hujan hujan begini enakan ngopi ya!”
               Aku pergi kedapur untuk membuat kopi. Kali ini airpanas ditermos cukup banyak jadi aku tak perlu memasak air panas. Kopi siap dihidangkan, aku pergi kekamar membawa kopi itu. Sesampainya dikamar aku langsung menyalakan laptopku dikamar sambil mendengarkan music, aku membuka internet.
           Kali ini aku membuka e-mailku, lumayan banyak sih yang masuk. Setelah itu aku melihat tweeterku, aku langsung saja membuat tweet.
Semoga saja aku bisa menyelamatkan sahabatku ya, kan aku sudah janji! Jadi aku pasti akan menepati janjiku itu, tenang aja!
Setelah membuka tweeter. Aku langsung membuka facebook. “Sruuuuuup.” Aku meminum kopi. “Lama banget sih loadingnya.”
Setelah cukup lama menunggu, aku melihat facebook-ku. Kulihat banyak yang mengirim pesan, serta ucapan selamat ulang tahun buatku, dihari minggu kemarin. Salah satunya Azkia.
Azkia Nur Syifa
Kak selamat milad ke 15 tahun ya kak! Aku berharap, aku orang yang pertama kali ngucapin selamat ulang tahun ke kakak J
Dikirim 1 Feb 2015, 00:02

“Bisa aja nih anak! Memang dia sih yang ngucapin pertama.” Aku tersenyum.
“Glebek, Glebek, Glebek.” Suara perutku yang lagi berdemo, ya tanda perutku lapar.
“Sarapan dulu lah, laper banget nih.”
Aku pergi keruang makan untuk sarapan. Setelah itu aku kembali kekamar. Ku lihat ada pesan dari kakakku yaitu Kak Istifadah difacebook-ku. Aku membalas pesannya.

Nabila Istifadah Al-Ahwadziyyah
“Bagaimana keadaanmu disana?”
Muhammad Kurama Al-Fatih
“Baik kak!”
Nabila Istifadah Al-Ahwadziyyah
“Kata Ibu sudah makan belum?”
Muhammad Kurama Al-Fatih
“Sudah barusan tadi.”
Nabila Istifadah Al-Ahwadziyyah
“Oh baguslah, kata Ibu boleh nelpon gak sekarang?
Muhammad Kurama Al-Fatih
“Ya boleh, tapi aku nyalain handphoneku dulu, yang masih di cas”
Nabila Istifadah Al-Ahwadziyyah
“Ya cepat, kalau sudah bilang ya!”
Muhammad Kurama Al-Fatih
“Ya bentar”
Nabila Istifadah Al-Ahwadziyyah
“Sudah belum?”
Muhammad Kurama Al-Fatih
“Sudah kak! Telpon sekarang, pake telepon rumah aja biar murah.”
              “Treeet… Treeet…. Treeet….” Suara handphoneku berbunyi. Ku jawab telepon itu. “Assalamu’alaikum.” Kata kakakku.
“Wa’alaikumussalam.” Jawabku.
“Ibu mau ngomong nih?” Kata Kak Istifadah.
“Ya Ibu? Kenapa?” Tanyaku.
“Gimana disana keadaanmu sekarang?” Tanya Ibuku.
“Baik Bu!” Jawabku.
“Sudah makan belum?” Tanya Ibuku.
“Ya sudah dong Bu, tadi barusan.” Aku tersenyum.
“Besok balik kan?” Tanya kembali Ibuku.
“Ya bu, mau oleh-oleh apa?” Tanyaku.
“Kamu balik selamat aja, Ibu sudah senang kok, tapi kata kakakmu, dia minta manisan cabai.”
               Aku hanya ketawa mendengar permintaan kakakku “Ya Insyaallah aku belikan.”
“Ya sudah, jaga kesehatan ya disana. Jangan lupa makan. Nih kakakmu mau ngomong.”
Kini telepon dipegang kakakku
“Azkia disana kabarnya gimana?” Tanya Kakakku.
“Hmm… Azkia diculik kak.” Jawabku dengan pelan.
“Diculik? Terus sudah ketemu belum?”
“Belum.” Jawabku.
“Ya carilah sampai ketemu, kasihan dia sudah yatim piatu.”
 “Kakak minta manisan cabai ya?” Tanyaku.
“Ya tuh tau.” Kakakku tertawa saat menelepon.
“Ya nanti insyaallah akan kubelikan ya.” Aku tersenyum
“Ya gitu dong, sudah dulu ya.”
“Ya sudah, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam. Aku menutup telepon kemudian bermain facebook lagi.
              Aku selesai membuka facebook, aku langsung melihat websiteku. Aku mengepost sesuatu di blogku. Setelah itu aku langsung bersiap-siap menuju lapangan karena hujan sudah reda. Saat itu sudah jam 9 pagi, aku keluar hanya untuk mencari suasana yang nyaman, sampai jam 11 siang. Setelah itu aku kembali kekamar bermain game dilaptop sampai dzhuhur.
                Waktu Dzhuhurpun tiba, aku bersama teman-teman sholat berjama’ah. Sesudah sholat aku makan siang lalu aku bermain game sampai jam 2 siang. Aktifitas hari ini aku lewati dengan santai sampai waktu malam. Kini waktunya makan malam, menu kali ini adalah ayam dan sayur sop. Yang aku tau, ayam itu bisa menambah kecerdasan otak. Setelah makan malam, aku segera pergi kekamar untuk bersiap-siap.



       Chapter 10:
Arigatou!
           Kini sudah jam 11 malam, berarti jam 12 malam nanti aku pergi menyelamatkan Azkia, ya sekitar 1 jam lagi. Sebelum berangkat aku mengaji dulu membaca surat Al-Kahfi dan berdo’a agar Allah memberikan pertolongan bagi kami, amin…
           Aku segera bersiap-siap, ku pakai syal, kubawa tas kecil yang berisi bonek dan handphoneku. Ku memakai jaket biru dan celana hitam. Jam setengah duabelas malam aku berangkat.
           Dalam suasana gelap, aku berangkat. Teman-teman dan guru-guru menunggu dan mendo’akanku bersama divilla. 10 menit berjalan aku sampai didepan rumah itu.
“Aku membawa boneka itu! Jadi keluarlah!” Teriakku.
Penjahat itu keluar, mereka berlima. Azkia juga dibawa keluar. Aku menunjukkan boneka itu. “Lepaskan temanku.” Merekapun melepaskan Azkia, dia menghampiri kami. “Serahkan boneka itu!” Kata seorang penjahat. Aku melempar boneka itu. “Terima kasih! Sekarang kalian pergilah!” Kata penjahat itu.
              Aku dan Azkia balik kevilla, diperjalanan kami sempat berbincang-bincang.
“Ini pakai!” Aku memberikan kerudung dan brosnya Azkia.
“Ya kak!” Azkia tersenyum sambil memakai kerudungnya.
“Kamu bau tau! Sudah berapa hari gak mandi?, rambutmu juga kusut.”
“Senin, selasa, rabu, kamis... hmm… 4 hari kak.” Dia dengan polosnya sambil menghitung dengan jarinya.
“Dih jorok!” Aku meledeknya. “Ya namanya juga diculik.” Dia tersenyum polos. “Ya juga sih.” Aku juga tertawa melihat wajahnya itu. “Kak masalah mimpi yang kemarin itu benar kan?” Tanya Azkia. “Ya benar kok, mimpi kita terhubung.” Jawabku perlahan.
“Ya aku senang kok, bisa bertemu orang uta, walau Cuma mimpi.”
“Aku juga seneng kok! Apalagi sudah direstuin.”
               Saat melewati jembatan, aku melihat penampakan arwah Fika yang sedang berjalan menuju penjahat itu. Dibelakangnya ada sebuah mobil yang bergerak namun tidak ada yang menyupirnya. Fika melihat kami dan tersenyum pada kami, nampaknya dia akan membunuh para penjahat itu yang meminta pada boneka itu.
             Setelah sampai divilla kami pun disambut teman-teman dan guru kami.
“Kak, masakin air panas dong. Aku mau mandi, tolong ya!”
“Ya sebentar ya”
Waktu menunjukan jam satu malam.
             Aku pergi kedapur untuk memasak air panas. Sekitar 20 menit airpanas itu baru masak. Ku beri teko air panas itu pada Azkia yang sedang menungguku diruang tamu villa.
“Kok lama kak?” Tanya Azkia.
 “Ya maaf! Tadi gasnya habis, jadi kakak ganti dulu gasnya.” Aku meminta maaf dengan polos. “Emang bisa kakak ngegantinya?” Dia nampak mulai meragukan kemampuanku.
“Bisa dong. Az… sebenarnya kakak tuh. Ya kemarin kakak pengen jadi orang pertama yang ngucapin selamat milad ke kamu, tapi kakak lupa. Eh, malah keduluan orang tua kamu dimimpi, jadi kakak orang ketiga ya yang bilang selamat ulang tahun ke kamu.”
“Ya sih, gak apa-apa kok.” Azkia tersenyum.
“Pas kakak ultah tahun aja kamu orang pertama yang ngucapin selamat ulang tahun kekakak, ya jadi gak enak hati nih.” Aku menghadapkan wajahku kearah kiri karena malu.
“Ya gak apa-apa sih kak, Cuma begituan aja kok. Kak mau ikut gak?” Tanya Azkia.
               Aku menatapnya. “Kemana?” Tanyaku. “Kita mandi berdua, mau gak?” Azkia ketawa cekikikan.
“Apa sih kamu, ngomongnya ngawur.”
“Hee… Cuma bercanda kok, peace!!!” Azkia tersenyum mengangkat 2 jarinya.
“Ya kakak tau kok, Azkia jelek.” Aku mengejeknya.
“Kakak tuh yang jelek, blee… Aku mandi dulu ya!”
“Ya habis mandi langsung tidur ya, kan sudah malam.”
“Bawel banget sih kakakku tersayang.” Azkia berbicara dengan suara pelan.
“Apa? Ngomong apa barusan?” Tanyaku.
“Gak kok bukan apa-apa?” Azkia berlari menuju kamar mandi.
“Az, air panasnya!” Teriakku.
“Oh iya lupa!” Dia mengambil teko, lalu kembali pergi kekamar mandi.
“Huft… Lucu banget kamu sih.” Aku pergi kekamar. Kali ini aku langsung tidur karena aku sudah lelah.
             Keesokan harinya, aku bangun jam 5 pagi, pastinya langsung sholat shubuh. Setelah itu aku mandi dan beres-beres kamar sampai jam 7 pagi, karena hari ini aku dan teman-temanku balik ke Jakarta. Jam 7 aku sarapan pagi, menu kali ini adalah ayam dan nasi goreng, ya mungkin karena hari ini, hari kami terakhir disini, jadi menunya enak, pikirku.
            Jam 8 pagi aku dan Azkia pergi kerumah tempat Azkia diculik. Ketika aku telah sampai didepan teras rumah itu sudah ada darah berceceran. Disaat aku masuk, Nampak 5 penjahat itu telah meninggal semua dibunuh hantunya Fika. Salah satu penjahat ada yang digantung dan 4 lainnya mayatnya berserakan dan darahnya berceceran dilantai. Seperti dimimpi.
            Ku lihat ada boneka kutukan itu. Ya aku ingat Fika menyuruh kami membakar boneka dan kertas itu. Kini kertas itu berada dikantong celanaku. Saat itu juga aku langsung menelepon polisi, tak lama kemudian polisipun datang. Mereka membawa mayat penjahat itu, tapi sebelumnya ku beri tau bahwa ada mayat Fika didapur. Kami menemukan mayat Fika, wajahnya tampak seram, dia diracun yang disebuu striknis, yaitu jika diracun itu maka orang itu akan meninggal dengan wajah menyeringai seram karena, urat-urat dikepalanya menjadi tegang.  Kami membawa mayat Fika menuju villa, setelah itu teman-temanku mengurus mayat Fika.
                Aku dan Azkia pergi kesungai, kali ini untuk membakar boneka dan surat itu. Setelah kubakar, aku hanyutkan abunya disungai, lalu kami kembali ke villa. Sampai divilla mayat Fika telah dimandikan dan dikafankan. Kini mayat itu akan dibawa kemasjid untuk disholatkan bersama-sama. Setelah disholatkan, kami langsung menguburnya dipemakaman daerah sana, tepatnya disamping makam keluarganya.
“Akhirnya semua sudah berakhir ya kak!
“Ya Az, tugas kita sudah selesai.”
                Saat dikuburan aku dan Azkia melihat arwah Fika menghampiri kami.
“Terima kasih ya sudah menolongku, kini aku bisa istirahat dengan tenang.”
“Ya terima kasih juga telah menolong kami.”
“Aku takkan membunuh kalian,  dan mimpi itu takkan jadi kenyataan, aku takkan menghantui kalian lagi. Ya sudah aku pergi dulu ya, selamat tinggal!”
             Fika pun menghilang, kemudian kami kembali kevilla untuk kerja bakti, sementara yang laki-laki bersiap untuk sholat jum’at dimasjid. Perempuannya kerja bakti divilla. Setelah itu mereka mandi dan melakukan sholat dzhuhur.
              Selesai sholat sekitar jam1 siang, kami semua berkumpul diaula, untuk acara penutupan LDK. Disekolah kami selalu yang menjadi ketua OSIS adalah laki-laki dan wakilnya perempuan. Pemilihan ketua OSIS dengan cara votingpun selesai. Kini yang menjadi ketua OSIS adalah Haris dan wakilnya Azkia. Setelah itu pelantikan dan serah terima jabatan, selanjutnya adalah acara penutupan LDK.
             Boneka itu ternyata masih ada, namun roh jahat yang menetap diboneka itu kini bukanlah Fika tapi penjahat yang diperban itu. Boneka itu Nampak dibebatuan sungai dengan ada surat darah itu lagi, belum ada yang mengambil boneka itu. Kesalahannya, Fika tidak tau bahwa boneka itu seharusnya dibakar setelah 3 hari Fika dikubur. setelah Fika dikubur, boneka itu malah langsung dibakar, tidak menunggu 3 hari dulu setelah itu. Membuat boneka itu kembali ada menghantui pedesaan disana.
             Penutupan pun selesai, kami langsung membawa barang bawaan kami ke bis yang telah menunggu dilapangan. Setelah persiapan selesai, bis langsung berangkat jam setengah tiga. Diperjalanan sekitar jam setengah 4, kami menuju masjid dulu untuk sholat Ashar setelah itu kami diperbolehkan membeli oleh-oleh dipasar.  Aku membelikan manisan cabai yang dipesan kakakku. Jam 4 sore kami melanjutkan ke Jakarta. Sekitar jam setengah enam sore kami sampai disekolah kami.
            Teman-temanku pun banyak yang dijemput orang tuanya, tapi aku tidak minta dijemput karena aku ingin pulang bareng dengan Azkia yang sendirian, ya aku kasihan karena dia pulang sendirian. Ku lihat dia sedang memainkan handphone didepan gerbang, aku menghampirinya.
“Az, pulang bareng kakak yuk!” Aku mengajaknya.
“Emang kakak gak dijemput?” Tanya Azkia.
“Gak sih, kakak gak minta jemput biar bisa pulang berdua sama kamu.” Aku tersenyum berkata seperti itu.
“Dih, kakak bisa aja nyari kesempatannya, yaudah aku mau kok.”
              Kami pulang bersama-sama, diperjalan kami melihat ditaman banyak warga berkumpul. “Ada apa ya Az?” Tanyaku pada Azkia. “Ayo kita lihat aja.”
            Aku dan Azkia melihat mengapa warga para berkumpul, ternyata disana telah ditemukan sesosok mayat perempuan.
“Ada apa pak polisi?” Tanyaku.
“Ini ditemukan mayat.” Jawab polisi.
“Oh, aku boleh membantu investigasinya gak pak?” Pintaku. “Hmm… ya boleh saja, itu akan sangat membantu.” Polisi itu tersenyum.
“Ya terima kasih, barang buktinya apa pak?” Tanyaku.
“Sejauh ini hanya ditemukan KTP dan handphone.” Jawab Polisi.
“Boleh saya lihat pak?” Tanyaku.
“Ya boleh, sebentar ya.” Polisi itu memberikan KTP dan Handphone korban padaku.
“Kakak mau ngapain?” Tanya Azkia.
“Tenang aja Az... Oh, nama mayat ini Mega.” Ujarku.
“Apa ada kejelasan lebih lanjut?” Tanya Polisi.
“Sebentar aku memikir dulu.” Aku Nampak kebingungan memikirkannya.
“Ih kakak mah kalau lagi situasi begini mikirnya lama.”Azkia meledekku
“Ya bentar. Oh ya, kita lihat disms dan nomer telepon ini aja.”
               Aku melihat isi sms dihandphone itu, dari sms itu hanya ada sms dari Radit pacar korban, mereka disms sedang bertengkar. Ku lihat dipanggilan teleponnya, orang yang terakhir meneleponnya adalah Ayu, sahabatnya. “Nampaknya 2 orang ini salah satunya bisa jadi tersangka. Kita akan telepon aja 2 orang ini.”
                  Aku menelepon kedua orang itu menggunakan handphonenya Mega. Aku menelepon Radit terlebih dahulu. “Hallo…”Sapaku.
“Ya kenapa? Ini siapa ya?” Tanya Radit.
“Mega telah dibunuh seseorang.” Tegasku.
“Apa? Mayatnya ditemukan dimana?” Tanya Radit, ekspresinya nampak kaget mendengar berita itu. “Ditaman.” Aku memberitaunya. “Ya aku akan segera kesana.”
                Ku tutup telepon itu, kini aku menelepon Ayu.
“Hallo, Ya ada apa?” Tanya Ayu.
“Mega ditemukan tewas, nampaknya dia telah dibunuh.” Jawabku santai.
“Meninggal? Sahabatku meninggal?” Ayu mulai kebingungan.
“Ya benar. Datang saja kesini.” Ujarku.
“Aku akan segera kesana.” Aku menutup telepon.
              Aku memberikan handphone itu pada polisi “Bagaimana dik?” Tanya Polisi.
“Ya tenang saja mereka berdua akan segera kesini.”
               Tak lama 5 menit kemudian mereka berdua datang. “Mana mayat Mega.” Tanya Radit.
“Itu disana.” Radit menghampiri mayat Mega. Ayu pun datang juga, dia langsung memeluk mayat Mega.
“Kenapa kau pergi meninggalkan aku.” Dia lalu menghampiri polisi.
“Pak sudah ketemu belum pelakunya?” Tanya Ayu.
“Ya sudah ketemu belum pak?” Tanya Radit.
“Pak polisi, aku sudah tau pelakunya.” Jawabku santai.
“Siapa?” Tanya polisi.
“Ayu!” Aku menunjuknya.
“Apa! Apa benar Ayu?” Kaget Radit.
“Eh, tunggu dulu kenapa langsung menuduhku kan aku baru datang.” Dia Nampak bingung. “Kau tau dari mana dik?” Tanya polisi.
“Ya aku tau, tadi lewat pembicaraan telepon terlihat dari ekspresinya.”
                  Semua orang disana mulai kebingungan. “Maksudnya?” Tanya Azkia.
“Disaat aku menelepon Radit, dia memasang ekspresi yang wajar sebagai mana orang lain mengetahui pacarnya meninggal, dia juga menanyakan mayat Mega dimana. Tapi saat aku menelepon Ayu, ekspresinya terlihat dibuat-buat, dia seperti sudah mengetahui bahwa Mega telah meninggal, lalu ada 1 hal yang aneh lagi, Ayu tau dari mana kalau mayat Mega ditemukan ditaman?”
               Ayu mulai bingung. “Eeeehh… Tau dari kamu tadi yang menelepon.” Dia mulai grogi.
“Aku tak memberitau kamu kalau mayat Mega ditemukan ditaman, jadi kamu tau mayat Mega ditaman karena kamu yang membunuhnya kan?” Tanyaku.
“Eehhh, itu… itu…” Ayu kebingungan karena sudah ketauan dia yang membunuhnya. “Sudah, jangan cari alesan. Tangkap dia Pak.” Perintahku seperti komandan.
“Ya baik, terima kasih ya dik.” Pak polisi berterima kasih padaku.
“Ya sama-sama pak.”
              Azkia mengucapkan selamat padaku.“Hebat juga kamu menganalisisnya kak!” Dia tersenyum lembut.
“Ya pasti dong, dia terlihat mencurigakan dari awal.”
“Sebagai ucapan terima kasih, bapak teraktir kalian makan deh.”
“Bapak tau aja kalau kami lagi laper, hee…” Kataku.
“Kami pun diteraktir makan nasi goreng, setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang kerumah. Setelah 5 menit kemudian, aku sampai dirumahku. “Mau aku anterin sampai rumah kamu gak?” Tanyaku.“Yaudah boleh tuh.”
            Aku mengantarkannya sampai depan rumahnya. Rumahku dan rumahnya hanya beda 2 gang lumayan dekat. Setelah itu aku kembali kerumahku, terdengar suara adzan maghrib.
 “Assalamu’alaikum.” Aku mengetok pintu rumahku.
“Ya wa’alaikumussalam.” Ayahku membukakan pintu.
“Eh Rama sudah pulang.” Kata Ibuku.
“Ya nih bu, ini oleh-oleh pesanan kakak.” Aku memberikannya pada kakakku.
“Ya terima kasih ya.” Kakakku menghampiriku.
“Ya bawa barang bawaan kamu kekamar. Setelah itu kita sholat berjama’ah, habis itu kamu mandi, nanti Ibu masakin air panasnya buat mandi.” Ibuku sangat perhatian padaku. “Ya terima kasih bu.” Akupun masuk kekamar untuk ganti baju.
               Sementara Azkia pun masuk kerumahnya. “Sepi banget sih.” Sambil menyalakan lampu.
“Ayah, Ibu aku kangen. Aku kesepian disini.” Azkia memandang foto orang tuanya didinding.
“Ya tapi aku harus kuat, ah nanti aku main kerumah Kak Kurama aja deh” Azkia pun pergi kekamar untuk istirahat.
              Setelah mengganti baju, aku langsung sholat maghrib. Sesudah sholat aku pergi kekamarku untuk beres-beres barang bawaan. Setelah 10 menit kemudian aku selesai beres-beres kamar. Kini kamarku sudah kembali rapih.
“Aaaahhhh!!!” Teriak seorang perempuan. “Ada apa lagi sih.” Kataku didalam hati. Setelah 5 menit kemudian aku langsung keluar kamar.
“Ada apa Bu?” Tanyaku. “Itu ada yang kecelakaan.” Ibuku memberi tau.
“Siapa Bu?” Tanyaku.
“Gak tau, kata orang-orang sih anak kecil perempuan. Sudah dibawa kerumah sakit.” Ibuku menjelaskan.
“Oh yaudah, aku kekamar dulu ya.” Aku tersenyum pada Ibuku.
“Ya nanti kalau air panasnya sudah matang, Ibu panggil ya.”
            Aku masuk kekamar dengan rasa syukur karena masih mempunyai Ayah dan Ibu yang perhatian padaku. Aku tak ingin kehilangan mereka.

Bersambung...
Black Night Village jilid 2

Tidak ada komentar:

Lirik Terjemah Kidzutsukedo Aishiteru

 Lirik Terjemah Kidzutsukedo Aishiteru Tokyo Revengers Season 2 Ending Tuyu - Kidzutsukedo, Aishiteru (Seberapa rapuh kamu, aku tetap cinta)...