Black Night Village jilid 2

Judul: Black Night Village Jilid 2
Penulis: Amrin S
Genre: Horror, Criminal, Romance
Tokoh utama: Kurama, Ali, Azkia, Istifadah, Putri

SINOPSIS
Ini adalah lanjutan dari Black Night Village jilid 1. Menceritakan kisah seorang anak laki-laki berumur 15 tahun yang bernama Kurama dan seorang anak perempuan yang bernama Azkia. Setelah berhasil memecahkan misteri dari boneka disastrous, mereka kembali dihantui oleh seorang makhluk misterius yang memiliki tanduk kerbau yang terus menghantui mereka. Hidup Kurama dan Azkia kembali terancam, karena makhluk itu ingin membunuh mereka berdua. Sebenarnya makhluk itu baik, namun karena dikendalikan, mereka menjadi seseorang yang haus darah.
Suatu malam terjadi pembantaian dirumah saudara Azkia yang bernama Putri. Keluarga Putri berhasil dibantai seseorangaa. Saat itu Putri hanya ketakutan melihat hal itu terjadi, lalu menghubungi Azkia dan Kurama saat malam pembantaian berlangsung. Mereka berdua pun ingin menyelamatkan Putri namun da suatu keanehan sampai suatu ketika nasib buruk menimpa Azkia, Kurama dan Putri. Jadi, bagaimana kisah kelanjutan mereka bertiga?


11. Masalah Baru

Setelah LDK dan pengalaman yang berarti itu, aku telah belajar banyak hal yang sangat berarti. Setelah sholat maghrib, aku bersiap untuk mandi mengambil handuk dikamarku. Ku selempangkan handuk dipundaakku.
“Kurama! Air panasnya sudah tuh.”

Aku keluar dari kamar. Ibu memberikan teko berisi air panas. Aku mengambil teko itu kemudian mandi. Aku senang memiliki orang tua yang perhatian seperti orang tuaku, Aku sangat mensyukurinya
Selesai mandi aku masuk kekamar, kulihat dihandphoneku ada sms dari Ali.
“Ram, main kerumahku sini! Tetanggaku sekeluarga telah dibunuh. Kata Azkia sih tadi sore kamu berhasil mecahin kasus, mungkin kali ini kau bisa memecahkannya lagi.”
“Aku bukan detektif tau!”
“Ya tapi kesini dulu, aku tunggu didepan rumahku ya!”
“Oke, tunggu ya!”

Aku datang kerumahnya Ali, aku menghampirinya. “Dimana yang terjadi kasus pembunuhan?”Tanyaku. “Itu tuh yang cat tembok rumahnya warna kuning, 5 rumah disebelah rumahku.” Ali menunjuk kearah rumah itu.“Sudah ada polisi belum?” Tanyaku. “Sudah lagi olah KTP.” Ujar Ali. “KTP?” Tanyaku kebingungan “Eh salah maksudku olah TKP.” Ali hanya tertawa karena kebalik mengucap. “Ya sudah aku pergi dulu ya kerumah itu.” Aku berjalan menuju rumah itu. “Aku ikut.” Teriak Ali
Aku dan Ali pun mendatangi rumah itu. Kulihat sudah ada banyak polisi disana.
“Eh adik, lagi. Bisa bantuin kasus gak seperti tadi sore?” Tanya polisi. “Hmm… Insyaallah deh pak, tapi sudah nemuin bukti apa aja dan yang terbunuh berapa?” Aku berbalik bertanya. “Yang terbunuh 3 orang yaitu Ibu Susan 46 tahun, Ardi 13tahun dan Tina 11 tahun, mereka anaknya Ibu Susan.” Pak polisi menjelaskan. “Terus buktinya ada?” Tanyaku. “Ya ada Ardi meninggalkan pesan kematian, dia menulis sebuah surat.” Polisi mengatakan hal itu dengan kebingungan. “Mana suratnya?” Tanyaku. Polisi itu memberikan surat itu padaku. “Ini suratnya.” Aku membaca surat itu.

Disini arti 2

Foto anak, Dibalik 1

Bermain… Pada terakhir kali

Ingat 2 !!


“Hmmm… Aku juga bingung maksud kode ini. Yang dicurigai sebagai pembunuh siapa saja?
“Mereka ada disana diruang keluarga. Mau bicara dengan mereka?” Tanya Polisi. “Ya tentu.” Kami menghampiri mereka. “Ini adalah Ayahnya Ardi.” Kata Polisi.“Ya kenapa pak?” Tanya Ayah Ardi . “Ini anak ini mau bertanya mengenai kasus ini.” Polisi mengatakan hal itu
“Ya silahkan aja bertanya pada kami.”
Aku menatap mereka dengan serius, untuk menakuti, nakuti mereka, seperti ditelevisi saja. “Saat kejadian pembunuhan ini, kalian semua berada dimana?”
“Saya Ayah Ardi, saya masih kerja dikantor, sedang menuju perjalanan kerumah. Saya segera pulang kerumah karena Fara menelepon kepada saya bahwa Ibu meninggal. Walaupun tadi pagi saya bertengkar dengan istri saya, saya tidak akan membunuhnya lah, saya masih waras, dengan kejadian ini, saya sangat sedih.” Kata Ayah Ardi
“Saya Dika 17 tahun, saya saat kejadian, saya akan mencuci foto untuk rapot, lalu bermain warnet satu jam, dari jam setengah enam,sampai jam setengah tujuh. Saat saya sampai dirumah, ternyata sudah ada banyak polisi dirumah serta juga ada Fara, Ayah, Kak Sinta dan Kak Irfan disana. Saya langsung masuk rumah, saya sedih saat mengetahui Ibu, kakak dan adik saya meninggal. Walau sebelumnya saya bertengkar dengan Ardi adik saya.”
“Saya Sinta 20 tahun pada saat kejadian saya sedang bersama pacar saya yaitu Irfan bermain kerumahnya, dan malam ini saya akan pergi ketaman bersama pacar saya. Jadi saya tidak tau menau tentang kasus ini. Saya ditelepon Ayah untuk segera pulang dan pada saya sampai dirumah, saya telah melihat Fara dan Ayah. “Ya betul kata Sinta.” Jawab Irfan.
“Saya Fara 15 tahun pada saat kejadian saya sedang kerja kelompok dirumah Mela. Sekitar jam 6 sore saya pulang kerumah karena hari sudah sore. Ketika sampai dirumah, telah menemui mayat mereka bertiga yang telah meninggal.”

Aku kembali berpikir. “Keterangan ini sudah cukup untuk menangkap pelakunya.” Aku melihat kode disurat itu. “Menurut dugaan pak polisi, siapa pelakunya?” Tanyaku. Pak Polisi menjawab. “Menurut saya pelakunya diantara Ayah dan Dika. Alasannya karena Ayah sebelumnya sempat bertengkar dengan Ibu dan kalau Dika, dia nampaknya sesuai sekali dengan surat itu. Dika saat kejadian sedang bermain dan mencuci foto.”

Suasana menjadi hening, semua Nampak bingung. “Pelakunya adalah aku!” Jawab Ayahnya. “Ayah?” Kata Dika. “Ya aku telah membunuh mereka.” Jawab Ayahnya. “Bukan Ayah yang membunuhnya tapi aku yang membunuh mereka. Sudah jelaskan bahwa hal yang kulakukan sesuai dengan disurat itu.” Ujar Dika. “Kalian jangan membuat bingung kami.” Jawab Polisi. “Kok Ayahnya Ardi rela berkorban ya demi anaknya.” Kata Ali. “Ya memang tugas seorang ayah adalah rela hidup menderita demi anaknya.” Ujarku. “Ya betul Ram.” Kata Ali. “Terus bagaimana cara menemukan pembunuhnya?” Tanya polisi.
Aku mulai berpikir serius kali ini. “Sebentar aku mikir dulu.” Aku memegang kepalaku. “Jangan kelamaan Ram!.” Sahut Ali. “Oke, ternyata begini ya. Aku sudah tau pelakunya!” Kataku sambil memperhatikan surat.
“Siapa?” Tanya Ali. “Siapa Dik?” Tanya Polisi. “Sinta dan Irfan.” Jawabku santai. “Bagaimana bisa, apa buktinya?” Tanya polisi lagi. “Kok kami? Kami kan sudah bilang tidak tau apa-apa.” Ujar Irfan.
Aku mulai angkat bicara. “Ya pertama aku juga berpikir seperti yang polisi katakan. Tapi diakhir surat terdapat tulisan “Ingat 2!!”. Jadi yang jelasnya pembunuhnya ada 2. Sedangkan kalau dilihat dari keterangan Fara, walaupun Fara bersama temannya tapi dia tidak terlalu mencurigakan, umurnya juga menurut logika, dia berumur 15 tahun, dia seorang perempuan walau berdua dengan temannya, sangat tidak mungkin untuk membunuh Ibunya sendiri.” Aku menjelaskan. “Irfan berusaha kabur!” Teriak Ali.

Jedooor! Kaki kanan Irfan tertembak polisi. “Kau mau kemana, sudah jelas sesuai keterangan anak ini bahwa kau pelakunya.” Ujar Polisi “Kau cukup cerdik ya sudah bisa memecahkan kode itu.” Kata Irfan “Ya terlebih lagi sebenarnya maksud dari kode ini adalah…. ini…” Aku mulai mencoret-coret Surat.

Disini arti 2 ……………………… Huruf kedua dari disini = I…. Huruf kedua dari arti = R

Foto anak, Dibalik 1……………….Huruf pertama dari Foto = F…Huruf pertama dari anak=A

Bermain… Pada terakhir kali……..Huruf terakhir dari bermain N… Kalau disusun IRFAN.

Ingat 2 !!......................................... Menunjukan pembunuhnya ada 2, jadi Sinta dan Irfan.


“Ya nampaknya benar dik.” Polisi itu berdecak kagum padaku.
“Hebat kamu Ram.” Ali memujiku.
“Pasukan! Tangkap Sinta dan Irfan.” Polisi berhasil menangkap pelaku.
“Sin, kenapa kamu rela melakukan hal ini, membunuh Ibu dan juga adik-adikmu!” Ayah menampar Sinta. “Karena Ibu tak ingin memberiku uang untuk berkencan dengan Irfan.” Jawab Sinta pelan.
“Hanya karena seperti itu saja kau tega melakukan hal ini. Ayah tak mau menganggap kamu menjadi anak ayah lagi. Pergi sana!” Ayahnya sangat kesal.
“Yah, maafin Sinta.” Sinta memohon dengan sangat.
“Pergi sana, aku sudah tak peduli, cepat bawa mereka pak polisi.”
Mereka berdua dibawa kekantor polisi. “Dik terima kasih lagi ya sudah membantu menyelesaikan kasus. Kalau ada masalah yang aneh lagi kami akan memberi tau kamu.”
“Ya baik pak.” Wajahku Nampak senang. “Nomer handphone kamu berapa dik.”
Aku member tau nomer teleponku. “Ya terima kasih ya.” Polisi tersenyum. “Ya pak sama-sama kami pergi dulu ya.” Kami berjabat tangan. “Ya detektif Kurama” Polisi itu memanggil untuk memujiku, “Biasa aja pak manggilnya.” Aku tertawa. “Ya deh dik.”

Aku dan Ali pun pergi menuju depan rumah Ali. “Ali, aku pulang dulu ya.” Aku berjalan pulang kerumah. Sampai dirumah aku langsung menuju kamar.
“Ram, Kamu dari mana?” Tanya Kakakku.
”Dari rumah Ali. “ Jawabku.
“Ibu nyariin kamu tuh, kalau main izin dulu.” Kakakku memarahiku. “Ya maaf.”

Aku langsung menemui Ibu dan meminta maaf kepada Ibu dan Ayah. Aku tak ingin kehilangan mereka, dan aku berharap keluarga kami sejahtera tak ada perselisihan. Jadi keluarga kami bisa hidup tentram tanpa pembunuhan. Sesampainya dirumah sekitar jam 8 malam kurang, aku akan melaksanakan sholat isya, setelah sholat aku melihat handphoneku dan ada pesan dari Azkia, adik kelas yang kusayang.

Azkia: Assalamu’alaikum. Aku mau main kerumah kakak ya, disini sepi banget, bosen tau dirumah sendirian, ya… sekalian ngerjain PR gitu, bantuin aku ya

Kurama: Yaudah, sekarang nih?

Azkia: Ya lah, masa tahun depan

Kurama: Ya boleh, ditunggu ya, dijemput gak?

Azkia: Gak usah, biar aku aja yang kesana ya. Assalamu’alaikum

Kurama: Yaudah deh, Wa’alaikumussalam


Aku pergi kedapur untuk mengambil makan, untukku dan untuk Azkia juga yang akan main kerumahku. Setelah itu kubawa makanan itu kekamar, tak lama kemudian, Azkia sampai kerumahku.

“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Kakakku menjawab, lalu membukakan pintu.
“Ada kak Kuramanya? Kami mau belajar bareng.” Azkia tersenyum polos sambil membawa buku didadanya.
“Ya ada, dipanggil dulu ya. Masuk dulu sini Az.”
“Ya kak terima kasih.” Azkia tersenyum.
Kemudian kak Istifadah menuju kamarku lalu memanggilku.
“Ram, ada Azkia tuh.”
“Ya tunggu sebentar!”
Aku langsung menghampirinya yang telah menungguku diruang tamu. Ku lihat dia sedang mengobrol dengan ibuku.
“Az, mau ngerjain PR dimana?” Tanyaku.
“Ya terserah kakak lah.”
“Yaudah dikamar kakak aja.”
“Yaudah terserah.” Azkia mengambil buku diatas meja.
“Kami mau belajar dulu ya bu.”
“Ya yang rajin ya.” Kata Ibuku.

Aku dan Azkia berjalan menuju kamar, namun aku mulai merinding. Aku tak memperdulikan hal itu lalu kami masuk ke kamar.

“Ka kayo belajar bareng.” Ujar Azkia.
“Mau belajar apa? Sini duduk Az.” Aku duduk dibangku didepan meja belajar.”
“Ya kak. Belajar IPA dan Matematika.” Dia memberikanku buku paketnya.
“Oh yaudah, tuh makan dulu. Udah kakak ambilin tadi.”
“Dih cepat amat? Kapan kakak mengambilnya?”
“Tadi sebelum kamu datang, kakak udah ngambilin makan buat kamu.”
“Terus makan buat kakak mana?”
“Itu diatas kasur.” Aku menunjuk.
“Yaudah deh. Makan dulu ya, abis itu belajar. Hee lapar nih.” Dia tersenyum.
“Yaudah.” Kami mulai makan bersama.

Setelah makan, kami langsung memulai belajar bersama. Setelah 30 menit kemudian.
“Coba nih kakak kasih soal ya tentang aljabar.”
“Ya deh, yang gampang aja ya, jangan su…” Creek… Tiba-tiba mati lampu.
“Kok mati lampu?”
“Kak gelap!” Azkia ketakutan
“Ya tenang, jangan takut, bentar lagi lampunya nyala kok.” Aku menenangkan.

Kreeek… Tiba-tiba pintu kamar terbuka sendiri, aku tak bisa melihat siapa yang masuk.

Kreeek… Pintu kembali tertutup dan dikunci seseorang yang bahkan aku tak bisa melihat wajahnya.

“Kak itu siapa?”
“Kakak gak tau.”

Aku berjalan menuju pintu dan disaat aku ingin membuka pintu terdengar suara aneh.
Sraaak… Sreeek… Sraaak… Aku tau itu suara langkah kaki seseorang. Aku tak memperdulikannya, aku kembali berjalan menuju pintu lalu kupegang gagang pintu.
“Az pintunya kekunci nih.”
“Dih kok aneh? Dikunci sama siapa?”
“Aku juga gak…” Kreeek… Pintu terbuka sendiri.
“Itu bisa.” Azkia Nampak ketakutan didalam kegelapan.
“Kok gini.” Aku berjalan keluar kamar.
“Kakak mau kemana?” Tanya Azkia.
‘Mau liat saklar listriknya, kamu di…”

Daaag! Pintu tertutup sendiri dengan kerasnya.
“Kak kok ditutup!” Azkia panik berlari menuju pintu.
Took Took Took… Dari arah dalam kamar ada seseorang yang mengetuk meja.
“Az buka pintunya!” Ternyata pintunya kembali tertutup, suasana tiba-tiba menjadi dingin.
“Kak, buka…..! Aku takut!” Azkia berteriak dari dalam kamar.
“Bukan kakak yang ngunci pintu!” Sahut ku.
“Terus siapa?”
“Gak tau! Kamu mundur dulu, biar kakak dobrak pintunya.”
“Ya!” Azkia merasa ada seseorang berpostur tinggi yang berdiri dibelakangnya, dia pun berlari menuju atas kasur, karena dia tau aku ingin mendobrak pintu.
“Satu… Dua… Tiga…” Aku mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu, disaat aku ingin mendobrak, pintu itu terbuka sendiri, aku pun terjatuh dilantai kamarku. Aku kemudian berusaha berdiri dengan bantuan meja belajar.

Suasana masih sangat gelap sekali, aku mulai merasa merinding seperti ada seseorang yang berdiri disampingku lalu kupegang tangannya.
“Az, tangan kamu kasar ya!” Kataku.
“Itu bukan tangan aku kak, kan aku sekarang lagi dipojok atas kasur.”
“Terus ini siapa?” Tanyaku.
“Aku juga tak tau kak.” Jawab Azkia.

Bruuaack… Tanpa pikir panjang aku langsung menghajar wajahnya kearah meja belajar.

Traak… Traak.. Praang.. Praaang… Terdengar bangku didepan meja patah dan piring makan yang kuletakan diatas meja tadi terjatuh dan pecah, lalu kembali terdengar suara pintu yang terbuka dan terasa ada seperti yang keluar dari kamar. Setelah 2 menit kemudian terdengar suara Kak Istifadah yang berteriak.
“Tolong! Maling!”


Aku dan Azkia berlari keluar kamar yang sudah tidak dikunci. Tiba-tiba lampu kembali menyala, ku lihat didepan pintu dapur ada seseorang yang berdiri menatapku dan Azkia. Wajahnya sangat seram, dan berbadan manusia berkepala kerbau. Setelah itu makhluk itu menghilang dalam sekejap entah kemana.

“Kak itu siapa?” Tanya Azkia tangannya gemetar.
“Kakak juga gak tau.”
“Kak, kok tangan kiri kakak berdarah?”
“Darah?” Ku usapkan darah ditangan kiriku, ternyata itu bukan darahku, karena tangan kiriku tidak terluka sama sekali.
“Kalau itu bukan darah kakak, terus itu darah siapa?” Azkia bertanya dengan nada menakutkan.
“Mungkin darah makhluk tadi karena tadi kakak memegang tangannya dan menghajarnya.” Ujarku.
Kakakku pun menghampiri kami.
“Mana malingnya, handphone kakak diambil nih, gimana nih.”
“Tapi yang malingnya itu bukan manusia kak, tapi makhluk seperti jin, dia telah menghilang.” Ujarku.
“Ya benar tuh kata Kak Rama.” Kata Azkia.
“Tapi kan aneh tau, yaudah deh gak apa-apa.” Kata Kak Istifadah.
Aku dan Azkia pun kembali menuju kamar untuk mengerjakan PR dan belajar bersama.
Disaatku masuk kamar, terlihat bangkunya patah dan beberapa pecahan piring dilantai.
“Kak liat deh!”
“Liat apa?” Tanyaku yang merasa merinding.
“Itu kak ada tulisan darah.” Dia menunjuk kearah dinding. Ku lihat didinding itu ada tulisan darah dibelakang kami

Tulisan itu tertulis:
BERHATI-HATI!!! ATAU KALIAN MATI!!!

Ku sentuh tulisan darah itu, ternyata darah itu memang masih baru dan kental, belum kering, karena sebelumnya tidak ada tulisan itu dikamarku semenjak tadi mati lampu dikamarku. Aku pun langsung mengahapus tulisan itu dengan air agar tak terbaca, walaupun masih terlihat bekas darahnya.
Kami pun melanjutkan belajar sampai jam 10 malam. Azkia pun berpamitan untuk pulang.
“Bu, Kak Fadah, aku pulang dulu ya, sudah malam.”
“Ya hati-hati ya, main kesini lagi. Kurama akan mengantarkan kamu pulang kok, ya kan Ram?” Tanya Kak Istifadah padaku.
“Eh kok aku sih?”
“Ya kamu yang nganterin Azkia pulang.”
“Aku bisa pulang sendiri kok Kak.”
“Ya kan Azkia itu hebat beladirinya, pasti gak ada yang ganggu.”
“Ya sudah aku pulang dulu ya. Assalamu’alaikum.” Azkia berpamitan pulang.
“Wa’alaikumussalam.”
“Ram, kamu gak peka amat sih.” Kata kakakku.
“Peka kenapa?” Tanyaku.
“Itu Azkia, masa dia pulang sendirian, kan sekarang udah malam. Sebenernya dia itu mau dianterin kamu pulang.”
“Gitu ya, yaudah deh, aku anterin Azkia. Bentar ya kak.” Kataku.
“Hati-hati.”
“Ya.” Aku berlari mengerjar Azkia. Dia menoleh kebelakang melihatku.
“Kenapa kak?” Tanya Azkia kebingungan.
“Aku anterin kamu deh pulang.”
“Jeeh? Kok jadi aneh sih kakak.”
“Emang napa, ya takut kamu kenapa-napa dijalan.” Kami berjalan bersama.
“Ya iya, yaudah.” Aazkia tersenyum. Didalam hatinya dia berpikir “ Perhatian banget sih.”
“Ya iya, kenapa kok senyum?”
“Haa. Biarin.”
“Dih ketawanya kaya kuntilanak.”
“Gak tuh, maksud ih kakak mah.”
“Yaudah deh maaf maaf.”
“Jangan minta maaf terus napa.”
“Ya bagus dong kalau minta maaf, kok malah bilang gitu?”
“Ya gak enak aja masa minta maaf terus.”
“Ya gak apa=apa.”
“Gaje nih kakak.”
“Kamu juga gaje.”
Tiba-tiba ada suara perempuan berteriak.
“Tolong copet!” Aku berlari mengejar copet itu dan berhasil mengejarnya. Copet itu memakai topeng anonymous putih.
“Aku seperti mengenalinya.” Kata Azkia didalam hati.
“Cihh… Kenapa?” Teriak copet itu.
“Kembalikan tas perempuan itu.” Teriakku.
“Hadapi aku dulu!” Teriak copet itu.
Aku bertarung menghadapinya. Dia menghajarku, ku tangkis dengan tanganku, ku tendang wajah kanannya.
“Braaack… Duug… Paaak…” Ku menendangnya bertubi-tubi. Dia perlahan mulai melemas. Ku tendang dagu nya dengan lututku, lalu ku hajar wajahnya. Tampak retakan ditopengnya. Tas yang dicurinya itu terjatuh dan orang itu lari. Ku kembalikan tas pada perempuan itu.
“Ini mba tas nya.”
“Ya terima kasih, ini uang buat adik, anggap aja sebagai ucapan terimakasih.” Sambil memberikan uang.
“Gak usah mba, kami ikhlas kok, kami pergi dulu ya. Ayo Az.” Aku dan Azkia berlari.
“Terima kasih.” Teriak perempuan itu.
Aku dan Azkia kembali melanjutkan perjalanan untuk mengantarkan Azkia pulang kerumahnya. Diperjalanan kami sempat mengobrol.
“Kak, enak ya jadi kakak.”
“Kenapa emangnya Az?”
“Ya enak aja, kan orang tua kakak masih hidup, baik lagi, pasti gak kesepian dirumah kan.” Kata Azkia tertunduk.
“Ya sih Alhamdulillah”
“Aku kesepian tau dirumah, hidup sendiri tanpa orang tua.”
“Ya kamu harus sabar ya Az.”
“Ya lah kan ada kakak.”
“Kok gitu?” Tanyaku.
“Ya kakak kan mau nemenin aku.”
“Ya pasti, sahabat kan harus selalu ada disetiap keadaan.”
Kami pun sampai didepan rumahnya Azkia.
“Aku pulang dulu ya Az.”
“Ya hati-hati ya kak, Maaf ngerepotin, udah mau nganterin aku pulang.”
“Jangan minta maaf terus napa.”
“Dih itu kan kata-kata aku tadi, ngikutin aja.”
“Ah, biarin dong.”
“Haa, ya iya deh.”
“Yaudah aku pulang dulu ya. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Azkia masuk kerumahnya dan aku kembali pulang kerumah.
Chapter 12. Forgather
Jam 11 malam aku baru tiba dirumah. Baru masuk rumah, aku sudah langsung ditanya oleh kakakku.
“Kok lama banget? Kan Cuma beda 2 gang doing.”
“Ya kak tadi ada masalah sedikit.” Ujarku.
“Oh yaudah, kata ibu kok bangku dan piring dikamarmu rusak dan pecah?”
“Ya tadi gara-gara makhluk misterius itu.”
“Oh gitu, yaudah kekamar sana tidur, udah malam.”
“Ya, kakak bawel.”
“Dih gak sopan sama kakak sendiri.”
“Haa, iya ya maaf maaf.”
“Ya iya, sana tidur.” Aku kembali kekamar karena sudah malam, kini aku akan tidur.

Keesokan harinya jam 5 pagi aku baru bangun tidur, karena hari ini adalah hari minggu alias hari libur, aku langsung sholat shubuh. Selesai sholat shubuh, aku mengirim pesan pada Azkia.

Kurama: Aku nanti jam 6 main kerumah kamu ya? Boleh gak? ‘-‘

Pesan itu belum dibalas olehnya, jadi aku mandi dulu. Setelah mandi sekitar jam 05:30 aku kembali kekamar, ku lihat ada pesan dari Azkia, lalu kubalas sms itu.

Azkia: Maaf baru bales, baru bangun tidur hee ^_^ Mau main kerumah jam 6 sore apa pagi ‘-‘…. ‘-‘ :v :D
Kurama: Pagi lah, gimana sih :v
Azkia: Ya iya, ditunggu ya :) :v
Kurama: Oke

Aku langsung bersiap-siap untuk kerumah Azkia. Ku berangkat dari rumah jam 6 kurang 15 menit.
“Bu, aku main kerumah Azkia ya.”
“Ya, hati-hati ya.” Kata Ibuku.
“Aku pergi dulu, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Aku pun berangkat, dijalan aku membeli nasi uduk untukku dan untuknya, karena memang aku belum sarapan dan ku tau Azkia juga belum sarapan. Jam 6 pagi aku sampai didepan rumah Azkia.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam, ayo masuk kak!” Azkia membukakan pintu, aku masuk kedalam rumahnya.
“Iya ya.”
“Duduk dulu kak.”
“Ya iya, nih aku bawa sarapan buat kamu, pasti kamu belum sarapan kan?”
“Dih, kok kakak tau sih aku belum makan, jangan-jangan kakak dukun ya?”
“Bukanlah Az! Enak aja, kakak bukan dukun.”
“Oh ya maaf, hee maaf maaf.”
“Ngikutin terus nih kata-katanya.”
“Ya iya gak apa-apa dong” Azkia tersenyum.
“Ya, katanya baru bangun tidur, kok udah rapih gitu?” Tanyaku.
“Ya dong, kan udah mandi.”
“Yaudah, tuh makan dulu. Itu buat kakak, kalau yang itu nasi uduknya buat kamu.”
“Nanti aja kak, bantuin aku masak mau gak?”
“Boleh tuh, emang kamu bisa masak Az?”
“Bisa lah, kan tiap hari aku masak sendiri.”
“Oh iya ya, lupa.”
“Dasar kakak mah memang pelupa.”
“Haa, iya ya kan udah bawaan kali dari lahir.”
“Kakak mau nya masak apa?”
“Adanya apa?” Ku berbalik bertanya.
“Di kulkas sih banyak, bahan buat sayur sop ada, sayur asem ada, bayem ada, kangkung juga ada, terus telur, nugget, ikan ada, ayam ada. Hmmm… udah deh kaya nya, mau yang mana kak?”
“Sayur sop dan nugget aja biar gampang.”
“Hmm, yaudah deh.”
“Udah masak nasi belum?” Tanyaku.
“Hee, belum kak.”
“Kakak yang masak nasi ya, berasnya mana?” Tanyaku
“Tuh dibawah tangga ada karung beras.” Sambil menunjuk.

Aku mengambil beras tapi aku belum tau kali ini masak berasnya berapa liter. Aku mendatangi Azkia.
“Az masaknya berapa liter?” Tanyaku.
“2 liter aja cukup kok buat sehari, kan nanti diangetin lagi.”
“Oke oke.”
Aku kembali untuk mengambil kantung beras, kemudian mencucinya. Azkia mengambil bahan sayur sop serta mengambil piring, pisau dan talenan. Selesai mencuci beras itu, kemudian ku memasak nasi di magic com. Selesai sudah, tinggal menunggu nasi matang, aku kembali menghampiri Azkia yang sedang memotong sayur.
“Az, nasi tinggal tunggu matang tuh.”
“Ya bagus.”
“Kamu capek ya.”
“Ya sih kak, tapi aku udah biasa kok lakuin beginian.”
“Kakak bantuin ya.”
“Ya terserah, pisaunya tuh dirak dapur.” Aku berjalan menuju dapur.
Bruaagh… Aku terpeleset.
“Aw… Licin nih.”
“Hati-hati jatoh kak!”
“Udah jatuh aja baru bilang, gimana sih.”
“Haa, maaf maaf.”
“Kamu mah ngikutin terus, sering ngomong maaf maaf.”
“Ya biarin.”
Aku kemudian mengambil pisau itu, lalu menghampiri Azkia untuk membantu memotong sayuran. Setelah 5 menit kemudian, kami selesai memotong sayur.
“Kak tolong cuciin sayur ya, aku mau rebus air buat sayurnya dulu, abis itu mau beli garam diwarung. Kalau airnya udah mendidih, masukin ya.”
“Masukin apanya?”
“Sayurnya lah yang udah dicuci ke panci yang udah mendidih. Jangan mikir aneh-aneh makanya.”
“Haa, gak kok. Kakak udah tau kok cara masak sayur sop.”
“Oh kirain aku kakak gak tau.”
Aku mulai mencuci sayur, sementara Azkia setelah menyalakan kompor dia pergi kewarung membeli garam. Setelah 5 menit kemudian Azkia kembali.
“Udah mendidih belum airnya?”
“Udah tuh, sayurnya juga udah dimasukin.”
“Udah dikasih bawang putih, bawang merah, garam belum?”
“Oh iya juga.”
“Katanya udah tau cara masak sayur sop.”
“Hee, lupa.”
“Bener kan, kakak tuh memang pelupa. Yaudah sini, aku aja yang masukin.”
“Kok belum diaduk?”
“Ya belum lah, diaduknya nanti supaya masakannya lebih lezat.”
“Oh gitu, tau dari mana?” Tanyaku
“Ya almarhumah ibuku pernah ngasih tau sih pas aku masih kecil, walau udah lama tapi aku masih ingat kok, gak bakal lupa.”
“Ya bagus kalau gitu. Nanti kalau udah matang aku cicipin ya masakan kamu.”
“Ya boleh kak. Oh ya nugget nya udah dimasak belum?”
“Oh ya belum, hee lupa.”
“Dasar pelupa kakak mah!”
“Ya iya maaf maaf.”
“Yaudah yang masak nugget kakak aja ya, aku mau tau rasanya nikmat gak?”
“Rasa apanya yang nikmat?”
“Masakan kakak lah, kan mau masah nugget. Tuh penggorengannya digantungin dipaku, terus tuh minyaknya.”
“Nugget nya mana?”
“Kan udah aku bilang dikulkas. Ah kakak mah parah banget sih pelupanya.”
“Walau gitu, tapi kakak gak bakal lupa kok tentang kamu.”
“Ehh? Maksudnya?”
“Gak kok, bukan apa-apa. Kamu udah kaya chef aja Az.”
“Ya dong, hee.” Azkia tersenyum.
Semua barang sudah kuambil, penggorengan kupanaskan dengan minyak dan api yang menyala, tinggal menunggu minyaknya panas. Ya kali ini aku akan memasak nugget, cukup mudah sih memasaknya. Minyak pun telah cukup panas nampaknya, ku mulai memasak nugget, ya cukup 5 menit aja sudah matang, sementara sayur sopnya juga sudah matang.
“Sayurnya aku cicipin ya Az.”
“Yaudah, tapi hati-hati kan panas.” Aku mencicipinya.
“Dih asin banget tau.”
“Emang iya? Sini coba aku cicipin.” Pinta Azkia, dia mencicipinya.
“Dih iya asin, hee….. Coba kak ambilin air gallon dong biar gak asin. Ambil airnya segelas aja tapi yang air panas.”
Aku mengambilnya, lalu kuberikan pada Azkia. “ Biasanya kalau keasinan itu orangnya mau nikah.” Ujarku.
“Dih apa sih kak, emang mau nikah sama siapa coba.”
“Sama kakak.” Aku meledeknya.
“Dih, mulai gaje nih.”
“Ya maaf maaf bercanda.”
“Iya ya gak apa-apa.” Azkia menuang airpanas keddalam panci lalu kembali mengaduk.
“Aku cicipin ya.”
“Yaudah.” Aku kembali mencicipinya.
“Gini dong, baru lezat, nikmat.”
“Ya dong, siapa dulu yang masak.”
“Mulai deh kepedeannya.” Kataku.
“Ya lah lezat masakanku”
“Yaudah, ayo Az kita makan, pake nasi uduk itu aja nasinya”
“Nasi uduk campur sayur sop? Emang enak kak?” Tanya Azkia.
“Ya coba dulu, ambil piringnya.” Kataku, lalu Azkia mengambil piring.
“Ini kak piringnya, sayurnya ambil sendiri ya, itu nuggetnya juga.”
“Ya Az.”

Setelah mengambil sayur dan nugget, kami kembali keruang tamu dan menuang nasi uduk keatas piring.
“Ayo makan Az, baca do’a dulu ya, tapi bagusnya wudhu dulu.”
“Ya udah.” Kami pun berwudhu, dan berdoa lalu makan bersama.
“Nugget nya enak kak, tapi aneh rasanya masa sayur dicampur nasi uduk sih.”
“Ya udah, syukuri aja yang ada, hee.” Kataku.
“Ya aja deh.”
Setelah makan, kami akan pergi ketaman untuk berolahraga. Disaat kami sudah didepan rumah Azkia, terlihat paman dan bibinya Azkia sedang berbicara dengan seseorang laki-laki.
“Aku ingin permintaanku dituruti!” Kata laki-laki itu.
“Gak bisa gitu Ras, jangan egois kamu.” Kata paman Azkia.
“Ya, jangan terlalu memaksa kalau memang tak sanggup.” Kata Bibi Azkia.
“Ya sudah terserah kalian, aku akan pergi.” Kata laki-laki itu sambil beranjak dari sana. Dia melewati didepanku dan Azkia, kemudian dia pergi.
“Dia siapa? Kakak lupa namanya.” Tanyaku.
“Kak Rasya, ya anaknya pamanku, umurnya sih ya sekitar 19 tahun atau mungkin 20 tahun, dia sekarang lagi kuliah.”
“Aku jarang melihatnya, dia tinggal dimana?” Tanyaku.
“Dia kost disamping TK penerus bangsa.”
“Oh yang disitu ya.”
“Ya iya, bentar dulu ya kak, ikut aku deh.” Azkia pergi menuju pamannya, dan aku mengikuti dibelakangnya.
“Paman, aku mau pergi ketaman ya sama teman. Dia namanya Kak Kurama.
“Ya gak apa-apa, hati-hati ya.”
“Az kalau butuh uang bilang aja.” Kata bibinya.
“Uang aku masih ada kok, kami berdua pergi dulu ya, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Kami berpamitan.
Aku dan Azkia pergi ketaman yang jaraknya cukup jauh, mungkin sekitar 1 Km dari rumah Azkia. Diperjalanan kami berbincang-bincang.
“Paman dan bibi kamu baik juga ya Az.”
“Ya, kan dia yang ngurusin aku kak.”
“Tuh masih ada orang yang perhatian sama kamu.”
“Ya pasti, apalagi orang yang disamping aku, orangnya perhatian banget, walau kadang-kadang gaje dan pelupa.” Ujar Azkia.
“Siapa? Tukang es doger itu ya yang disamping kamu? Cie yak an sama tukang es doger, hahaha…”
“Gak lah, ah kakak mah kurang peka.”
“Ya iya maaf maaf, aku tau kok Az.”
“Oke-oke, kakak kan perhatian banget ke aku.”
“Dih pede banget kamu tuh, emang buktinya apa?” Tanyaku dengan sedikit meledeknya.
“Kata Rina sih, waktu aku diculik divilla, kakak khawatir banget kan, terus janji bakan nolongin aku, ayo ngaku!”
“Ya iya, tuh udah tau. Rina yang cerita ya?”
“Ya dia cerita waktu malam jum’at kemarin pas kakak udah bisa selamatin aku.”
“Kamu juga lah, kenapa pas dimimpi itu kamu bisik-bisik sama Fika terus kamu juga ngasih syal kekakak. Oh ya, anggap aja tadi nasi uduk hadiah ulang tahun yang waktu itu ya.” Aku meledeknya.
“Hadiah ulang tahun masa nasi uduk dih, aneh kakak mah. Ya pas waktu itu aku bisik-bisik ke Fika Cuma iseng aja kok, gak ada apa-apa, kakak mah kepedean banget.” Azkia tersenyum sambil mengingat kejadian saat itu.
“Siapa sih yang kepedean? Gak kok.”
“Kakak tuh yang…” Bruagh… Makhluk misterius yang waktu itu muncul tiba-tiba datang dan mendorong Azkia hingga terjatuh ke jalan raya, sementara ada mobil truk yang melaju dengan cepatnya. “Az, awas!!” Teriakku.

------- Bersambung --------

Tidak ada komentar:

Lirik Terjemah Kidzutsukedo Aishiteru

 Lirik Terjemah Kidzutsukedo Aishiteru Tokyo Revengers Season 2 Ending Tuyu - Kidzutsukedo, Aishiteru (Seberapa rapuh kamu, aku tetap cinta)...